Bab 4

"Berani sekali kamu menghina Ibumu didepan Ayah. Apa ini yang diajarkan oleh Leny kepadamu? Dasar anak kurang ajar," Ayah Lidya memaki Lidya.

"Wanita ini bukan Ibuku. Dan asal Ayah tahu, Ibuku mengajari sopan santun. Bersikap sopan kepada orang tua. Tapi sikap yang kurang ajar seperti ini, tidak akan pernah ku diamkan," ucap Lidya.

"Lidya, Ayah sudah menikah dengannya. Dan secara otomatis dia menjadi Ibumu," ucap Ayah Lidya.

"Kalau Anda memang Ayah saya, maka Anda tidak akan melakukan hal ini. Mulai sekarang, di detik ini juga. Aku Lidya tidak lagi menganggap Anda sebagai Ayah saya. Dan mulai detik ini juga, kita tidak memiliki hubungan apa apa, selain hubungan darah," ucap Lidya.

"Lidya," Ayah Lidya mengangkat tangannya ingin kembali menampar Lidya.

"Ada apa? Anda ingin menampar saya? Silahkan, tampar saja. Tampar ini, tampar," Lidya menampar pipinya dengan tangan Ayahnya.

"Sudah puas?" Tanya Lidya.

Ayah dan Ibu tirinya itu melenggang pergi dari hadapan Lidya.

Saat itu juga air mata Lidya turun. Ia tidak sanggup lagi menahan sesak di dadanya.

Lidya berlari naik keatas rooftop rumahnya.

Ia memegang pagar pembatas di rooftop.

"Ah..." Lidya berteriak sekencang kencang mengeluarkan segala sesak di dadanya.

Dan mulai saat itulah Lidya mengalami depresi yang mendalam.

Bukan hanya sekali, tapi puluhan kali. Lidya sudah berusaha untuk bunuh diri. Tapi tetap saja ia selalu selamat.

Kejadian yang dialami Lidya tersebut membuatnya mengalami depresi berat. Mengubah sikap Lidya yang awalnya terbuka, mudah bergaul, ceria, dan selalu membuat orang bahagia menjadi tertutup, cuek, bermuka datar, dingin. Seperti itulah.

Flashback off*

Seperti itulah kejadiannya ya, guys. Jadi di novel kali ini tidak ada misteri, ok.

***

"Gak baik melamun di kuburan. Nanti kesurupan, loh" ucap seorang pria dengan memegang bahu Lidya.

Segera saja Lidya melirik kearah orang yang menggangunya.

"Wah... namanya Kelvin, sama sepertiku," ucap orang itu yang bernama Kelvin. Tapi bukan Kelvin kekasih Lidya.

"Kenapa Anda ada disini?" Tanya Lidya to the point.

"Astaga, Nona. Bisa tidak basa basi dulu. Seperti selamat pagi, selamat siang, halo, Hay, Kelvin, Kelvin kamu tampan banget," ucap Kelvin memperagakan nada bicara seorang gadis.

Lidya bangkit dari duduknya, membuat Kelvin ikut ikutan bangkit.

Lidya berjalan keluar dari tempat pemakaman.

"Lidya, kamu pulang naik apa?" Tanya Kelvin.

"Bukan urusan Anda," jawab Lidya.

"Kalau kamu tidak punya kendaraan, ikut saja denganku," tawar Kelvin.

"Terima kasih, tapi saya tidak perlu," ucap Lidya.

"Astaga, Nona. Jangan dingin dingin amat dong sama saya. Aku ini pria baik baik dari keluarga terpandang. Jadi kamu bisa percaya padaku," ucap Kelvin.

Lidya mempercepat langkahnya. Dan menggunakan ojek untuk pulang ke rumah. Jiak dia bersikeras untuk tetap jalan kaki. Maka akan berakhir dengan duduk di mobil milik Kelvin yang merupakan orang asing bagi Lidya.

Kelvin yang melihat bagaimana cara Lidya berusaha menghindar darinya hanya bisa tersenyum sambil menatap kepergian Lidya.

***

Sesampainya di rumah, Lidya langsung masuk ke dapur untuk memasak untuk makan siangnya.

Lidya berkutat dengan dapur cukup 30 menit. Karena makanan yang dia buat hanyalah untuknya seorang.

"Lidya," panggil Ibu tiri Lidya yang membuat konsentrasi Lidya terpecah saat melakukan penyajian.

"Hmm," balas Lidya acuh tak acuh.

"Bersiap siaplah, nanti malam kita akan kedatangan tamu," ucap Ibu tiri Lidya.

"Itu tamu Anda bukan tamu saya," balas Lidya.

Lidya mengambil piringnya dan berjalan menaiki tangga.

"Lidya, mereka adalah teman Ibumu. Kalau kamu tidak ingin menemui mereka, itu artinya kamu tidak menghargai Ibumu," ucap Ibu tiri Lidya dengan sedikit berteriak agar Lidya dapat mendengar yang dia ucapkan.

Ibu tiri Lidya sengaja menggunakan nama Ibunya Lidya. Karena itu satu satunya cara untuk membujuk Lidya.

Sesaat Lidya berhenti melangkah. Tapi setelah beberapa detik, Lidya melanjutkan langkah kakinya.

Setelah masuk kedalam kamar, seperti biasa Lidya mengunci pintu.

Lidya duduk di sofa yang ada di kamarnya. Ia makan seraya menatap foto Ibu dan kekasihnya yang terletak di meja sofa.

"Ibu, apa benar yang akan datang adalah teman mu? Apa aku harus menemui teman mu itu? Atau apa boleh aku tidak menemui mereka? Tapi kalau Ibu menyuruhku menemui mereka, aku pasti akan menemui mereka. Walau sebenarnya aku tidak suka bertemu siapa siapa sekarang," ucap Lidya.

Tak terasa waktu cepat berlalu. Sekarang sudah pukul 20.00.

Dengan kaos putih dan celana hitam panjang, Lidya turun kebawah.

Ternyata di ruang tamu sudah ada tamu yang ditunggu oleh Ayah dan Ibu tiri Lidya.

Lidya berjalan ke arah dapur dengan teko kaca ditangannya. Ia menuangkan air minum ke dalam teko kaca miliknya itu.

"Eh, Lidya," ucap Ibu tiri Lidya.

"Kamu kok pakai baju kayak gini. Kan tadi aku dah bilang untuk bersiap siap," ucap Ibu tiri Lidya sok manis.

"Bagaimana pun saya berpakaian, itu urusan saya bukan urusan Anda," ucap Lidya dingin.

Ibu tiri Lidya berusaha keras menahan kekesalannya, agar Lidya mau menemui tamunya.

"Katakan apa yang Anda inginkan?" Tanya Lidya yang tak ingin basa basi.

Bukannya menjawab, Ibu tiri Lidya malah menarik tangan Lidya menuju ruang tamu.

"Perkenalkan ini putriku, Lidya" ucap Ibu tiri Lidya.

"Saya bukan putrimu," ucap Lidya.

"Sudah sudah, duduklah dulu," ucap Ayah Lidya menengahi.

Lidya memilih duduk di sofa yang diperuntukkan untuk satu orang.

"Putri kalian cantik sekali," puji seorang wanita.

"Terima kasih Nyonya Dirga," ucap Ibu tiri Lidya.

Dirga? Apa mungkin dia-?

Lidya mencoba menerka nerka dalam hati. Ia mendongakkan wajahnya menatap tamu tamu orang tuanya.

Saat melihat siapa tamu orang tuanya, wajah Lidya berubah kecewa.

Awalnya ia sempat berpikir bahwa yang menjadi tamu orang tuanya adalah orang tua Kelvin Dirga, kekasihnya yang telah tiada.

Tapi kekecewaannya itu berubah menjadi keterkejutan saat melihat wajah seseorang yang duduk ditengah tengah wanita yang disebut Nyonya Dirga dan seorang pria yang mungkin adalah suami Nyonya Dirga.

Lidya mengerutkan kening menatap orang itu yang juga menatapnya sambil tersenyum lembut.

"Sebenarnya ada apa Anda sekalian datang kemari?" Tanya Lidya yang lagi lagi to the point.

"Lidya," Ayah Lidya melotot kan matanya mendengar pertanyaan lancang Lidya.

Yang seakan akan ingin mengusir para tamu.

"Lidya sebenarnya Ibumu memiliki wasiat terakhir. Dia ingin kamu menikah dengan anak sahabatnya," ujar Ayah Lidya.

Lidya tersenyum meremehkan ucapan Ayahnya.

"Anda tahu, Tuan. Saya tidak akan percaya dengan omongan palsu Anda. Kalau memang yang Anda katakan benar, tunjukkan surat wasiatnya. Lagian asal Anda tahu, saya mengenal semua para sahabat Ibunda saya," ucap Lidya dengan menekankan setiap kata katanya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!