"Alvi?" gumamnya.
Pria usia lima puluhan dengan kacamata hitam menutupi garis kerut di pelipis matanya itu kembali keluar dari mobilnya.
"Ada apa Bi?" tanya Kemal heran dari dalam mobil.
Seperti seorang pemburu mencari rusa di tengah hutan, pria yang Kemal panggil BiQi itu mengedarkan pandangan mencari sosok pemilik nama yang mampu membuat jantungnya seakan berhenti berdetak.
"Apa dia juga disini Jun?" tanyanya pada mantan sopir pribadinya yang sekarang menjadi sahabat karibnya.
"Lilin nggak ngomong apa-apa, cuman katanya hari ini putri semata wayang Alvi pulang dari Jakarta, Bae." Jun gagap.
"Kamu nggak sedang nyembunyiin sesuatu kan?" selidik Bae dengan nada penuh penekanan.
Seolah mengerti siapa yang sedang dibicarakan oleh BiQi dan Om Jun nya, Kemal juga ikut keluar dari mobil.
"****! Jadi benar wanita berkerudung yang sedang berpelukan dengan putrinya tadi itu Mami!" umpatnya. Meninggalkan raut wajah heran dari Bae, Kemal berlari menghampiri tempat tadi di mana dia melihat wanita yang dia maksud.
Nihil. Terlambat. Kemal mengusap wajahnya kasar. Dia geram, bagaimana dia bisa melupakan wajah wanita yang selama ini datang dalam mimpinya, hanya karena penampilannya berubah?
"Apa kamu yakin itu dia?" tanya Bae dengan nafas tersengal karena berusaha mengejar putranya.
"Aku yakin itu Mami, Bi." ucap Kemal geram. Dia tinjukan kepalan tangannya ke udara, dan menghentakkan kakinya kesal.
"Ayolah naik! Sebelum ada yang mengenal siapa kalian." Jun dari dalam mobil. Tanpa berdebat, Ayah dan anak itu menuruti perintah Jun.
"Minumlah Bi! Di usia BiQi sekarang, udah nggak bagus lagi buat lari mengejar masa lalu." Kemal menyodorkan botol air minum Hidrogen yang ada di samping ranselnya.
Bae meneguk air yang disodorkan Kemal sambil tersenyum kecut. "Dia nggak pernah jadi masa laluku. Sampai kapanpun dialah masa depanku." Bae mantap. Mata di balik kacamata hitam itu menerawang jauh, sejauh angannya yang mungkin selamanya hanya menjadi bayangan.
...*****...
"Aku mencintaimu sayang ...." lirih suaranya di sela desah kenikmatan. Dia telusuri setiap inci dari tubuh halal yang dia miliki dengan bibirnya.
"Alvi tau itu Mas ...." ucapnya dengan menahan erangan dari sentuhan yang membuatnya ketagihan. Liukan tubuh yang menjadi luapan rasa kenikmatan yang dia rasakan, semakin membuat pria yang dia panggil Mas itu bersemangat. Gesekan hangat ini selalu dia nantikan.
"Jangan pernah takut sendiri sayang. Kamu kuat, ada atau tiada diriku." Dia rebahkan tubuhnya di samping tubuh wanita halal yang sudah dia nikahi selama tujuh tahun, setelah mengecup kening sang istri sebagai ucapan terima kasih karena telah memberikan haknya.
Tubuh mungil itu meringsek dalam pelukan tubuh kekar sang suami. Menjadikan lengan kekar itu bantal penyangga lelahnya. Melingkarkan satu tangannya memeluk tubuh yang selalu memberinya cinta.
"Alvi mohon, jangan pernah tinggalkan Alvi. Terus cintai Alvi seperti ini Mas ...." pintanya dengan nada manja. Dia pejamkan matanya saat sekali lagi kecupan hangat itu mendarat di keningnya.
'Tok tok tok tok'
Suara ketukan pintu itu membangunkannya. Membuyarkan semua mimpi bersama kekasih halalnya. Alvina masih enggan membuka mata, bahkan dia takut untuk itu. Dia takut dunia akan menertawakannya.
Sudah delapan belas tahun rasa cinta yang hadir setelah ditinggalkan itu masih ada. Bahkan semakin membuncah. Tak terbendung oleh jiwa karena raga selalu mendamba. Setiap sentuhan cinta penuh kehangatan yang pernah dia dapatkan.
Alvina wanita normal, dia bukan pelacur hanya karena dia selalu mendamba ******* dalam sentuhan di setiap malamnya. Dia bisa mendapatkannya dengan memilih pria lain menjadi pemuas nafsunya, tapi sekali lagi perasaan ini bukan ******. Namun, rasa cinta berbalut kerinduan.
Kenapa dia terlambat menyadari perasaan ini? Rasa cinta yang sesungguhnya, yang tak dia dapatkan sebelumnya. Cinta penuh keikhlasan dan ketulusan serta kenyamanan. Baru sekejap dia mendapatkannya dan mulai ingin membalasnya, tapi yang mencintai meninggalkannya.
'Tok tok tok tok'
"Mami ... Mami masih tidur? Ada Bunda Lilin di bawah."
Alvina membuka matanya. Dia raih rompi panjang untuk menutupi tubuhnya. Sekali lagi dia meraup wajahnya, mengembalikan kesadaran yang masih tertinggal di alam bawah sadarnya.
"Kenapa Lilin seperti orang lain saja?" ucap Alvina. Saat dia membuka pintu, Dhira langsung menyerangnya dengan pelukan dan ciuman di pipi.
"Pagi Mami ...."
"Pagi sayang." Alvina membalas ciuman Dhira. "Semalam di minta nemenin Mami tidur, nggak mau. Sekarang tingkahmu kayak anak kucing minta nen*n."
Dhira mencabikkan bibirnya. "Habis sarapan, jalan-jalan yuk Mi ...." pinta anak gadis Alvina itu.
"Mami mandi dulu sayang. Temenin Bunda ya ...." Sekali lagi kecupan Alvina berikan di kening putri semata wayangnya itu. Dhira mengangguk, setelah mendapatkan kecupan hangat itu, dia pergi melaksanakan perintah wanita yang melahirkannya.
Alvina menikmati guyuran air dari shower yang jatuh membasahi tubuhnya. Dia biarkan tetesannya seolah memijat kepala dan tubuhnya. Berharap setiap alirannya meluruhkan semua lelah yang dia rasa.
Delapan belas tahun status janda dia sandang. Berusaha tersenyum dengan segala cibiran yang datang. Namun, bukan Alvina jika dia mudah memalingkan rasa. Mungkin mudah membuatnya jatuh cinta, tapi saat cinta itu tertancap di dada, akan butuh waktu untuk menumpuk apalagi menggantikannya.
Alvina sudahi kegiatan membersihkan dirinya. Menggunakan bathrobe berwarna biru, dan handuk di kepala dia keluar dari kamar mandi.
"Mas Jun bilang ...."
"Astaghfirullah!" Tubuh Alvina berjingkat. "Kamu membuatku kaget, Lin. Usiaku udah nggak muda lagi, kalau aku jantungan gimana?" seru Alvina dengan memegang dadanya.
Dia lepas handuk di kepalanya lalu merebahkan tubuhnya di atas kasur dengan membiarkan rambutnya terjuntai ke bawah. Caranya mengeringkan rambutnya masih sama. Lilin datang mendekati teman rasa saudaranya itu, dia gantung handuk yang di buang sembarang tempat lalu duduk bersila memangku bantal.
"Mas Jun bilang ...."
"Aku sudah tahu," sela Alvina cepat. "Bilang ke Mas Jun, biar kita ketemu karena Allah yang mempertemukan."
"Maksud kamu?" Lilin menggabungkan alisnya.
"Delapan belas tahun, aku menyembunyikan diriku dari dunia bahkan dari diriku sendiri. Dan dengan delapan belas menit jika Bae memanggilku, aku harus datang? Nggak capek apa kalian minta ini ke aku berulang-ulang? Belum ada yang bisa gantiin Mas Rizal di sini." Alvina menunjuk ke arah dadanya.
"Kamu ngomong apa sih? Dengerin dulu aku ngomong!"
Alvina melirik ke Lilin.
"Mas Jun bilang, Bae kemarin pulang bareng Kemal."
Mendengar nama putra yang pernah dia besarkan selama tujuh tahun, spontan Alvina terduduk. Betapa sosok pemilik nama itu masih dia rindukan.
"Kemal? Kamu serius?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 71 Episodes
Comments
💖 Masitah Azzahra 💖
semangat mbak sita 😍😍😍
2021-08-16
1
°𝓢𝓽𝓻𝓪𝔀ʙᴇʀʀʏ🍓
baca sampe sini agak bingung mungkin aku masih ngantuk heheh🤭
2021-07-31
1
mutoharoh
Ceritanya bagus kak 😍😍😍😍
mampir juga yah
2021-06-23
3