Ellena tentu saja nilai quiznya jelek. Karena ia banyak menghabiskan waktunya untuk menyanyi dari cafe ke cafe. Tabungannya menipis karena masa beasiswanya yang hanya setahun habis. Kini ia harus membayar biaya semester yang tidak sedikit. Mengandalkan uang dari hasil menyewakan rumahnya paling bisa untuk dua semester. Itupun untuk menyewakan rumah selama 2 tahun. Ia menyesal, tidak mengambil D3 saja. Ternyata untuk meneruskan S1 itu sangat berat biayanya. Tapi ia tak ingin mundur. Ia akan berjuang untuk pendidikannya.
Dalam sehari, Ellena menyanyi di tiga cafe. Ia lebih banyak mengambil job malam. Ia mengambil job nyanyi sampai pukul 02.00 dini hari. Tapi tidak setiap hari. Kadang hari yang lain hanya sampai pukul 23.30.
Walau kehidupannya sulit, tak terbersitpun keinginan untuk menempuh jalan pintas. Ada beberapa teman sesama penyanyi cafe yang menjadi sugar daddy ataupun wanita panggilan. Ellena mencoba bertahan dengan prinsipnya untuk mencari nafkah secara halal, walau berat.
Hari minggu ini Ellena manfaatkan dengan bekerja. Ellena sudah menjadi penyanyi tetap di 3 cafe dengan waktu yang berbeda. Hari minggu adalah waktu kosong. Kali ini ia manfaatkan untuk mencari tambahan penghasilan. Ia kemarin sudah mengajukan lamaran ke sebuah cafe di Kota Bandung. Ia mulai menyanyi pukul 09.00 sampai 11.00 bergantian dengan penyanyi lain.
Hari minggu memang biasanya cafe ramai pengunjung. Pengunjungnya ada yang sekeluarga ataupun bergerombol dengan teman-teman nongkrong.
Ellenapun bersiap menyanyi. Kostumnya Casual karena menyesuaikan dengan pengunjung yang memanfaatkan hari libur sebagai hari santai.
Lagu pertama, lagunya Taylor Swift yang berjudul Style dilantunkan Ellena. Pengunjung yang masih berdatangan dan masih belum fokus untuk menyimak penampillan Ellena.
Barulah pada lagu kedua, pengunjung mulai tenang. Duduk sambil menikmati hidangan dan lagu yang dibawakan Ellena. Lagu Everything I want you go berhasil membuat pengunjung ikut bernyanyi karena lagunya sudah sangat familiar dikalangan remaja.
Setelah lagu kedua, penyanyi lain di cafe itu giliran yang menyanyi. pengunjung cafe makin banyak hingga kursi terisi semua. begitupun area out doornya sudah dipenuhi pengunjung yang rata-rata datang bersama keluarga.
Hingga datanglah sekelompok pemuda masuk ke cafe. Tampaknya mereka dari kalangan berada. Terlihat dari penampilannya. Kursi dan meja cadangan pun dikeluarkan untuk duduk mereka. Tampaknya mereka pengunjung spesial.
Kini giliran Ellena menyanyi lagi. Lagu miliknya Judika, Aku yang tersakiti. Semua penonton menikmati penampilan Ellena. Sepasang mata salah seorang sekelompok pemuda itu menatap Ellena dengan lekat. Sekelompok pemuda itu tampak berbisik-bisik.
Lagu Dia milik Anji sukses dibawakan Ellena. Dilanjut lagu berikutnya, Perfect milik Ed Sheeran. Itu merupakan lagu terakhir Ellena, karena selanjutnya adalah penampilan penyanyi lain dan instrumen. Ketika lagu yang dinyanyikan Ellena berakhir, Ellena melangkah menuju ruang kantor Manager Cafe. Belum sampai ke kantor Manager Cafe, Bu Karin, Manager Cafe itu memanggilnya.
"Ada yang ingin bertemu denganmu. Cepatlah kau temui dia di privat room. Ayahnya bukan orang sembarangan. Jadi, kamu jangan asal bicara," kata Bu Karin.
Walau bingung, Ellena berjalan ke arah ruang yang ditunjukkan Bu Karin. Ruangannya agak jauh dari ruangan indoor. Ruangan itu agak terbuka dengan memperlihatkan pemandangan dari bawah ruangan itu, karena letak ruangannya berada di dataran tinggi.
"Permisi, Anda memanggil saya?" tanya Ellena dipintu yang terbuka. Tampaklah seorang Pria muda berkacamata sedang duduk memainkan ponselnya.
"Silahkan masuk," kata pria itu.
Ellenapun berjalan menghampiri pria itu. Ellena lalu duduk di kursi diseberang meja pria itu.
"Apa ada yang bisa saya bantu?" tanya Ellena penasaran.
"Namamu siapa?" tanya pria itu.
"Ellena. Teman-teman biasa memanggilku Ellen," jawab Ellena.
"Kamu tinggal dimana?"
"Aku kos di Dipati Ukur,"
"Kamu dari mana?"
"Aku lahir di Banten. Tapi orangtua berasal dari Sumedang."
"Sudah lama menyanyi di sini?"
"Kalau di Cafe ini baru hari ini. Saya biasanya nyanyi di tempat lain selain hari minggu," jawab Ellena.
"Apa ada kegiatan lain selain menyanyi?" tanya pemuda itu.
"Aku kuliah."
"Dimana?"
"Di Universitas U."
Pria itu mengangguk-angguk.
"Maaf, ada apa ya?" tanya Ellena.
"Tidak ada apa-apa. Aku cuma ingin mengobrol denganmu. Kamu mengingatkanku pada seseorang. Kamu begitu mirip."
"O ya. Siapa dia?"
"Dia.... Zifa. Kekasihku yang telah meninggal empat tahun lalu karena leukimia," pria itu terlihat sendu.
"Oh, maaf. Kalau wajah saya membuat anda jadi teringat pada kekasih anda," kata Ellena.
"Tidak apa-apa. Ngomong-ngomong, jangan terlalu formal, Panggil saja namaku, Zidan," kata pria yang bernama Zidan, "Aku kuliah di Kedokteran tingkat akhir di Universitas P."
"Wah calon Dokter dong ya," ucap Ellena.
Zidan hanya tersenyum. Selanjutnya obrolan demi obrolan mengalir dengan lancar. Seperti bertemu teman lama, Ellenapun tidak canggung berbincang-bincang dengan Zidan, karena Zidan enak diajak bicara. Kesan pertama melihat Zidan terlihat orang yang dingin. Tapi setelah berbincang-bincang kesan itu hilang. Zidan nyambung diajak bicara.
"Aku panggil Kang Zidan aja, bagaimana? Gak enak kalau panggil nama aja," kata Ellena.
"Aa aja," kata Zidan.
"Aa Zidan?" tanya Ellena. Rasanya terlalu intim panggilan itu.
Tapi ya sudahlah. Akhirnya Ellena menuruti kemauan Zidan.
Tak terasa sudah setengah jam mereka berbincang-bincang. Zidan melihat arlojinya.
"Sudah setengah jam. Maaf, telah mengganggu waktumu. Mmm .... bolehkah aku minta nomor ponselmu?"
Ellena diam, tampak berpikir.
"Ayolah. Aku tidak punya niat buruk. Aku mau berteman denganmu."
Ellenapun kemudian menyebutkan nomor ponselnya. Tak lama, ponselnya berbunyi.
"Itu nomorku. Simpan ya," kata Zidan.
Ellenapun menyimpan nomor Zidan di kontaknya. Sebelum pergi, Zidan menyelipkan beberapa lembar uang seratus ribuan pada tangan Ellena. Ellena kaget.
"Terimalah. Terimakasih sudah menemaniku mengobrol. Uang ini mungkin berguna untuk anak kos seperti kamu," kata Zidan.
Antara malu tapi mau, Ellena menerima uang itu. Lumayan juga untuk biaya hidup beberapa minggu ke depan.
"Kamu mau pulang sekarang?" tanya Zidan.
"Iya. Tapi aku mau menemui Manager Cafe dulu," kata Ellena.
"Baiklah, aku tunggu ya. Nanti aku akan mengantarmu pulang,"
"Terimakasih. Tidak usah. Nanti merepotkan. Aku bisa pulang sendiri," ucap Ellena.
"Tidak merepotkan. Aku senang melakukannya," kata Zidan.
Ellena pun pergi menemui Manager Cafe. Setelah selesai menerima honor, Ellena melihat Zidan masih berada di dalam cafe, menunggunya. Live musik sudah selesai. Di sana hanya ada para pengunjung cafe yang sedang mengobrol sambil menikmati minuman dan makanan.
"Sudah?" tanya Zidan.
Ellena mengangguk. Merekapun keluar cafe dan berjalan menuju mobil Zidan. Sebuah mobil B** klasik warna hijau. Zidan membukakan pintu untuk Ellena. Ellena pun masuk. Zidan kemudian masuk ke mobil dan mulai menjalankan mobilnya.
Mobil melaju dengan kecepatan sedang. Keduanya sama-sama diam.
"Kalau pulang ke Sumedang berapa minggu sekali?" tanya Zidan membuka percakapan.
"Aku tidak pulang-pulang. Aku sudah tidak punya siapa-siapa. Kakek dan Nenek yang merawatku dari kecil sudah meninggal. Rumah di Sumedang di kontrakan," jawab Ellena.
"Oh, maaf. Aku turut sedih. Jadi kamu hidup sendirian?" tanya Zidan lagi.
"Ya," mata Ellena berkaca-kaca.
"Jangan sedih ya. Mulai hari ini, ada aku yang akan menjagamu," kata Zidan sambil memegang tangan Ellena. Ellena tidak mengerti maksud Zidan. Ellena menarik tangannya.
"Maaf," ucap Zidan.
Ellenapun diantar sampai depan gang kosannya.
"Ellen, nanti malam ada acara tidak?" tanya Zidan sebelum mobilnya berlalu
"Aku nyanyi di Cafe X," jawab Ellena.
"Oke. Sampai jumpa," kata Zidan
"Sampai jumpa," jawab Ellena sambil melambaikan tangan. Mobil Zidanpun berlalu. Ellena segera berjalan masuk ke gang menuju kosannya.
******
Jam 19.30 Ellena sudah bersiap. Ia membawa kostum untuk dipakainya nanti di ruang ganti. Karena ia akan naik angkot. Lumayan untuk menghemat pengeluaran.
Di stop nya angkot yang lewat didepannya yang jurusan tempat tujuannya. Penumpang di dalam angkot tidak terlalu padat. Ellenapun naik angkot itu menuju Cafe X dengan naik 2 x angkot.
Setelah sampai, Ellena segera masuk ke Cafe itu. Ia menghubungi Manager Cafe X. Cafe X adalah cafe yang baru baginya. Sama seperti tadi pagi, malam senin adalah malam yang kosong dari jadwal rutin menyanyinya. Kini ia manfaatkan untuk menambah penghasilan buat bayar uang semester.
Ellena pun berganti baju. Di ruang ganti sudah ada dua orang wanita yang sedang merias diri.
"Hai, baru ya?" tanya salah satu diantara mereka. wajahnya terlihat ramah.
"Iya. Baru nyanyi di sini," jawab Ellena.
"Namaku Via. Dan itu temanku, namanya Yessy," kata wanita bernama Via.
"Aku Ellen," ucap Ellena.
"Udah lama menyanyi?" tanya Via lagi.
"Sudah dua tahun lebih," jawab Ellena.
"Penyanyi sekarang, terlalu mudah prosesnya. Aku dulu beberapa bulan menyanyi cuma dikasih minum aja honornya," kata wanita yang bernama Yessy.
"Ya berbeda dong Yess. Jaman telah berubah. itu beberapa tahun yang lalu. Kini orang lebih menghargai seni," timpal Via. Benar saja Wanita bernama Via itu orangnya baik, sedangkan temannya yang bernama Yessy judes.
"Tuh musik udah bunyi. Ayo kita ke sana,"ajak Via. Via terlihat dewasa usianya sekitar 25 tahun.
Mereka bertigapun keluar dari ruang ganti.Berjalan beriringan menuju panggung kecil. Disana sudah ada Keyboardis
Penampilan pertama dan kedua oleh Via dan Yessy. Ellena tampil ketiga. Ellena menyanyi lagu Dance monkey. Semua orang menggoyang-goyangkan kepalanya menikmati lantunan lagu yang dinyanyikan Ellena.
Penampilan 3 orang penyanyi itu begitu memukau. Hingga tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 23.30. Acara live musik di Cafe X berakhir. Semua pengunjung Cafe merasa terhibur dengan puas.
Ketika akan pulang, Ellena dihampiri seorang Pria paruh baya, gendut, hitam, berkepala plontos.
"Neng geulis. Ikut Bapak yuuk!" katanya
"Kemana Pak?" tanya Ellena curiga.
"Ke Hotel. Neng mau apa? Mau mobil, mau rumah, mau uang yang banyak?" kata pria itu. Pria itu memandang dengan penuh nafsu.
Ellena mengerti. Ia segera ambil ancang-ancang untuk berlari.
"Tidak Pak. Terimakasih," Ellena segera ambil langkah seribu. Si Bapak berkepala plontos itupun mengejar Ellena.
Ellena bingung. Untuk berlari terus ke jalan raya, jauh. Takut tertangkap. Ia harus bersembunyi. Akhirnya ia melihat sebuah mobil A****a yang terbuka bagian belakangnya. Tampak karyawan Cafe bolak balik memasukkan barang ke dalam bagasi mobil itu. Ketika Karyawan itu pergi mengambil barang lagi, Ellenapun masuk dari belakang. Dengan melewati jok mobil belakang, akhirnya Ellena dapat bersembunyi di bawah jok belakang.
Pria paruh baya itu tampak celingak celinguk kebingungan mencari Ellena yang menghilang. Akhirnya pria itupun pergi entah kemana.
Sementara itu, oleh karyawan Cafe itu, pintu bagasipun ditutup. Terdengar suara orang sedang berbicara. Lalu mobilpun dijalankan.
Ellena yang kelelahan tertidur di mobil ketika sedang bersembunyi. Ia tak terasa mobil sudah melaju menuju rumah pemilik kendaraan itu.
******
Pagi harinya Pemilik kendaraan memeriksa barang yang dibawa oleh anak buahnya tadi malam. Ketika Ia sedang menurun-nurunkan barang, Ia mendengar dengkuran halus di jok belakang. Pemilik mobil itupun membuka jok dekat pintu untuk melihat ada siapa di bawah jok belakang.
"Astagfirullah, hei, siapa kamu!" pemilik mobil terkejut melihat seorang wanita tertidur meringkuk dibawah jok belakang. Mukanya tidak terilhat karena ditutupi tas.
Wanita itupun terkejut mendengar bentakan seorang pria. Ia segera bangun dan merapikan rambutnya dan mengelap mukanya dengan sapu tangan.
"Kamu?" pemilik mobil tampak terkejut melihat siapa yang tertidur semalaman di mobilnya.
"Bapak?" Wanita itupun terkejut melihat pemilik mobil itu. Hatinya kelabakan pagi-pagi bertemu orang itu.
"Kamu sedang apa di mobilku? Semalaman kamu tertidur di dalam mobil. Untung tidak bocor gas di mobil ini," kata orang itu yang ternyata Pak Devta, Dosen Ellena!
"Aduh, maaf Pak! Semalam, habis nyanyi di Cafe, saya dikejar Bapak-bapak mesum. Jadi saya sembunyi di mobil ini yang dalam keadaan terbuka," Ellena malu sekali sudah membuat ulah pagi-pagi. Mana bangun tidur, ketemu Pak Dosen tampan itu.
Dengan perasaan malu dan bersalah, Ellena keluar dari mobil itu.
"Sekali lagi, maaf, Pak! Saya permisi pulang," kata Ellena dengan muka merona. Ingin rasanya masuk ke lubang bawah tanah untuk menyembunyikan dirinya.
"Hei tunggu, Ellen! Biar Bapak antar!"
"Tidak usah, Pak! Terimakasih!" jawab Ellena sambil berlari keluar dari garasi rumah Pak Devta.
Sial! Mana pagi ini ada kuliah Pak Devta lagi! Waduh rasanya tidak sanggup bertemu Pak Devta. Mau ditaruh dimana mukaku? Bisa-bisanya aku tertidur sewaktu bersembunyi tadi malam. Ellena merutuki dirinya sendiri yang ceroboh.
Ellena segera menyetop angkot kemudian naik. Angkotpun melaju menembus dinginnya pagi di Kota Bandung.
"Selamat pagi!" Sapa Dosén yang masuk ke kelas Ellena.
"Selamat pagi Paaak!" jawab para Mahasiswa kompak.
"Hari ini apa sudah siap mengikuti perkuliahan saya?" tanya Dosen itu yang ternyata Pak Devta.
"Siiiaaap, Pak," jawab para Mahasiswa.
"Ellena, kamu sudah siap?" tanya Pak Devta.
Ellena malu sekali. Seolah-olah Pak Devta meledeknya.
"Siap, Pak," jawab Ellena pelan.
"Ehem, ehem...., saya tidak ditanya Pak?" tanya Doris usil.
"Kamu nanti ditanya untuk menjawab soal," ujar Pak Devta. Semua tertawa. Doris menggaruk-garuk kepalanya.
"Hari ini Saya harap, semua fokus. Hape disimpan, di silentkan. Tidak boleh ada yang ngobrol atau diskusi. Diskusi nanti ada waktumya. Juga tidak boleh ada yang melamun. Supaya kalian semua mengerti apa yang saya terangkan," kata Dosen itu.
Ellena bagai tersindir mendengarnya.
*
*
*
*
*
HAPPY READING READERSKUH!
Berikan Vote, komen dan likemu. Karena sangat berarti buat Author. Biar rajin dan semangat up.
Lope, lope deh buat para readerskuh!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments
RN
like rate favourite
ditunggu mampir kk ke totok pembangkit y
2021-06-07
0
@aini*_Thalita
semangat Thor
salam kenal dari Carlos'Revenge
2021-05-03
0
Sam Zahir
Lanjut thor dan tetap semangat
2021-03-09
1