Anin menganga tak percaya dengan jawaban suaminya. Apakah dia berpikir perasaan anaknya saat tahu akan dijodohkan dengan anak panglima yang begitu pembangkang itu. Anin menyimpan kekesalannya sendiri.
" Muti pernah menjalin hubungan dengan lelaki bernama Humam, dan kalian tahu itu anak siapa? Akbar Jayadi. Aku takut, jika Muti bersama lelaki itu tidak akan aman. Aku takut jika ia disakiti. Itulah mengapa aku menentang hubungan mereka. Terlebih lagi, pada saat yang bersamaan aku mendengar dari orang kepercayaanku, bahwa lelaki itu swdang diincar polisi" Tutur Indra memberi penjelasan
Aku sangat berterima kasih kepada kalian. Jika nanti aku tak ada, sayangilah Muti seperti kalian menyayangi Sigit dan Maryam. Dia sebenarnya anak yang baik, hanya saja mungkin aku terlalu memaksakan kehendakku padanya. Jadilah dia pembangkang seperti itu. Nin, dia biasanya mendengarkan ucapanmu. Tolong lah abangmu ini, nasehatilah dia agar menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Aku juga akan berterima kasih kepada Raka karena merekomendasikan Sigit kepadaku"
Bagas dan Anin tak percaya dengan apa yang didengarnya. Anin hanya mengangguk dengan senyum yang dipaksakannya.
Hingga pertemuan itu selesai, Anin dan Bagas pamit bertolak kembali ke Bandung. Jika tadi waktu berangkat mereka hening, kini suasana tak sama. "Mas, kok kamu terima gitu aja sih mandatnya?"
"Kamu tahu kan? Mandat itu harga mati bagi mas. Mau itu bang Indra memintanya sebagai seorang panglima ataupun seorang ayah. Mas tidak bisa menolaknya. Ayolah sayang, kamu juga menyayangi Muti. Muti anak yang baik. Dia begitu karena bang Indra. Sani itu lembut. Yang keras itu bang Indra" Tutur Bagas merayu istrinya.
"Ya tapi kan bang Indra mintanya sebagai ayahnya Muti, bukan sebagai panglima. Harusnya kamu bisa nolak dong. Gimana sih? Jangan lupa, Kak Sani juga punya adik bernama Ana yang kelakuannya minus!"
"Astaghfirullah sayang, kok malah bawa-bawa Ana sih? Mereka dari ayah yang berbeda. Ayah Sani orang yang baik. Percaya sama mas. Langkah kita ini benar adanya. Bukankah kamu ingin Sigit cepat menikah dan memberikan kita cucu?"
Anin berdecak. "Tapi gak sama Muti juga kali mas"
Bagas menggaruk keningnya yang tak gatal itu. "Gini sayang, setiap orang bisa berubah. Dan mas yakin. Muti, nantinya, pasti bisa berubah. Tanya sama hati kecil kamu. Bagaimana Muti kecil dulu?"
Anin mengingat kembali masa itu. Masa dimana dia menjenguk Sani dengan bayi mungil yang masih berwarna merah itu. Saat itu usia Sigit 3,5 tahun. Dan Sigit adalah anak yang cukup cerdas. Dia bisa mengingat hal yang lalu, bahkan memorinya bisa menghafalkan pesan penting dalam hidupnya.
Flash back on
Sani berpesan kepada Sigit dan Anin. "Sigit, anak sholeh. Nanti tolong jaga anak tante ya. Lindungi dia dan sayangi dia seperti Sigit menyayangi saudara Sigit yang lain. Jadikan dia teman sehidupmu ya nak"
Anin mengerutkan keningnya bingung. Mengapa Sani meminta hal itu pada anak sekecil Sigit yang masih tak tahu apa-apa?. "Kakak kenapa bilang begitu? Kakak ingin menjodohkan anak-anak kita?"
Sani mengangguk. "Kalau ada jalan jodoh bagi mereka, persatukanlah. Aku akan merasa tenang jika Muti ada di sisi Sigit. Gak tahu kenapa aku bisa merasakan Sigit akan menyayangi Muti seperti dia menyayangi keluarganya"
"Hmm, kakak ini. Ya, nanti kalau mereka sudah besar dan memang ada jodohnya mari kita jodohkan mereka. Haha"
Flash back off
Anin tersenyum mengingat pesan terakhir sebelum Sani meninggalkan mereka semua. "Kak Sani memang pernah berujar jika ada jalan jodoh untuk mereka maka persatukanlah. Aku gak tahu ini jalan takdir dan jalan jodoh mereka atau tidak, tapi akan coba aku terima. Hmmm, bagaimanapun kak Sani itu selalu baik sama kita. Sudah menganggap Anin sebagai adiknya sendiri"
"Berarti kamu saudaraan dong sama Ana?" goda Bagas kepada istrinya.
"Iiihh, iuuuuhhhh, ogaaaaaahhhh, emmmmooooohhh. Wegahhhhhh" umpat Anin saat Bagas berucap seperti itu. Bagas hanya tertawa mendengar jawaban istrinya.
"Tapi, bagaimana kita ngasih tahu ke Sigit mas? Anak itu bisa-bisa berontak kalau tahu akan kita jodohkan dengan gadis yang rupanya saja ia tak tahu" cemas Anin memikirkan anaknya yang susah-susah gampang bila dibujuk itu.
Bagas berpikir keras. "Aha! tring tring tring" Bagas menampakkan senyum jahilnya. "Mas telpon komandan Agung dulu, pura-puranya dia ditelpon bang Indra menyerahkan berkas nikah dan seragam. Nanti waktu kita kesana bilang ini mandat seorang panglima. Jangan bilang mandat seorang ayah. Bisa-bisa kabur itu anak"
Anin mengangguk. "Pikirkan juga resikonya. Dia dan komplotannya, Luna dan Hana pasti punya cara mengelabui kita"
"Kamu tenang saja sayang, mereka itu kayak upil. Belum ada apa-apanya kalau dibandingkan dengan suamimu ini dan para komplotannya" Bagas membanggakan dirinya.
Anin menerawang jauh memikirkan resiko yang mungkin terjadi. "Kita harus pastikan bahwa Sigit melaksanakan mandat ini dengan benar pah, kalau sudah dijalani mamah yakin kalau cinta tumbuh diantara mereka. Tapi sepertinya kita perlu perhitungan dulu sama adik-adik kita ini. Kurang ajar sekali mereka tidak memberitahu kita"
Bagas mengangguk setuju. Dia segera meraih ponselnya dan menghubungi adik iparnya itu. Sambungan telpon diterima.
"Assalamualaikum adik ipar, apa kabarmu baik?" dengan nada menggeram
"Waalaikum salam kakak ipar, hehehe. Aku tahu maksud hatimu menelponku. Iya aku salah. Maaf merekomendasikan Sigit untuk menjadi jodohnya Muti. Tapi aku dan Salma sepakag kok, Muti itu cocok dengan Sigit. Heheh, maaf ya kakak ipar, aku tak memberitahumu lebij dulu" cerocos Raka dibalik panggilan itu.
Bagas menghela nafasnya dan memutar bola matanya malas. "Kalian ini sungguh kejam. Tega sekali kalian pada Sigit!" Bagas berpura-pura marah.
"Hehehe, tapi aku dengar ada yang menyetujui mandat ini. Ow ow siapa dia?" ledek Raka yang sudah mengetahui kenyataan lebih dulu.
"Hish, kamu ini. Tapi ya sudahlah, kami ikhlas dengan perjodohan ini"
"Aku tak punya pilihan, seketika aku teringat dengan Ajun Komisaris Polisi Sigit Nagendra Ardhitama. Si polisi nan digandrungi banyak wanita ituuuu. Tak mungkin aku menjodohkan Muti dengan Hana ataupun Luna, apalagi adik-adik mereka. Itu hil yang mustahal"
"Hmm, aku mengerti. Ya sudah. Nanti aku beritahu lagi perkembangan perjodohan ini. Sampaikan salamku pada Salma dan Hana"
"Eh tunggu kakak ipar, Hana sudah resmi diterima di rumah sakit Bhakti Wira Tamtama. Nanti biar dia tinggal sama kakek dan Sigit. Boleh kan?"
"Ya tentu boleh. Biarkan Hana juga menemani Ayah. Pasti rumah akan terasa ramai. Ya sudah, aku tutup dulu telponnya, Assalamualaikum"
"Waalaikum salam" jawab Raka di ujung telpon.
.
.
.
Like
Vote
Komen
Tip
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 166 Episodes
Comments
Maura
visual dong thor
2021-12-08
0
Risma
aku masih meraba raba thor, agak lupa soalnya... klo gak krn nama akbar jayadi hadir td,tp masih blm yakin juga nih otaku
saking banyaknya novel yg kubaca,,, butuh kesabaran lagi nih kayaknya untuk bisa konek
2021-10-22
0
Jumadin Adin
dunia mmg sempit
2021-10-08
1