Dibalik Semua Perubahan

Dibalik Semua Perubahan

Bab 1

Ditengah tengah taman dengan hujan lebat, berdiri seorang gadis yang tampak menatap ke langit.

Gadis itu tidak memperdulikan kesehatannya. Tidak perlu dengan suara petir yang bergemuruh.

Tidak sengaja lewat sebuah mobil mewah dengan seorang pria didalamnya. Pria itu tidak sengaja melihat kelakuan gadis itu.

"Aneh sekali. Kenapa gadis zaman sekarang bermain hujan, sudah besar tapi seperti anak anak? Apalagi ini hujannya lebat amat ditambah petir nya kencang banget lagi," gumam pria itu.

Pria itu memberanikan dirinya menghampiri si gadis dengan sebuah payung ditangannya.

"Hey Nona, apakah Anda tidak malu bermain hujan sudah dewasa?" Tanya pria itu.

Gadis itu tidak membalas si pria. Jangankan membalas menoleh saja ia tidak.

"Nona," pria itu memberanikan diri untuk menyentuh bahu si gadis.

Tiba tiba saja gadis itu menoleh dengan tatapan tajamnya yang seakan ingin menelan hidup hidup orang yang mengganggunya. Tapi si pria menghiraukan tatapan tajam gadis itu, ia lebih serius menatap mata merah gadis itu.

"Lihat itu matamu merah, sudah berapa lama kamu bermain hujan? Apa kamu tidak memikirkan orang tuamu?" Tegur pria itu.

Gadis itu hanya menatap pria tersebut dengan tatapan mata yang sulit diartikan. Baru kali ini ada seseorang yang berani menegurnya. Setelah hampir setengah tahun dia berdiri di tengah hujan. Pria inilah orang pertama yang menegur sikapnya.

"Apa peduli Anda?" Tanya gadis itu dingin.

"Nona, pulanglah. Nanti Anda bisa sakit," ucap pria itu lembut.

"Orang tua saya saja tidak memperdulikan saya, untuk apa Anda perduli," ucap gadis itu.

"Sebaiknya, Anda segera pulang atau kalau tidak orang tua Anda akan khawatir," ucap gadis itu.

Pria itu pergi dari sana masuk kedalam mobil. Tapi dia tidak menjalankan mobilnya. Ia takut jika sewaktu waktu gadis itu tiba tiba pingsan dan tidak ada yang menolongnya.

Tidak berapa lama hujan berhenti turun, gadis itu juga beranjak dari tempatnya untuk pulang. Melihat itu pria itu juga melajukan mobilnya untuk pulang setelah tak melihat gadis itu lagi.

***

Setibanya di rumah gadis itu melangkahkan kakinya menaiki tangga.

"Hey, kau. Berani sekali kau pulang larut malam begini," suara teriakan yang sangat gadi itu kenal, dia adalah Ibu tiri dari gadis tersebut.

Gadis itu menghiraukan teriakan Ibu tirinya dan tetap melanjutkan langkahnya.

"Lidya," suara bentakan seorang pria, dialah Ayah kandung gadis yang bernama Lidya itu.

"Anda memanggil saya, Om?" Tanya Lidya.

"Lidya kamu memang anak kurang ajar. Seharusnya kamu dengarkan Ibu kamu, jangan hanya membantah," bentak Ayah Lidya.

"Ibu yang mana maksud Anda, Om. Ibu saya sudah tiada," ucap Lidya.

"Lidya," bentak Ayah Lidya.

Lidya yang tak mau memperpanjang masalah segera melanjutkan langkahnya menuju kamar miliknya. Teriakan dari Ayahnya ia hiraukan.

Setelah sampai dikamar, Lidya langsung naik ke atas tempat tidur tanpa mengganti pakaiannya.

Baginya kesehatannya tidak berguna, karena tidak ada seorang pun yang peduli dengannya. Lalu untuk apa dia menjaga kesehatan, untuk siapa ia akan bertahan hidup? Untuk Ayahnya yang bahkan menikah kembali bahkan kurang dari seminggu Ibunya meninggal? Atau untuk Ibu tirinya yang hanya bisa memarahinya? Kalau untuk teman? No, no, no Lidya adalah orang yang dingin, bagaimana bisa dia memiliki teman? Bahkan untuk sekedar dekat saja, TIDAK.

***

Keesokan harinya.

Lidya sudah rapi dengan kemeja lengan panjang dan rok dibawah lutut. Tidak lupa tas ranselnya dipundak dan rambutnya yang ia kuncir kuda. Ok, siap. Lidya langsung meluncur ke bawah untuk pergi.

Saat melewati ruang makan.

"Lidya, ayo makan dulu" ajak Ibu tiri Lidya.

"Saya sudah terlambat, nanti saya akan makan di luar," ucap Lidya seraya melanjutkan langkahnya.

"Lidya dimana sopan santun mu. Apa kamu tidak ingin berpamitan sebelum pergi?" Tanya Ayah Lidya.

"Saya pergi Om, Tante," ucap Lidya.

"Lidya untuk apa kamu kuliah? Itu tidak diperlukan. Uang Ayahmu cukup untuk membiayai hidupmu," ucap Ibu tiri Lidya.

"Saya kuliah atau tidak, itu bukan urusan Anda. Saya kuliah juga tidak menggunakan uang suami Anda," ucap Lidya.

Segera saja Lidya pergi dari sana, karena memang waktunya mepet. Dia harus menghadiri panggilan dari Dekan kampusnya.

***

Tiba di kampus, Lidya langsung pergi kekantor Dekan. Setelah mendapatkan sahutan dari dalam barulah Lidya masuk.

"Silahkan duduk Lidya," ucap Dekan Uly.

Lidya duduk didepan meja kerja Dekan Uly dan di samping seseorang yang Lidya tidak terlalu memperdulikannya.

"Lidya perkenalkan ini Kelvin, anak manajemen bisnis semester 5," ucap Dekan Uly.

"Dan Kelvin, ini Lidya anak manajemen bisnis semester pertama," ucap Dekan.

"Kelvin," ucap Kelvin seraya mengulurkan tangannya.

"Lidya," balas Lidya seraya menoleh kearah Kelvin.

"Kamu," ucap Kelvin kaget melihat wajah Lidya.

"Maaf, apa Anda mengenal saya?" Tanya Lidya.

Ia merasa tak mengenal wajah manusia dihadapannya ini.

"Kita memang tidak saling kenal. Tapi kamu gadis aneh yang berdiri di tengah hujan kemarin kan?" Tanya Kelvin.

Ya, dialah pria itu, pria yang sama yang pertama kali menegur sifat aneh Lidya.

Bukannya menjawab Lidya malah menatap balik ke arah Dekan Uly.

"Dekan Uly, ada apa Anda memanggil saya?" Tanya Uly to the point.

"Begini, berhubungan dengan olimpiade yang akan dilaksanakan dua bulan lagi. Kami pihak kampus ingin kalian berdua menjadi peserta," jelas Dekan Uly.

"Maaf Dekan Uly, bukan maksud saya menolak. Tapi saya masih anak semester 1," ucap Lidya.

"Tapi potensi cukup, Lidya. Kamu anak yang cerdas dan kami pihak kampus percaya akan kemampuanmu yang akan bisa membuat kami bangga," ucap Dekan Uly.

"Jika memang Anda yakin saya bisa, akan saya usahakan," ucap Lidya dengan nada seperti biasa. Dingin tidak ada hangat hangatnya sedikit pun.

"Terima kasih Lidya," ucap Dekan Uly yang hanya dibalas Lidya dengan anggukan kepala.

"Untuk kamu Kelvin, tolong bimbing Lidya. Sama seperti Lidya kamu juga anak cerdas," ucap Dekan Uly.

"Baik, Dekan" ucap Kelvin.

"Setiap satu minggu sekali akan ada seorang Dosen yang mengajari kalian. Jadi bersiap siaplah," ucap Dekan Uly.

Dekan Uly mengambil dua buah surat dari dalam laci mejanya.

"Ini ada surat, sampaikan kepada orang tua kalian sebagai tanda bukti mereka mengijinkan kalian untuk ikut dalam kegiatan olimpiade," ucap Dekan Uly seraya mengulurkan dua buah surat itu kepada dua manusia di depannya.

"Baik, Dekan" ucap Kelvin seraya menerima surat itu.

Lidya juga menerima surat itu tanpa mengiyakan perkataan Dekan nya.

"Kalian boleh pulang sekarang. Jangan lupa untuk belajar dan kurang waktu bermain kalian," nasihat dari Dekan Uly.

"Baik, Dekan. Terima kasih telah mempercayai kami untuk membanggakan nama kampus ini," ucap Kelvin.

Sedangkan Lidya sudah keluar terlebih dahulu setelah memberikan pamitan berupa kepala menunduk.

Terpopuler

Comments

Putri Minwa

Putri Minwa

awal cerita yang menarik

2023-03-21

0

Devia Ratna

Devia Ratna

bagus

2022-11-11

0

Bunga Syakila

Bunga Syakila

menyimak aothor

2021-03-18

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!