Episode 2

...Happy Reading....

Ana segera turun ke bawah berkumpul bersama ke tiga temannya. Acara di lanjutkan kembali. Beberapa artis tanah air turut meramaikan acara ulang tahun perusahaan dengan persembahan lagu lagu mereka.

Sebagian tamu undangan turun berdansa, sebagian duduk sambil menikmati makanan dan minuman, sebagian lagi asyik mengobrol sambil menikmati alunan musik.

Ana duduk diam sambil memainkan ponselnya. Tidak perduli dengan keadaan sekelilingnya. Hatinya tidak tenang, gelisah galau merana memikirkan keadaan neneknya.

Seandainya saja masih ada penerbangan pesawat ke jakarta sekarang ini, dia pasti sudah pergi meninggalkan tempat ini.

Ana semakin gelisah tak tenang di tempat duduknya memikirkan entah apa yang harus di lakukan. Tanpa sadar dia mengambil minuman yang berada di atas meja yang merupakan milik Roy. Ana meneguknya sampai habis.

Roy saat ini sedang berdansa dengan Ririn. Sedangkan Risma asyik ngobrol dengan teman prianya.

Beberapa menit berlalu, Ana merasakan ada yang aneh pada dirinya. Tubuhnya terasa panas dan jantung berdebar tidak teratur.

Ana terbelalak setelah menyadari sesuatu.

"Ya ampun, ini minuman Roy?" melihat gelas yang telah kosong. Dia mencium aroma alkohol dari gelas. Ana memaki dirinya karena ceroboh tak hati hati.

Beberapa saat berlalu Ana mulai merasakan pusing, tubuhnya semakin terasa panas. Penglihatan mulai kabur.

Sambil memijit kening, Ana bangkit

dan melangkah menuju toilet. Karena kebelet pipis. Tubuhnya terasa ringan seakan kakinya tidak menyentuh lantai.

Entah siapa yang salah, dia menabrak seseorang yang berjalan keluar dari pintu toilet.

Hampir saja dia jatuh, seandainya tubuhnya tidak segera di tangkap oleh orang yang ditabraknya. Di antara setengah kesadarannya Ana mengomel menatap pria di depannya.

"Kalau jalan pakai mata dong." ucapnya ketus. Wajah mereka yang sangat dekat sehingga satu sama lain merasakan hembusan nafas lawan.

Dahi pria tersebut mengerut, bola matanya bergerak gerak menatapi mata Ana.

"Dia yang nabrak, kenapa malah dia yang marah? Bukannya minta maaf?" batinnya.

"Lepas tanganmu dari pinggangku." kata Ana seraya melepas tangan pria itu dari pinggangnya.

Pria yang tak lain adalah Arley itu segera melepaskan pegangannya pada pinggang dan punggung Ana.

Ana berjalan sempoyongan masuk ke dalam toilet wanita dengan masih terus mengomel.

Arley menatap kepergiannya sambil geleng-geleng kepala.

"Apa dia mabuk?" gumamnya, karena mencium bau alkohol di mulut Ana.

Lamunannya buyar ketika samar samar telinganya mendengar Isak tangis dari dalam. Lama kelamaan makin jelas.

"Dasar jahat, keterlaluan kalian, brengsek."

suara dari toilet.

Wajah Arley mengernyit menatap pintu toilet yang tertutup. Beberapa saat kemudian dia segera melangkah kembali ke ruang acara setelah tak terdengar suara dari dalam.

.

.

"Siapa yang minum minumanku?" tanya Roy pada Ririn dan Risma melihat gelasnya telah kosong.

"Ya tuhan, jangan jangan Ana. Tadi dia duduk di sini." kata Risma.

Ririn dan Roy terkejut.

"Apa dia tidak bisa membedakan minuman soda dan beralkohol?" ucap Roy Kembali.

"Mana gelasnya besar dan minumannya masih full," sambung Roy kembali.

"Pikirannya sedang kalut, mungkin saja dia tiba tiba meminumnya tanpa memastikan terlebih dahulu." kata Risma.

"Ya ampun Roy" Ririn memaka dahinya sendiri."Kenapa juga menaruh minuman sembarangan. Aku khawatir terjadi sesuatu yang buruk padanya. Hatinya lagi sedih dan pikiran nya sedang kalut saat ini karena neneknya." Ririn menatap tajam pada Roy.

"Kalian sendiri kan tahu ini bukan hal yang pertama bagiku meletakkan minimun sembarangan di depan Ana, Ana juga tahu hal itu. Mungkin saja dia tidak sadar saat mengambil dan meminumnya." ujar Roy ikut cemas.

Perkataan mereka terdengar oleh telinga Arley yang duduk bersama Riko dengan tamu lainnya. Arley mendengarkan obrolan mereka mengenai Ana di sela sela dirinya menemani tamu.

"Itu Ana___" tunjuk Ririn melihat Ana jauh di sana. Ketiganya melihat ke arah Ana. Termasuk Arley.

Ana terlihat tersenyum senyum pada orang yang menyapanya.

"Sepertinya dia baik baik saja. Syukurlah," kata Risma lega melihat wajah Ana yang tampak cerah.

Langkah Ana yang sempoyongan terhenti ketika seorang lelaki paruh baya menahan tangannya.

"Nona Attilah, anda benar-benar sangat luar biasa." puji pria tersebut. Punya maksud lain sambil melihat nakal tubuh Ana.

"Terimakasih." kata Ana tersenyum.

"Senyuman anda sungguh manis." kata pria itu dengan senyuman menggoda. Pria itu bangkit dari duduknya dan mendekatkan tubuhnya pada Ana.

Ana menarik kepalanya mundur kebelakang.

"Nona Attilah, Maukah anda berdansa denganku? temani aku sebentar. Aku ingin berdansa tapi tidak punya pasangan." bisik pria tersebut di depan wajah Ana.

Ana gugup dan tertawa kecil di antara setengah kesadarannya. Dia ingin menolak tapi pria itu langsung menarik tangannya ke lantai dansa.

Pria itu menaruh tangan Ana di atas bahunya dan segera memegang pinggang Ana.

"Anggap saja ini sebagai servis tambahan kalian pada kami, sebagai tamu undangan." kata pria itu tersenyum menatap wajah Ana dengan bernafsu.

"Anda sangat cantik Nona Attilah."

Ana tertawa.

"Anda juga sangat tampan pak." balas Ana sambil mengedipkan mata.

Tentu saja ucapannya Itu membuat sang pria gendut tertawa kecil merasa senang mendapat pujian.

Ana juga mengikuti tawanya.

Entah apa yang di tertawai nya, yang jelas saat ini dia merasa bebas dan bahagia.

Dari jauh Roy Risma dan Ririn menatapnya tak berkedip.

"Roy, kenapa Ana? Sepertinya keadaannya tidak baik. Apa minumannya sudah bereaksi? Lihat, dia tertawa bebas dan dekat dengan pria itu. Kita sendiri tahu Ana bukan gadis seperti itu. Aku yakin itu karena pengaruh Alkohol. Cepat Roy kau ke sana, ajak dia kemari. Laki laki yang bersamanya itu sepertinya tidak baik. Matanya menatap liar pada Ana, tangannya juga bergerak nakal di tubuh Ana. Aku khawatir dia akan macam macam pada Ana." kata Ririn cemas.

"Cepat Roy." kilah Risma juga.

Roy membuang nafas berat.

"Aku juga cemas dengan Ana. Tapi coba kalian lihat siapa aku? diriku? dan lihat siapa pria yang bersama Ana itu. Dia sala satu tamu penting dan berkuasa, tidak sebanding dengan diriku. Pria itu pasti akan marah dan tersinggung bila aku mengambil Ana darinya."

"Terus bagaimana? Apa kita akan biarkan Ana di sentuh oleh pria kurangajar itu?"

"Ya ampun, Biarkan aku berpikir dulu." kata Roy.

"Apa sebaiknya kita minta bantuan pak Riko saja?" kata Risma semakin khawatir.

"Lo pikir pak Riko mau membantu? dia pasti lebih menjaga image perusahaan dan juga jabatannya dari pada harga diri karyawannya." Ririn malah balik bertanya mengingat sifat buruk direktur mereka dan juga seorang pria hidung belang.

"Terus bagaimana nih? Apa kita hanya membiarkan Ana bersama pria brengsek itu?" keluh Ririn.

Ketiganya kembali diam sambil memperhatikan Ana yang terlihat senang sambil tertawa bersama pria gendut itu.

"Aku akan meminta bantuan pak Heru." kata Roy tiba tiba teringat seseorang yang cukup berpengaruh di perusahaan ini.

Sementara di lantai dansa.

"Nona Attilah, aku Bram. Direktur dari perusahaan X. Aku sangat suka berkenalan dengan anda. Anda sangat cantik dan cerdas. Tubuh anda juga indah dan seksi. Apa anda punya kekasih?" kata pria bernama Bram itu sambil tersenyum genit.

"Kekasih?" tanya Ana kembali. Tapi tiba-tiba dia tertawa kecil."Anda sendiri apa punya ke kasih?" Ana balik bertanya dengan tatapan genitnya.

"Aku Pria bebas memiliki banyak uang. Apa kau menjadi kekasihku? Aku akan memberimu uang yang banyak dan juga segala kemewahan." kata Bram semakin liar menatap wajah dan leher jenjang Ana yang terbuka. Dia dapat mengetahui Ana sedang dalam pengaruh alkohol. Tangannya mulai menjalar ke punggung Ana karena tidak tahan melihat keindahan di dekatnya ini.

Sebuah pegangan kuat di bahunya menghentikan gerakan tangan Bram yang hendak menyentuh punggung Ana. Bram kaget melihat wajah Arley.

"Tuan Altezza___"

"Maaf pak Bram, wanita ini adalah pasangan dansaku tadi. Kami sempat berhenti karena dia harus ke toilet. Bolehkah anda mengembalikan dia kepadaku?" kata Arley tersenyum sinis, tatapan tajam hendak seakan Bram.

"Tentu saja tuan Altezza, silahkan__." Bram segera menarik tangannya dari pinggang Ana dan beranjak pergi balik ke tempat duduknya dengan kesal. Dia tidak mau mencari masalah dengan pengusaha besar dan sangat berpengaruh ini.

Arley menatap sejenak wajah Ana. Memperhatikan wajah yang bahagia dan memerah pengaruh alkohol.

Ana ikut menatap wajahnya, menyelidik siapa dia.

"Hey tuan, kau siapa? kau pembohong. Sejak kapan aku jadi teman dansa mu?" menatap wajah Arley dengan mata memicing.

"Kau sama seperti mereka, suka berbohong." menekan dahi Arley dengan telunjuk kanannya.

Arley membiarkan apa yang dia lakukan. Dia mengambil ke dua tangan Ana dan di letakkan di atas bahunya. Kemudian dia sendiri segera melingkarkan tangannya di pinggang Ana. Memaksa tubuh Ana untuk bergerak mengikuti alunan musik.

Ana menengadah keatas melihat wajahnya, karena tingginya pria ini.

"Tapi masih bagusnya dirimu untuk menjadi pasangan dansaku, dari pada si pria gendut itu." kata Ana. Dia memegang kedua pipi Arley. dan tersenyum genit.

"Kau masih tampan dari si pria buncit keledai itu." katanya tersenyum genit. Lalu menunjuk Bram yang sedang duduk dan memperhatikan mereka dengan tatapan sinis.

Ana kembali menatap mata Arley lekat. Mendekat kan wajah dan menyentuhkan hidung mereka.

"Bau nafas mu juga harum." mendekatkan hidungnya di mulut Arley. Menyesap aroma nafas Arley yang wangi.

Arley masih membiarkan apa yang dia lakukan. Meski berulang kali dia menelan saliva merasakan gestur tubuh gadis ini.

Tiba tiba Ana menarik wajahnya mundur.

"Ya tuhan." memaka dahinya teringat sesuatu.

"Aku lupa menanyakan berapa usia kandungan si pria buncit itu, dan kapan dia melahirkan? Aku lihat kandungannya semakin besar." katanya kemudian dengan ekspresi serius melihat wajah Arley. Lalu tertawa lepas sambil memukul-mukul dada Arley.

Kali ini Arley tidak mampu menahan senyumnya. Dia tersenyum kecil di dalam hati mendengar ocehan gadis setengah mabuk di depannya ini. Dia menatap wajah Ana yang terlihat ceria tapi kenyataannya tidak, terlihat dari matanya yang sembab, merah memancarkan kesedihan yang mendalam.

"Kau tahu tuan? dia berkata, nona Attilah wajah anda sangat cantik dan manis. Tubuh anda wangi, seksi dan indah. Nona Attila, apa anda punya kekasih? Apa anda mau menjadi kekasihku? aku Pria bebas dan banyak uang. Hahahaha___" Ana tertawa kembali.

"Dia brengsek, tangannya meraba raba punggungku, kandungannya menempel di perutku." Ana menatap judes pada Arley.

"Dasar keledai kurangajar." umpat Ana menekan kembali dahi Arley dengan jari telunjuknya. Sebagai pelampiasan rasa kesal pada Bram.

Mata Roy Ririn dan Risma terbelalak melihat apa yang di lakukan Ana pada pimpinan mereka itu. Sejak tadi mereka memperhatikan tingkah konyol Ana pada Presdir.

"Tamat sudah riwayat Ana ketika dia sadar nanti. Aku yakin pak Riko pasti akan menendangnya dari perusahaan. Kau harus segera mempersiapkan surat pengunduran dirinya Ris__" kata Ririn menatap tak bergeming pada Ana dan Arley.

"Sepertinya Ana belum tahu wajah presdir kita. Kalau nggak, mana mungkin dia seberani itu? Belum lagi dia bawah pengaruh alkohol. Aku saja belum pernah menatap wajah presdir secara dekat apalagi menyentuhnya.

Dan Ana? lihatlah, dia bahkan mencium wajah presdir, menunjuk nunjuk dahinya, memukul mukul dadanya, tertawa keras dan mengatai ngatai presdir buruk. Ya tuhan selamatkan kami! Kita juga akan terseret karena membiarkan Ana serta tidak mencegahnya melakukan hal bodoh itu. Bagaimana ini?" kata Ririn Kembali tanpa jeda dan cemas menatap Roy dan Risma bergantian yang bingung dan Khawatir.

.

.

"Cih__dasar tidak tau malu, tidak beradab, berciuman di tempat umum." kata Ana ketus melihat sepasang manusia yang sedang dansa sambil berciuman.

Arley mengikuti pandangan mata Ana. Tidak jauh dari samping mereka terlihat seorang pria dan wanita sedang berciuman bibir di antara gerakan tarian mereka dan suara musik yang mengalun. Tak perduli dengan keadaan. Keduanya saling saling berperang bibir tanpa rasa malu dan tidak perduli dengan sekeliling mereka.

"Apa enaknya berciuman seperti itu?" Ana menyentuh bibirnya. Lalu menatap Arley. Tepatnya bibir tebal Arley yang berwarna kemerahan.

Ana meraba raba bibir tebal Arley dengan ibu jarinya.

Arley kaget, tubuhnya seketika bergetar.

Kembali dia menelan saliva merasakan sentuhan itu. Hatinya mulai tidak tenang dengan sentuhan nakal ini.

"Kata Ririn dan Risma berciuman itu enak. Saat kedua bibir bertemu maka tubuh akan tegang dan bergetar seperti orang kesetrum terkena aliran listrik." kata Ana Kembali sambil dengan wajah meringis membayangkan dirinya terkena sengatan listrik.

Dahi Arley mengerut mendengar perkataannya. Apa gadis ini belum pernah berciuman?

"Hey tuan, apa benar seperti itu? Apa kau pernah berciuman dan merasakan kesetrum?" tanya Ana menatapnya dalam mata Arley.

"Kalau kesetrum pasti mati bukan? Kalau begitu selamanya aku tidak mau berciuman. Aku tidak mau mati karena aku punya nenek yang harus ku jaga," kata Ana kembali sambil tertawa lepas.

"Tapi lihatlah kedua manusia tidak bermoral itu, mereka tetap hidup meski lama berciuman. Berarti Risma dan Ririn pembohong. Sama seperti dirimu yang mengatakan aku pasangan dansa mu." kata Ana kembali dengan tatapan masam pada Arley.

Tiba tiba wajahnya berubah mendung. Menatap sedih pada Arley.

"Kenapa orang-orang suka sekali berbohong? Apa mereka tidak takut dosa? sama seperti mama dan paman. Mereka pembohong dan orang yang tidak punya perasaan." ucapnya lirih dan sendu.

Dia melabuhkan wajahnya di dada Arley, menekan wajah sedihnya.

"Kenapa mereka sangat jahat padaku? Kenapa mereka tidak menyukai ku?" katanya kembali dengan suara serak.

Kening Arley mengerut, mata menyipit mendengar ucapannya.

"Kenapa mereka membenci aku dan nenek? Apa salah kami?" Ucap Ana serak. Semakin sedih. Dia memeluk Arley dan menekan wajahnya.

"Mereka jahat, mereka manusia manusia yang tidak punya hati dan perasaan." umpatnya geram.

Arley tercengang mendengar ucapannya.

Entah apa masalah yang di alami gadis ini sehingga membuatnya banyak menangis.

Saat keluar lift tadi, dia melihat Ana menangis sedang menelepon seseorang. Yang di tangkap oleh telinganya adalah Sebutan 'Mama' dan 'Nenek'.

Arley segera memeluk tubuh Ana, melihat baju gadis itu terguncang karena menahan tangis. Dia semakin menekan wajah Ana di dada agar tidak terlihat oleh mata manusia di dekat mereka. Dia.embelai lembut rambut dan punggung gadis itu. Dagunya menyentuh puncak kepala Ana dan hidungnya mencium rambut wangi gadis ini.

Tentu saja hal itu mengundang perhatian dan menimbulkan pertanyaan beberapa tamu undangan. Termasuk ke tiga sahabat Ana dan juga Riko. Melihat kedekatan dan kemesraan mereka seperti pasangan kekasih yang di mabuk asmara.

Beberapa saat kemudian, Ana melepaskan pelukannya, menyapu air matanya, karena merasa sudah tenang. Dia berjalan melangkah tanpa pamit dan melihat wajah Arley lagi. Dengan sempoyongan Ana mendekati Risma dan Ririn. Meninggalkan Arley di lantai dansa yang menatap kepergiannya dengan bingung dengan pikiran yang di liputi berbagai pertanyaan.

"An__lo gak apa-apa?" Ririn memegang kedua lengannya.

"Aku mau ke kamar, aku ingin istirahat! Kepalaku pusing." kata Ana terbata bata sambil memegang kepalanya.

"Lebih baik lo istirahat saja." kata Risma.

"Apa lo masih bisa berjalan? Aku antar ya ?" sela Ririn.

Ana geleng geleng kepala.

"Nggak perlu. Aku masih mampu, kalian di sini saja temani pak Riko." jawab anak sambil berjalan.

"Biar aku antar kamu." kata Roy.

"Gak usah."

"Tapi keadaan mu......!"

"Aku baik Roy, hanya sedikit pusing. Tak perlu mengantarku. Kamu di sini saja." tolak Ana terus melangkah. Roy batal mengantar. Dia menatap kepergian Ana. Berharap gadis itu baik baik saja.

"Roy, kamu di panggil pak Riko." kata Ririn.

Roy segera berbalik dan mendekat pada Riko dan Risma.

Ana segera keluar dari ballroom. Dia melepas sepatu dan mengangkatnya. Melangkah dengan sempoyongan menelusuri koridor hotel menuju kamar tidurnya. Sala satu tangannya menyentuh dinding koridor untuk menjaga agar tubuhnya tidak terjatuh.

Semakin jauh dari ballroom, sebuah tangan kasar menarik tubuhnya dan menekan kuat kedinding.

Ana terkejut.

Di antara rasa pusing dan setengah kesadarannya, Ana berusaha mengenali wajah orang yang menarik tubuhnya.

...Bersambung....

Jangan lupa dukung Author ya. Beri like, vote, kopi dan yang Rate bintang lima. Terima kasih

Terpopuler

Comments

Aris Pujiono

Aris Pujiono

semangat arley

2022-04-04

2

Yukity

Yukity

mampir Thor..
like😍

2021-11-17

0

Puan Harahap

Puan Harahap

mampir n hadir tbor

2021-11-12

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!