Arley & Ana

Arley & Ana

Episode 1

Para Reader yang Budiman, sebelum lanjut membaca novel ini, masukan karya ini ke favorit ya. Terus beri like, komentar positif, vote, Rate bintang lima dan beri kopi biar author tambah semangat untuk Up. Terima kasih author sampaikan sebelumnya.

...Happy Reading....

Dalam sebuah penerbangan pesawat.

"Mama__Ma__ tolong aku Ma__." ucap mulut seorang wanita yang sedang duduk tertidur dalam kabin pesawat. Wajahnya yang gelisah di penuhi bulir keringat bergerak gerak ke kiri dan ke kanan. Kedua mata terpejam. Sepertinya dia sedang bermimpi.

Sala satu tangannya memegang kuat tangan penumpang di sebelahnya. Satunya mencekal kuat rok di atas paha, hingga kain itu semakin terangkat ke atas memperlihatkan pahanya yang putih mulus. Dia beberapa kali memanggil 'Mama' dalam tidurnya. Wanita itu semakin gelisah dan mulai terisak dalam tidurnya.

Penumpang di sebelah menoleh ke arahnya karena merasakan genggaman kuat pada tangannya. Matanya menurun pada paha si wanita. Perlahan dia menurunkan rok si wanita. Lalu membalas genggaman tangan si wanita seolah memberi kekuatan.

Berpikir dengan dua hati, ingin membangunkan atau tidak. Tapi kemudian dia menutup matanya dengan masker dan melanjutkan tidur. Membiarkan tangannya terus di pegang kuat oleh si wanita.

"Mamaaa___" jerit wanita itu agak keras. Dia terbangun sendiri dari tidur dan mimpi buruknya. Nafas memburu cepat tak beraturan, peluh semakin banyak membasahi wajahnya. Dia segera menyapu keringat di wajah, menormalkan hati dan pikiran seraya melihat sekelilingnya. Beberapa penumpang tampak melihat ke arahnya karena mendengar jeritannya tadi.

Seorang pramugari mendekat."Nona, anda baik baik saja?"

"Iya ___" jawab si wanita di sertai anggukan kepala.

"Apa anda butuh sesuatu?"

"Ah tidak, terimakasih."

Sang pramugari segera berlalu dari hadapannya.

Si wanita menarik nafas panjang dan membuang perlahan."Ya Allah, kenapa harus mimpi itu lagi." gumamnya lirih karena mimpi itu lagi.

Dia mengangkat tangan kanannya hendak melihat jam, tapi tangannya tertahan. Segera dia menoleh ke samping.

Dia kaget melihat tangannya berada dalam genggaman tangan seorang, Pria? Kaget melihat siapa orang yang duduk di sampingnya. Dia ingat saat bermimpi tadi memegang kuat tangan seseorang, dan ternyata itu nyata.

Dengan pelan pelan dia menarik tangannya untuk tidak membuat pria itu terbangun. Dia memperhatikan pria itu sesaat yang tertidur dengan wajah miring ke sebelah tertutup masker.

Attilah Nasha Ardillah, biasa di panggil Ana oleh teman temannya dan juga orang orang terdekatnya. Bangkit dari duduknya setelah melihat jam di tangannya. Dia melangkah pelan saat melewati penumpang di sampingnya.

Ana melangkah menuju toilet, membasuh wajahnya. Lalu duduk sejenak di atas toilet duduk, menutup wajahnya dengan kedua tangan. Beberapa saat terdengar isak tangis dari mulutnya. Ada masalah yang menyesakkan dadanya.

"An, kata dokter Nenek harus segera mendapatkan perawatan rumah sakit. Sel sel kanker darah nenekmu sudah menyebar ke seluruh tubuh." teringat perkataan Mul, orang yang di mintai tolong menjaga neneknya.

Ana kembali menangis mengingat kata kata yang di ucapkan bibi Mul pengasuh neneknya itu."Dari mana aku harus mendapatkan uang yang banyak untuk biaya perawatan nenek?" gumamnya sendu.

Gaji yang dia dapatkan dari hasil kerjanya sebagai manager Arsitektur di sebuah perusahaan cabang hanya cukup untuk biaya hidup sehari-hari dan untuk membeli obat obatan neneknya.

Uang tabungan sudah habis di gunakan untuk biaya kemoterapi neneknya selama menjalani perawatan. Dan karena uang tabungannya telah habis membuat perawatan neneknya terhenti. Dan kini penyakit neneknya semakin parah hingga dokter menyarankan untuk kembali melakukan perawatan.

Tangisan Ana semakin menjadi. Menangis mengingat penderitaan nenek yang sangat di sayangnya melawan penyakit yang menggerogoti tubuh dan kapan saja bisa merenggut nyawa wanita tua renta itu. Sungguh dia tidak sanggup melihat penderitaan wanita tua yang mendedikasikan hidup merawatnya dari kecil dengan penuh kasih sayang tanpa ayah dan ibu. Hanya neneknya yang selama ini mencurahkan segala cinta dan kasih sayang kepadanya. Hanya neneknya teman hidupnya sejak kecil.

Tanpa sadar isak tangisnya semakin keras

membayangkan penderitaan neneknya dan juga beban hidupnya yang berat.

Tiba tiba terdengar ketukan berulang dari luar menghentikan tangisnya. Ana segera membasuh kembali wajahnya di wastafel yang berada di dalam toilet, lalu segera keluar.

Begitu sampai di tempat duduk, Ana melihat tempat duduk di sampingnya kosong. Penumpang pria itu tak ada. Ana segera duduk, mengambil mukenah, dan tayamum. Dia lebih memilih berwudhu dengan cara tayamum dari pada mengambil air wudhu di toilet.

setelah itu Ana segera melaksanakan shalat magrib. Hanya dengan cara ini dia selalu menenangkan dirinya, mencurahkan segala keresahan kesedihan dan ujian hidup pada Allah.

Tidak berapa lama pria di sampingnya kembali dan duduk pelan pelan. Melihat Ana yang sedang shalat dengan khusyu. Sang pria segera memposisikan dirinya. Kembali memakai masker penutup wajah, memiringkan kepalanya ke sebelah, lalu memejamkan mata.

Beberapa saat kemudian telinganya mendengar isak tangis tertahan dari sebelah.

Dia membuka maskernya sedikit, menoleh ke samping. Di lihatnya Ana yang sedang menangis berdoa dengan mata terpejam, air mata membanjir di kedua pipinya.

Beberapa saat menatapi Ana, pria itu kembali memperbaiki posisi duduk dan menutup wajahnya.

Setelah puas mencurahkan segala kesedihan pada allah, Ana segera melepas mukenanya, menyimpannya. Lalu memakai masker penutup mata dan tidur.

Beberapa saat berlalu, si pria kembali menoleh pada Ana. Melihat air mata Ana yang mengalir melewati masker penutup matanya.

Si pria membuang nafas berat, lalu kembali tidur setelah menutup wajahnya.

.

.

Hotel Bali.

Ruang ballroom yang sudah yang terhias dengan dekorasi yang sangat indah. Meja bundar dan kursi tempat duduk para tamu, balon, berbagai menu makanan minuman dan lainnya tersedia. Tempat untuk acara ulang tahun perusahaan sekaligus merayakan keberhasilan Perusahaan Cabang 2 yang telah memenangkan proyek pembangunan menara X sebanyak 65 lantai.

Ana memasuki ballroom dengan langkah cepat. Dia menggunakan dress pendek selutut dengan bahu terbuka. Gaya rambut one side curl sebagian dibawahnya ke depan sebagian lagi kebelakang. Tak lupa tas kecil cantik dan sepatu high heels, membangkitkan kesan feminim dan membuatnya semakin cantik dan menarik.

"Lihat, pemenang arsitektur cantik kita telah hadir." ucap seorang pria pada ke 2 orang teman wanitanya begitu melihat Ana masuk.

"Hay Ana__," seru mereka bersamaan setelah menoleh pada Ana yang berjalan mendekat dengan terburu-buru.

Ana tersenyum dan segera menuju ke tempat mereka yang berdiri berkumpul mengelilingi sebuah meja kecil.

Seorang pria 40 an mendekati Ana."Selamat atas keberhasilan mu memenangkan proyek pembangunan menara X." ucap Riko. Direktur perusahaan cabang 2 tempat Ana bekerja.

Riko mencuri pandang menatapi Ana yang terlihat semakin cantik dan mempesona di matanya. Melihat bagian bahu dan leher Ana yang terbuka membuat dia menelan ludah.

"Terimakasih pak." jawab Ana sopan menyalami tangan direkturnya.

"Kau harus bersiap, sebentar lagi acaranya akan di mulai. Tinggal menunggu Presdir datang." kata Sang direktur. Lalu segera berlalu dari hadapannya dan menyalami tamu tamu undangan yang baru datang.

"Kau cantik sekali sayang, selamat ya." ucap Ririn sala satu teman dekat Ana di kantor.

Ririn memeluknya.

"Terima kasih." ucap Ana.

"Kau hebat sekali Ana, luar biasa." ucap Risma teman dekat wanitanya yang ke dua.

Risma juga ikut memeluk Ana.

"Semua berkat kerja keras kita semua. Aku tidak bisa memenangkan proyek ini tanpa bantuan kalian bertiga." kata Ana menatap bergantian ke tiga temannya. Keempatnya berpandangan dan tersenyum.

Roy menatapnya terpukau.

"Beautiful, kau semakin cantik dengan gaun

ini." katanya menatap lekat wajah Ana dan mengedipkan sebelah mata.

Ana tersenyum simpul melihatnya.

Beberapa pasang mata ikut membenarkan perkataan Roy. Karena ada beberapa pria yang mencuri pandang melihat Ana.

"Kami mengira kau tidak akan hadir. Sudah jam 8 kau belum juga muncul." ujar Ririn.

"Aku memilih penerbangan sore, karena masih mengurusi nenek." jawab Ana sedih teringat kembali pada neneknya.

"Oh iya, bagaimana keadaan nenekmu? Apa sudah di rawat?" tanya Risma.

Risma, Ririn, dan Roy adalah teman dekat dan juga teman berbagi segala keluh kesah Ana di kantor.

Ana menggeleng lemah."Belum Ris, aku sedang berusaha mencari pinjaman di bank." wajah sedih.

"Kami doakan yang terbaik untuk nenekmu ya, semoga kau juga di beri kemudahan untuk mendapatkan biaya pengobatan nenekmu. Maaf kami hanya bisa membantu seadanya." kata Roy menyentuh lengan Ana.

"Justru kalian sudah banyak menolongku selama ini. Aku banyak berhutang pada kalian. Aku banyak meminta bantuan kalian. Padahal hidup kita sama." kata Ana menatap ke tiga temannya itu satu persatu. Ketiga teman yang selama ini banyak membantunya. Padahal kehidupan mereka sama seperti dirinya.

"Mulai lagi deh, gak usah bahas membahas masalah hutang, kau juga selalu membantu kami." kilah Ririn memegang bahu Ana.

"Tau nih....!" timpal Risma.

Ponsel Ana berbunyi dari dalam tasnya.

"Bentar ya___aku terima telepon dulu."

"Siapa An?" tanya Risma

"Dari rumah, bibi Mul menelpon."

"Sepertinya penting. Ya udah kamu terima saja dulu. Jangan kelamaan nanti pak Riko nyari kamu."

Ana mengangguk, dan segera melangkah cepat keluar dari ballroom. Dia mengambil tempat aman di dekat dekorasi hiasan balon besar, tidak jauh dari pintu lift dan pintu masuk ballroom.

Dia segera mengangkat telepon

"Halo bik___"

"Halo An, maaf bibi menelpon mu. Apa kamu sedang sibuk?"

"Tidak bik, kebetulan acaranya belum mulai. Ada apa bik? Nenek baik baik saja kan?" tanya Ana cemas.

Mul mengatakan keadaan neneknya yang membuat Ana terbelalak, panik dan khawatir.

Ruang ballroom.

"Mana Ana?" tanya Riko pada Roy, Risma dan Ririn.

"Ana sedang keluar sebentar pak, menerima telepon penting." jawab Roy.

"Suru dia segera masuk. Pimpinan Sementara menuju ke tempat ini dan sebentar lagi akan tiba." titah Riko.

"Baik pak, kami akan segera menghubunginya." jawab Roy kembali.

Riko meninggalkan mereka dan kembali bergabung di depan menemani tamu tamu penting dan juga rekan rekan bisnis pimpinannya.

Risma mencoba menghubungi Ana, tapi sibuk. Begitu juga dengan Ririn, masih sibuk.

"Ana berada dalam panggilan lain." kata Ririn.

"Jeda dulu beberapa menit, terus hubungi kembali, mungkin dia menerima telepon penting mengenai neneknya." ujar Roy.

Sementara Ana.

"Apa bik? Nenek pingsan?" Ana terkejut mendengar perkataan bibi Mul.

"Tolong jaga nenek dengan baik, saya akan menghubungi mama dan paman."

Telepon di matikan. Ana semakin panik dan cemas. Dia mencari nomor kontak mama dan pamannya.

"Ma__ halo Ma__" berjalan mondar mandir gelisah sambil menatap pada lantai dengan ponsel di telinga. Keduanya matanya telah basah.

"Penyakit Nenek kambuh lagi Ma." katanya Kembali membalas ucapan dari seberang.

Pintu lift terbuka, keluarlah 4 orang pria berpakaian jas lengkap. Salah seorang pria dari mereka menghentikan langkah begitu melihat Ana.

"Tolong tengok dulu nenek sebentar! Nenek sangat membutuhkan Mama dan Paman. Kata Bik Mul beliau pingsan. Aku mohon tolong temui nenek dulu. Ma___ halo Ma__ mama. Jangan di matikan."

"Mama, tolong jangan di matikan teleponnya. Ma__haloo__Mama__nenek pingsan Ma..." Ana menekan tombol ponselnya karena hubungan telepon di matikan dari seberang.

Ana kembali menghubungi nomor mamanya, tapi sia sia. Nomor itu sudah tidka aktif.

Ana terisak isak.

"Mama__tolong temui nenek. Aku mohon." tubuhnya lemah dan melorot kebawah. Dia berjongkok, berlindung di balik bunga besar agar tidak menjadi pusat perhatian orang.

Ana kembali menekan nomor mamanya, tapi hasilnya tetap sama. Nomor itu tetap tidak aktif. Ana kembali menangis.

Ana memukul mukul tembok di depannya tak perduli meski tangannya sakit.

"Keterlaluan, keterlaluan. Kalian benar benar manusia tidak punya hati." ucapnya di sela sela tangisnya tanpa menyadari beberapa pasang mata memperhatikannya sejak tadi.

Kelompok pria memakai jas itu kembali melanjutkan langkah melewati dirinya.

Ana tak menyerah, dia mencari kontak pamannya, adik dari mamanya. Tapi nomor pamannya berada dalam panggilan lain. Satu menit di jeda, kembali di hubungi tetap masih sibuk.

Ana semakin geram dan emosi. Mengomel ngomel tak jelas. Kembali mencoba menghubungi nomor paman dan mamanya tanpa putus asa.

.

.

Ballroom

Semua mata menatap pada pria tampan yang berjalan paling depan dengan gagahnya. Para tamu undangan berdiri menyambut kedatangannya di pandu oleh MC.

Arley Mahardika Altezza Presiden Direktur Utama dari Altez Company. Semua lampu kamera menyorot ke arahnya. Dia menyalami sebagian tamu undangan yang di lewatinya.

Setelah sampai di depan, dia kembali menyalami para tamu yang berada di situ, sekaligus basa basi sedikit. Lalu segera menuju podium memberikan sedikit sambutan. Mengucapkan terimakasih atas kehadiran para tamu undangan, sekaligus membuka acara ulang tahun perusahaannya. Yang di mulai dengan meniup lilin, memotong kue yang di dampingi kru dari kantor pusat, serta menyampaikan harapan terbaik untuk perusahaan dan para karyawannya ke depan.

Semuanya bertepuk tangan setelah kata sambutannya berakhir. Selesai memberikan kata sambutannya, Arley segera turun dan duduk bergabung bersama para tamu undangan dan rekan bisnisnya.

Risma dan Ririn sibuk menelpon Ana.

"An__kamu di mana? Cepatlah masuk. Acara sudah di mulai. Presdir sudah ada sejak tadi. Sekarang sedang berada di podium. Cepat kemari pak Riko menanyakan dirimu terus." kata Ririn begitu tersambung.

"Iya, aku akan segera ke sana." Ana mematikan telepon.

Lalu berjalan cepat menuju ruang ballroom.

Riko segera menyambutnya dari depan melalui pengeras suara, menggantikan sang MC.

"Seperti yang telah kita ketahui bersama, perusahaan Cabang 2 Altez Company telah memenangkan proyek pembangunan menara X di kota B berjumlah 65 lantai." kata Riko.

Terdengar tepuk tangan para undangan. Dan memberi ucapan selamat kepada Arley Mahardika Altezza.

"Kemenangan ini adalah hasil kerja keras dari kita bersama yang bekerja siang dan malam.

Dan khususnya kemenangan ini berkat ide dan kerja keras dari Manager Arsitektur Perusahaan cabang dua Altezz Company, Nona Attilah Nasha Ardillah. Karena berkat refleksi kerjanya membuat perusahaan mendapatkan kemenangan ini." kata Riko Kembali.

Terdengar tepukan riuh, para undangan saling berpandangan mencari sang manager Arsitektur. Risma Ririn dan Roy mengacungkan jempol pada Ana.

"Untuk itu, kami mengundang kepada Arsitektur pemenang kami Nona Attilah Nasya Ardillah untuk tampil di depan menyampaikan secara detail dari proyek besar ini. Silahkan Nona Attilah." kata Riko kembali mengundang Ana ke depan.

"Ayo An__" kata ketiga temannya menyuruhnya maju dengan semangat.

Mereka yang belum tahu tentang Ana tentu saja mencari cari keberadaan gadis itu.

Ana menarik nafas dalam dalam kemudian menghembuskan pelan. Jujur dia sedikit Nervous. Karena pertama kali akan berdiri di depan para tamu undangan dan para pengusaha besar ternama.

Ana bangkit berdiri berjalan menuju ke arah podium. Sorotan kamera dan semua mata memandang padanya ketika ia menuju podium. Termasuk mata elang Arley. Karena dia sama sekali tidak tahu sosok karyawan yang telah memberi kontribusi besar pada perusahaan itu.

Arley terkejut setelah melihat wajah sang pemenang pembangunan proyek menara X yang memberikan kontribusi besar pada perusahaannya.

Seulas senyum menghiasi wajah tampannya.

"Tuan Altezza, ternyata Arsitektur anda masih sangat muda. Dia sangat berbakat dan cerdas. Dan lebih dari itu, dia sangat cantik." kata beberapa tamu dan rekan bisnisnya.

Arley tersenyum penuh arti menanggapi pujian tersebut tanpa lepas menatap Ana yang telah berdiri di atas panggung.

Ana segera berdiri di podium. Menenangkan diri sejenak, mengatur nafas sambil berdoa di dalam hati.

"Assalamualaikum wr wb, selamat malam untuk kita semua." sapa Ana ramah dengan senyuman di wajah.

Para hadirin segera membalas sapaannya.

"Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan kemenangan ini kepada kami. Berkat campur tangan darinya___ sehingga kita mendapatkan proyek ini. Kemenangan ini adalah kemenangan bersama dan merupakan kerja keras tim yang bekerja siang dan malam tanpa menyerah." kata Ana kembali.

Terdengar tepukan keras dari seisi ballroom.

Kembali terukir senyuman di wajah Arley mendengar setiap kata katanya. Matanya tak lepas menatapi sosok tubuh gadis itu, dari kaki jenjang indah, hingga ujung rambutnya.

Selanjutnya Ana menjelaskan secara garis besarnya saja mengenai pembangunan

proyek tersebut.

Kembali terdengar tepukan dan pujian untuknya. Dan ucapan selamat pada sang pimpinan perusahaan Altez Company.

...Bersambung....

Visual

Arley Mahardika Altezza 28 tahun

Attilah Nasha Ardillah 22 tahun

Terpopuler

Comments

Aris Pujiono

Aris Pujiono

mampir sini ah

2022-04-03

0

🌻⃟MbaK_KuNt!🌞⃠

🌻⃟MbaK_KuNt!🌞⃠

Hwaiting Kk
Udh Ry favorite, Like n Komen
3 Cogan dan Ry mampir

2022-03-19

0

Your name

Your name

Soalnya hutang itu bisa saja seperti budi, apalagi sama orang yang akrab banget.

2022-03-06

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!