Jakarta
Indrajaya, seorang panglima TNI yang menjadi duda saat anaknya baru berusia hitungan hari. Istrinya, dokter Sani Aulia spesialis bedah torak kardio vaskuler (BTKV) melanggar perintahnya untuk tetap tinggal bersamanya hingga ajal menjemput. Menjadikannya orang tua tunggal bagi anaknya, Mutiara Insani.
Dia mengingat kejadian empat bulan lalu, dimana anaknya murka terhadapnya. Bagaimana tidak? Anaknya membawa seorang lelaki ke hadapannya, tapi sang lelaki itu adalah anak dari musuh lamanya yang telah tiada.
Dia tak jujur terhadap anaknya. Dia hanya menolak lelaki itu untuk menjadi pendamping hidup dari anak semata wayangnya, Mutiara Insani.
Flash back on
Muti membereskan barang-barangnya setelah pengajuan pindahnya yang telah ia ajukan sebulan setelah peristiwa penolakan pacarnya itu di setujui instansi terkait. Dia sudah muak dengan Ayahnya yang selalu mengekangnya. Melarangnya, tapi tak pernah memberikan alasan yang kuat mengapa ia melakukannya.
"Mau kemana kamu?" kata Indra melihat anaknya memasukkan barang-barangnya ke dalam koper.
Muti diam tak menjawabnya. Dia terus memasukkan barang-barang yang ia perlukan ke dalam koper.
Indra melihat amplop coklat itu. Dengan cepat ia membuka dan membaca isi dari surat itu. Marah bercampur aduk dengan kesal. Indra mengeluarkan barang-barang Muti dari dalam koper.
"Ayah nih apa-apaan sih ha?? Ini kan yang Ayah inginkan?? Muti pergi dari sini??"
"Kamu ini ngomong apa sih Muti? Ayah gak pernah ingin kamu meninggalkan Ayah. Kamu marah karena Ayah menolak Humam kan?" ucap Indra dengan nada menahan emosi.
Muti hanya tersenyum kecut mendengrar ucapan ayahnya. "Ayah pikir aku masih punya hak untuk marah di rumah ini?? Ayah itu orang egois, palllliiiiing egois yang pernah Muti kenal. Andai Muti bisa milih, Muti milih bersama Ibu di surga"
Darah Indra benar-benar mendidih mendengar jawaban Muti. Dia mengepalkan tangannya. Muti takut melihat kemarahan Ayahnya. "Bicara yang sopan kamu sama Ayah kamu!!! Ayah tak pernah mendidikmu menjadi seperti ini!!"
Indra takut akan kehilangan kendalinya. Akhirnya dia memilih meninggalkan kamar Muti kembali ke kamarnya. Dibantingnya pintu kamar itu keras-keras.
Indra mendekati foto almarhumah istrinya. "Andai kamu masih bersama abang disini. Anak kita akan tumbuh menjadi anak dengan penuh kelembutan. Kamu terlalu sadis meninggalkan abang dengan amanah ini sayang" Air matanya menetes membasahi pipinya.
"Dia tumbuh menjadi gadis yang kuat tapi pembangkang, menjadi gadis pemberani tapi tapi membuat hati abang selalu tak tenang meninggalkannya seorang diri. Dia berpacaran dengan anak Akbar Jayadi. Seorang penjahat penyelundupan senjata masa itu. Dia memaksa abang untuk menyetujui hubungan mereka. Kamu ingat pepatah yang mengatakan bahwa buah jatuh tak jauh dari pohonnya. Entah yang abang dengar ini betul atau tidak, yang jelas, abang tak ikhlas dan tak ridho jika Muti kita bersama lelaki yang salah. Kamu tahu? Dia sedang menjadi incaran polisi.
Abang tak akan melepaskannya kepada tangan lelaki yang salah. Abang akan menitipkannya kepada seorang lelaki yang bisa mencintai dan melindungi dia. Menitipkan dia pada keluarga yang sangat amat menyayangi dirinya. Sudah benar kan keputusan abang melakukan ini?" Kata Indra sambil tersenyum menatap foto istrinya.
Muti meninggalkan rumah tanpa pamit kepada Ayahnya. Hatinya pun sungguh kecewa dengan perbuatan sang Ayah yang selalu mengekang dirinya. Dan yang paling parah adalah menuduh dan menghina Humam seorang incaran atau buronan polisi. Membuat hubungannya kandas begitu saja.
Muti adalah tipe orang yang tidak akan percaya jika bukan dia yang melihatnya sendiri. "Maafkan Muti Yah, Muti sudah capek dikekang seperti ini terus menerus. Uang dari Ibu akan Muti pakai untuk beli rumah di Semarang, dan uang gaji Muti serta uang dari Ayah akan Muti gunakan untuk membeli mobil"
Muti pergi tanpa sepengetahuan orang-orang suruhan Ayahnya yang berjaga di rumahnya. Meninggalkan Jakarta menuju Semarang.
Flash back off
Bagas pagi itu bertolak ke Jakarta bersama Anin, istrinya. Untuk memenuhi panggilan panglima nya itu. Mereka tak tahu untuk apa pertemuan ini diadakan. Mereka hanya bisa menerka-nerka sebelum hal itu terjadi.
Perjalanan dua setengah jam itu hanya diisi dengan kebimbangan dan keheningan. Ya mereka tegang. Karena ini pertama kalinya Indra meminta mereka datang bukan sebagai kawan. Melainkan sebagai bawahan.
Mobil dinas itu memasuko gerbang kantor panglima TNI. Mereka langsung disambut oleh ajudan sang panglima dan diantarkan masuk ke dalam ruang kerja sang panglima.
Bagas memberikan hormat kepada atasannya itu. Indra tersenyum dan membalas hormat yang diberikan Bagas lalu berpelukan dengan sahabatnya itu.
"Kalian sehat kan? Tega sekali sudah hampir setahun ini tak mengunjungiku" tutur Indra kepada Bagas.
"Abang tuh yang kelewat sibuk" sahut Bagas. Mereka duduk di sofa empuk itu. Berbasa basi sedikit hingga makanan dan minuman diantae ke ruangan panglima.
"Ayo minum dulu" ucap Indra mempersilahkan tamunya makan dan minum. Anin sudah tak sabar. Dia segera bertanya.
"Mohon ijin...."
"Halah formal sekali kamu Nin. Iya aku tahu apa yang ingin kamu tanyakan. Anakmu seorang perwira polisi di Semarang kan?" Bagas dan Anin mengangguk.
"Aku ingin memberi mandat pada kalian"
Bagas menautkan alisnya bingung. "Mandat? Mandat apa yang komandan maksud?"
"Nikahkanlah anakmu dengan putriku" Bagas dan Anin tercengang mendengar mandat yang diberikan oleh panglima mereka.
"Ta-tapi kenapa anak kami? Abang bisa jauh mendapatkan lelaki yang baik untuk Muti" tolak Anin karena tahu bagaimana sikap Muti. Seorang gadis pembangkang dan juga playgirl adalah sikap baru dari Muti.
Indra menggeleng. "Aku menginginkan kita berbesanan. Mandat ini aku berikan bukan sebagai atasan kalian. Mandat ini aku berikan dari seorang ayah yang hendak menitipkan putrinya pada orang yang tepat"
"Tapi kenapa kami Ndan?" tanya Bagas lagi.
"Aku ingin menitipkan putriku pada orang yang tepat. Aku ingin putriku aman jika aku sudah tiada. Aku ingin putriku dilindungi dan dicintai oleh seorang lelaki dan keluarga yang sangat menyayanginya. Laksanakanlah mandatku ini. Bukan sebagai panglima, aku meminta ini sebagai ayah dari putriku. Aku akan sangat berterima kasih jika kalian mau membantu menjaga putriku, karena aku tak mampu untuk menjaganya.
Orang-orangku selalu saja ketahuan olehnya dan disuruh pergi. Jika tak menuruti keinginannya dia akan pergi lebih jauh lagi dariku. Aku tak ingin dia semakin menjauh dariku. Maka terimalah mandat ini. Aku tahu kekhawatiran kalian. Aku tahu itu. Muti menjadi begitu karena salahku juga. Aku yakin dia memiliki kelembutan dari ibunya"
Bagas dan Anin sama-sama diam tak memberikan jawaban. Mencerna mandat yang baru saja terlontar dari mulut sang panglima. Bagas melihat istrinya. Mata Anin dengan jelas tak mau menerima Muti sebagai menantunya.
Dia takut jika Muti tak bisa berubah. Dia memang menyayangi anak itu, tapi, ini urusan masa depan. Anaknya bisa mendapatkan gadis yang jauh lebih baik dari Muti.
Berbeda dengan istrinya, Bagas meyakini bahwa Muti bisa berubah. Meskipun keyakinan itu belum seratus persen. Bagas yakin ini adalah takdir jodoh bagi Sigit, anaknya.
"Suatu mandat bagi kami adalah harga mati. Kami setuju dengan mandat ini. Semoga memang nantinya ada benih cinta yang tumbuh diantara keduanya. Cinta yang terlahir karena mandat"
.
.
.
Like
Vote
Komen
Tip
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 166 Episodes
Comments
Yunida Julianti
oh anak dokter sani, ati ati loh ada kemungkinan anaknya si akbar dendam loh ya
2021-10-15
0
Jumadin Adin
next...lanjuran tunangan bayaran
2021-10-08
1
Heny Ekawati
kasihan sigit klu playgirl x wajar dan gk sampsi kehilangan kevirginsnx sih gk papa tpi klu itu udah tergadaikn yah kasihan sigit dong
2021-10-02
0