Selesai mengantar Andi sampai depan rumahnya Erwin melanjutkan laju kendaraannya, sesuai rencana mereka akan langsung ke rumah Erwin makan malam bersama Mama, Papa dan adik Erwin.
"Adik kamu orangnya asik ga Win?" tanya Enji pada Erwin beberapa saat setelah keluar dari komplek perumahan Andi.
"Kamu sudah kenal kan waktu di acara pernikahan Kiki? Mereka pernah sekelas waktu SMA. Bahkan pernah bermain bersama, tapi entah kenapa saat terpisah kelas komunikasi mereka terputus." Jawab Erwin tetap fokus mengemudi.
"Iya kemarin sempat kenalan tapi ga sempat ngobrol, cuma salaman aja kan. Lagian aku belum terpikir untuk lanjut lebih serius dengan kamu saat itu. Jadi tak berusaha mendekat dengan keluarga kamu."
"Jadi kamu mulai berpikir untuk serius dengan aku tuh kapan?"
"Saat melihat mama yang selalu bersemangat meminta kamu mengajak aku bergaul dengan teman-temanmu. Dan juga papa yang memilih meja duduk bersama dengan kalian. Biasanya mereka selalu hati-hati dalam memilih teman atau partner bisnis."
"Bukan karena wajahku yang tampan ini ya?" Erwin menyugar rambutnya, berusaha menunjukkan ketampanannya. Enji tersenyum tipis.
"Kalau sekedar mencari suami tampan mungkin yang lebih dari kamu sudah kujadikan suami dari dulu."
"Ck.. kamu belum terlalu memperhatikan aku. Yang kamu bilang lebih tampan itu ga ada apa-apanya dibanding aku. Coba lihat aku lebih lama, dekatkan wajahmu supaya kamu bisa lebih meresapinya."
"Ah akal-akalan kamu kan supaya kalau aku mendekat nanti kamu menciumku." Enji mendengus kesal, mencurigai Erwin bakal modus.
"Mana aku berani, kita sedang dalam pengawasan mama papamu."
"Begitu aja takut." Enji mendekat lalu mengecup pipi Erwin, membuat badan Erwin sedikit menegang, seperti ada sengatan listrik yang mengalir diseluruh tubuhnya, seketika jantungnya berdebar keras.
"Kamu..." Erwin tak bisa melanjutkan kata-katanya.
"Kamu belum pernah dicium wanita. Kenapa jadi tegang begitu." Enji tertawa sambil mengusap pipi Erwin yang tadi diciumnya.
"Nji, jangan macam-macam. Aku sedang menyetir." Erwin memperingati Enji. Jantungnya masih berdegup dan pasti lebih kencang dari biasanya.
"Aku membersihkan bekas ciumanku win, kamu mau kupeluk?" Enji menggoda Erwin sambil tertawa.
"Kamu agresif sekali, malu-malu lah sedikit, seperti wanita pada umumnya."
"Kamu suka yang malu-malu Win?, baiklah aku akan malu-malu."
"Bukan begitu, aku suka kamu apa adanya, tapi kalau kamu seperti ini aku khawatir akan melewati batasanku. Sabarlah sedikit, supaya aku tetap baik dimata orang tuamu."
"Hmm kamu Jaga image?" Enji terkikik melihat reaksi Erwin.
"Ya dan aku Jaga iman juga." jawab Erwin tegas.
"Ah Win aku jadi sayang sama kamu." Enji menyandarkan kepalanya dibahu Erwin. Nyesss apa ini? seperti ada hawa sejuk dihati Erwin.
"Kamu Nji." Erwin mencubit pipi Enji gemas.
"Kamu percaya sekali sama aku. Mungkin aku tak sebaik yang kamu kira." lanjutnya mengacak poni Enji dan membiarkan Enji bersandar dibahunya.
"Bagaimana perasaanmu dengan Sheila Win? apa setelah kita menikah dia akan tetap ada dihati kamu?" tanya Enji dengan posisi yang tidak berubah. Tak mengherankan jika Enji tau tentang Sheila, seperti pak Burhan, informan Enji pun dimana-mana.
"Kenapa bahas Sheila?"
"Aku ga mau ada wanita lain dihati kamu. Cukup aku saja mulai hari ini dan seterusnya.
"Dia hanya mampir dan sekarang sudah pergi."
"Mungkin aja akan datang lagi?"
"Saat itu hatiku sudah terisi penuh oleh kamu, rasanya ga akan muat lagi." jawab Erwin membuat Enji tertawa.
"Hmm bisa gombal juga kamu." Enji menarik badannya menjauh dari Erwin kemudian merapikan rambutnya yang sedikit berantakan.
"Aku ga gombal ish..." Erwin mendengus kesal.
"Yaaa.. Kita lihat aja nanti kalau dia datang. Kamu kan bertahun-tahun pengagum gelapnya, sepertinya aku khawatir."
"Ck.. kamu tuh lucu, cemburu untuk suatu hal yang belum terjadi." Erwin menghentikan kendaraannya tepat didepan rumah bertingkat dua. Tak sebesar rumah Enji tapi terlihat asri dan nyaman.
"Aku ga cemburu Win," Enji menyangkal ucapan Erwin.
"Aku cuma ga mau ada wanita lain setelah kita menikah. Kalau masih ada yang mengganjal, lebih baik kamu selesaikan dari sekarang. Karena nanti urusanku sama Leo mantanku, kamu yang akan menyelesaikan, itupun kalau dia masih menggangguku."
"Baiklah nona. Yuk turun, itu mamaku sudah menunggu." Erwin menunjuk wanita paruh baya yang sedang duduk di teras rumah.
Mereka turun dari mobil dan segera masuk menghampiri mama Erwin.
"Ma, kok sendirian disini. Papa sama Pipit mana ma?" tegur Erwin sambil menyalami mamanya diikuti Enji yang juga menyalami Wiwiek mama Erwin.
"Ini Enji ya, mama nunggu kalian dari tadi, Yuk masuk kita makan bersama, papa sama pipit sudah dimeja makan." Rupanya Wiwiek tak sabar menunggu anak dan calon menantunya.
Tadi Erwin sudah berkirim pesan bahwa ia akan mengajak Enji mampir ke rumah dan Permana juga sudah menceritakan rencana perjodohan Erwin dan Enji. Bagi Wiwiek tak masalah, selama anaknya suka dan bahagia, ia akan selalu menerima pilihan anak dan suaminya.
"Kamu sudah lama kenal Erwin, Nji?" tanya Wiwiek pada Enji saat menuju meja makan.
"Kurang lebih satu bulan tante. Om, hai pit" Enji menyalami Permana dan Pipit, lalu dengan senyum jenaka miliknya ia menjawab pertanyaan Wiwiek. Permana dan Pipit pun balas menyalami sambil tersenyum ramah sementara Wiwiek menarik bangku untuk Enji, tepat disebelah Erwin yang sudah duduk terlebih dulu.
"Tuh Pit, Enji baru kenal abangmu satu bulan, sudah berani memutuskan untuk menikah." kata Permana pada Pipit, dibalas pipit dengan mencebikan mulutnya.
"O iya Pa, Ma langsung saja lamar Enji ke Pak Burhan, sepertinya seminggu setelah aku wisuda waktu yang tepat untuk kami menikah." kata Erwin tiba-tiba membuat semua yang dimeja makan terbengong tak percaya. Enji tampak santai saja.
"Bukannya tadi kamu minta waktu untuk saling mengenal dua minggu?" tanya Permana heran.
"Dua jam rupanya cukup pa." jawab Erwin terkekeh.
"Buru-buru amat lu bang. Kaya ngejar setoran." celutuk Pipit sambil menyendokkan nasi kepiringnya. Erwin tak menanggapi celutukan adiknya.
"Pit, Enji temannya Kiki juga." katanya pada Pipit.
"Ya pastilah, Kiki kan istrinya Reza, pasti Enji akan berteman dengan Kiki."
"Kamu juga temannya kan pit?" tanya Enji
"Ya kami sempat akrab, saat terpisah kelas komunikasi pun terputus."
"Kenapa begitu?"
"Dulu pikiran kita masih kekanak-kanakan, aku berisik, Kiki pendiam, ya ga satu frekuensi jadinya."
"Teman kamu yang lain juga menghilang, Vivi dan Rina. Berarti masalahnya ada dikamu" Erwin mengolok adiknya.
"Hmmm Vivi sama Rina terlalu sering bikin masalah. Mungkin itu juga yang membuat Kiki dan Cindy menjauh." kata Pipit santai.
"Oh iya kamu kenal Cindy juga ya aku lupa, Andi sepertinya akan melamar Cindy." Erwin terkekeh menceritakan sahabatnya.
"Hmm kalian berlomba untuk menikah muda ya." kata Pipit menggelengkan kepalanya.
"Papa aku belum mau menikah. Paling ga tunggu aku tamat kuliah baru jodohkan aku dengan pria yang papa sebut tadi." Cindy bernegosiasi dengan Permana. Sebelum Erwin datang tadi, Permana menyampaikan keinginan sahabatnya untuk mengenalkan Pipit dengan putranya.
"Siapa pa?" tanya Erwin ingin tahu. Mereka mulai melahap makanan yang tersaji dimeja makan.
"Anak teman papa yang di Perth, namanya Leo." jawab Permana setelah makanan dimulutnya terkunyah dan tertelan dengan sempurna.
"Leo !!!!????" Teriak Erwin dan Enji berbarengan. Permana tertegun dibuatnya.
"Kamu kenal?" tanya Permana kemudian.
"Siapa nama sahabat Om?" tanya Enji ingin tau, berharap yang dimaksud Permana bukan Leo yang sama.
"Lusinto Wijaya." jawab Permana tegas. Enji segera meneguk air minum didepannya. Melihat gelagat Enji, Erwin sudah bisa menebak bahwa Leo yang dimaksud adalah orang yang sama, Leo mantan pacar Enji.
"Aku kenal om, dia mantan pacar aku." jawab Enji jujur apa adanya tak ingin menutupi.
"Ga masalah kan, toh kalian sudah putus. Apa kamu keberatan?" tanya Permana pada Enji.
"Kami sudah putus lama, aku ga masalah, ga tau Leo, Erwin atau Pipit. khawatir nanti mereka yang bermasalah." Enji tersenyum menatap Erwin dan Pipit bergantian.
"Sudahlah Pa, tolak aja langsung, bilang aku sudah punya calon pilihan aku sendiri." sahut Pipit yang dasarnya memang tak mau dijodohkan.
"Lusinto sudah tau tentang kamu Pit." jawab Permana terkekeh.
"Papa jangan bilang kalau aku akan menikah dengan Enji Pa, jangan bahas juga perjodohan ini." kata Erwin cepat.
"Kenapa?"
"Ah papa..." Erwin tak meneruskan kalimatnya.
"Rumit sekali, jangan ada Leo diantara kita." kata Pipit lalu meninggalkan meja makan karena piringnya sudah kosong.
"Hei Pit, Leo itu teman kecil kamu. Dia ganteng sekarang." teriak Permana membuat Pipit kembali duduk di Meja makan.
"Tapi dia mantannya Enji, nanti aku yang repot pa." sungut Pipit.
"Dia belum lihat kamu sekarang. Kamu tak kalah cantik dengan Enji." Permana terkekeh mengacak rambut putrinya, sedangkan Wiwiek hanya menyimak.
"Pipit ga lebih cantik dari masa kecilnya pa. Bahkan sepertinya dulu jauh lebih cantik." kata Erwin menggoda Pipit, langsung saja tisu dimeja makan melayang ke wajah Erwin. Permana dan Wiwiek menggelengkan kepala melihat kekisruhan yang ada.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 92 Episodes
Comments
auliasiamatir
aku hadir lagi membawa like Thor
2021-04-15
0