Mimpi Yang Terkubur

“Assalamu’alaikum. Mila pulang.” Ucap Mila saat masuk ke dalam rumah.

“Wa’alaikumsalam. Sudah pulang, Mila?” suara Ibu terdengar dari dapur.

“Iya, Bu.” jawabnya singkat.

Mila mencoba menghindari ibu karna pertengkaran semalam. Dia langsung bergegas naik ke kamar dan merebahkan tubuh ke kasur empuknya. Memejamkan mata menikmati peliknya hari ini dan tertidur sebentar. Sampai tak terasa, terdengar suara adzan berkumandang dari jendela kamar yang belum ditutup. Mila membuka paksa mata yang ingin terus menempel untuk meminta melanjutkan tidur. Dengan setengah sadar sambil melangkah berat Mila pergi menuju kamar mandi. Setelah mandi dan menunaikan ibadah, dia turun ke bawah untuk makan malam bersama.

Di meja makan sudah ada Ayah dan Ibu yang menunggunya.

“Halo, Mila.” sapa Ayah.

“Hai, Ayah.” saut Mila dengan lesu.

“Masih ngambek?” Ayah menggoda.

“Gak mau bahas ah, Yah. Mau makan aja laper.” Mila menyendok nasi.

Ayah terdiam mendengar ucapan Mila. Ibu menggelengkan kepala menandakan pada suaminya untuk tidak

melanjutkan pembahasan itu. Mereka makan malam dengan hening, tidak ada pembahasan ata pun obrolan seperti biasanya. Mila makan dengan begitu lahap. Biasanya kalau makan malam, dia tidak terlalu berselera tapi tidak dengan malam ini.

Selesai makan Ayah menatap anak gadisnya. “Gak makan siang tadi?” tanya Ayah yang heran melihat porsi

makan Mila.

Mila menggeleng. Ibu yang sedang merapikan piring kotor terhenti lalu mencubit kecil pipi Mila. “Kebiasaan. Kalau ngambek, jangan ngambek tidak makan juga dong.” tegurnya lembut.

“Gak berselera.” jawab Mila ketus dan melanjutkan tugas Ibu merapikan piring kotor serta mencucinya.

Ayah meninggalkan mereka di meja makan dan pergi ke ruang tamu. Ibu membuatkan kopi untuk sang suami,

kebiasaannya setelah makan. Setelah memberikan kopi, Ibu pergi ke kamar untuk merapikan pakaian yang sudah selesai disetrika. Usai merapikan piring dan meja makan, Mila berniat kembali ke kamar. Ayah yang melihat Mila hendak naik ke atas memanggilnya.

“Mila, sini.” panggil Ayah sambil menggeser posisi duduk. Mila menghampiri dan duduk di sampingnya. “Kenapa

hari ini sampai gak makan siang? Masih marah soal semalam?” Mila tak menjawab dan hanya menunduk menatap lantai. Ayah melihat Mila yang diam lantas menggenggam tangan dan memeluknya. “Maafin Ayah ya. Ayah gak bisa wujudkan mimpi kamu. Ini salah Ayah.” Ayah menitihkan air mata dan Mila langsung menangis di pelukan sang ayah. Suasana haru begitu Ayah dan Anak ini saling menangis. “Ayah akan berusaha agar kamu bisa kuliah yang kamu mau.” ucapnya lagi.

“Ayah, Mila gpp kalau gak bisa langsung kuliah usai lulus sekolah. Mila bisa kerja dulu, Yah. Mila akan berusaha untuk diri Mila sendiri kali ini. Ayah gak perlu khawatir. Mila hanya minta izin Ayah untuk bolehin Mila kerja. Udah itu aja.” Mila masih bersih kukuh dengan perkataannya semalam.

“Mila, kamu tidak tau dunia kerja itu seperti apa? Berat, Nak!” kata Ayah dengan nada sedikit meninggi. Sadar dengan suaranya yang meninggi. Ayah menurunkan nada suaranya lagi. “Kamu bisa menunggu sambil kursus yang lain dulu, Mil?” Ayah setuju dengan pendapat istrinya semalam.

“Mila udah dewasa, Ayah. Setahun lagi Mila lulus sekolah. Ayah udah cukup berjuang untuk Mila. Sekarang, Mila mau berjuang untuk diri Mila sendiri. Ayah istirahat aja. Mungkin ini waktu yang tepat buat Ayah untuk istirahat di rumah.” Mila masih keras kepala dengan pemikirannya.

“Mila,,,!” teriak Ayah yang kembali marah karna Mila masih tak mau mendengar pendapat ayah dan ibunya.

“Ayah, cukup! Mila gak mau debat lagi! Cukup!” Mila meninggalkan ayahnya dan berlari ke kamar.

Ibu yang mendengar mereka bertengkar langsung keluar kamar dan menahan suaminya untuk tidak mengejar Mila. “Udah, Yah. Cukup. Saya tadi bilang apa? Tolong kamu bicarakan pelan-pelan dengan anakmu. Jangan sampai dia marah juga dengan kamu. Cukup kemarin dia marah denganku. Sekarang dia marah dengan kita. Bagaimana kita

menyelesaikan ini sekarang?” Ibu menenangkan suaminya untuk tidak memaksa anaknya lagi.

Mila dan ayahnya mempunyai sifat keras kepala yang sama. Meski begitu keduanya saling menyayangi seperti layaknya anak pada ayahnya dan ayah pada anaknya. Ternyata kesedihan Mila bermula saat perdebatan kemarin malam dengan ibunya. Keluarga Mila sepertinya sedang mengalami kesulitan keuangan. Kantor tempat ayahnya bekerja sedang ada pengurangan karyawan dan Ayah menjadi salah satu karyawan yang di PHK. Uang yang didapat dari pesangon kantor hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka dan sekolah adik Mila ke depannya. Yang masih sangat butuh biaya besar. Untuk urusan kuliah Mila, harus mereka pikirkan lagi.

Jadi Mila terpaksa mengurungkan niatnya untuk kuliah Sastra Indonesia seperti apa yang sudah diimpikannya sejak di sekolah menengah. Kecintaannya pada novel membuatnya ingin menjadi seorang penulis. Mila ingin mengembangkan kesukaannya menjadi sebuah ilmu dan juga pekerjaan yang menyenangkan untuknya dan dia merasa di sanalah passionnya. Om Hasan yang sangat menyayangi anak perempuannya, tidak ingin Mila bekerja keras untuk hal yang beliau pikir itu masih tanggung jawabnya tapi Mila tak mengerti akan hal itu.

🌻

Sorot matahari masuk ke celah-celah kamar dari tirai jendela yang tersingkap. Suara dering ponsel terus terdengar sudah dari 30 menit yang lalu. Mila meraba-raba kasurnya mencari asal suara itu. Dengan berusaha membuka mata, Mila mengangkat telepon yang berdering. “Haaaa. Apaan?” jawab Mila dengan setengah sadar.

“MILAAAAAAAA.” teriak Yana. “Udah jam berapa ini,,,? Bangun, MILA!” kata Yana dengan jengkel. Yana sudah dari jam 6 pagi menelepon Mila tapi tak kunjung diangkat olehnya.

“Aduh apaan sih, Yan.” jawab Mila malah balik marah.

“Buka dulu mata lu, Mila!” katanya lagi dengan emosi yang tak tertahankan.

Mila memaksa membuka matan. “ASTAGAAAAA!!! Kesiangan gue,,,” Mila kaget melihat jam sudah menunjukkan

pukul 7 kurang 15 menit. “Kenapa gak ngomong dari tadi sih, Yaaaaaannnnn!” Mila melempar ponselnya dan langsung lompat ke kamar mandi.

“Kebanyakan galau sih lu ah!” gerutu Yana dan mematikan telepon.

Mila mandi koboy dan buru-buru memakai seragam. Memasukkan buku ke tas dan berlari turun ke bawah seperti sedang lari estafet. Ibu dan Ayah kaget melihat Mila turun dari tangga sambil berlari.

“Milaa. Hati-hati, Nak!" teriak Ibu yang khawatir anaknya tersandung.

“Ibu, kenapa gak bangunin Mila sih?” protesnya sambil memakai sepatu.

“Ibu sudah bangunin berkali-kali tapi kamu gak denger juga. Lain kali jangan dikunci pintunya.” protes Ibu balik sambil membawakan roti dan susu untuk Mila.

“Aduhhh gak sempet, Bu. Mila sarapan nanti aja di sekolah.” Mila langsung berpamitan. Dia berlari keluar rumah dan segera naik ke motor Yana yang sudah memasang wajah kesal padanya.

“Ibu udah siapin loh, Mil?” melihat anaknya pergi dengan terburu-buru tanpa menyentuh sarapannya sedikitpun.

“Jangan lupa makan ya, Mila.” teriak Ayah melihat anaknya sudah naik ke motor Yana. “Yana ingetin Mila makan ya.” teriaknya lagi.

Namun tak ada yang mendengarkan. Yana sudah menarik gasnya lebih dahulu sebelum Om Hasan selesai bicara. Mereka secepat kilat untuk bisa sampai di sekolah. Yana ngebut sengebut-ngebutnya, menggocek macet jalanan pagi ini seperti kesetanan. Mereka harus sampai dalam waktu 5 menit agar tidak terlambat lagi. Walau pada akhirnya mereka memang harus benar-benar terlambat dan mendapat hukuman karna ulah Mila yang susah dibangunkan pagi ini.

🌻

Sesampainya di sekolah gerbang sudah ditutup rapat. Mila dan Yana terpenjara di pagar sekolah. Tidak dapat masuk ke dalam. Mereka berteriak berharap agar Mas Dedi mau membukakan gerbang untuk mereka. Bukannya Mas Dedi yang mendengar teriakan mereka justru kepala sekolah. Kebetulan beliau sedang sidak keliling sekolah. Hari ini benar-benar hari apes mereka berdua. Mila dan Yana tertunduk malu saat kepala sekolah mendatangi mereka.

“Telat lagi?” tegur kepala sekolah.

“Maaf, Pak.” Mila sangat malu karna harus mendapat teguran langsung dari kepala sekolah.

“Buka, Mas." perintahnya pada penjaga sekolah yang berlari mendatangi mereka yang ada di depan pagar sekolah.

“Terima kasih, Pak.” ucap Yana dan Mila.

“Lain kali jangan telat lagi. Ini yang terakhir. Kalau Bapak lihat kalian telat lagi akan di pulangkan langsung.” tegasnya.

“Baik, Pak." kata mereka bersamaan.

Entah ada angin apa kepala sekolah berbaik hati hari ini. Mau memaafkan dan mengizinkan mereka yang terlambat langsung bisa masuk. Mas Dedi membuka pintu gerbang. Yana dan Mila masuk ke dalam sekolah. Mereka berdua berjalan mengikuti kepala sekolah dari belakang. Ternyata di koridor sekolah sudah ada beberapa orang tua murid yang datang untuk rapat sekolah. Mungkin itu alasannya mereka diizinkan langsung masuk. Beliau tidak ingin Mila dan Yana membuat malu sekolah dengan berteriak-teriak.

“Kalian dihukum sampai bel pelajaran pertama selesai. Berdiri di lapangan dan hormat bendera.” perintah kepala sekolah dengan tegas.

Hah, ternyata tidak semudah itu kawan. Mereka harus mendapat hukuman juga pada akhirnya. Yana dan Mila pasrah. Mereka berjalan ke lapangan dan mengikuti perintah dari kepala sekolah. Mereka dihukum karna kesalahan Mila. Jelas membuatnya tak enak hati dengan Yana. Ekspresi Yana juga terlihat kesal padanya.

“Bego banget sih gue! Sorry ya, Yan. Sorry,,,, banget!” tutur Mila menyesal.

Yana tidak menjawab dan mengabaikan sahabatnya. Kekesalan Yana bukan hanya karna Mila membuatnya terlambat tapi karna sampai detik ini Mila belum juga cerita tentang masalahnya yang kemarin. Sampai akhirnya membuat mereka berdua mendapat hukuman hari ini karna ulahnya juga.

🌻

Dari dalam kelas 11 suara Pak Hamzah terdengar sampai ke lapangan. “Selamat pagi, Anak-anak. Bapak absen dulu ya.” matanya melihat sekeliling dan menemukan kursi kosong yang pemiliknya tidak ada di tempat. “Dimana Mila dan Yana?" tanyanya pada murid-murid.

“Belum datang, Pak.” teriak Seno.

“Telat atau masih di warung, sekarang?” tanya ketus Pak Hamzah. Tak ada yang menjawab. Cila tersenyum sinis, mengetahui Mila pasti sedang dihukum karna telat datang. “Berarti yang tidak hadir hari ini Mila dan Yana ya.” katanya usai absen selesai. “Baik anak-anak buka buku halaman yang kemarin dan lanjutkan tugas kalian. Selesaikan hari ini juga!” teriaknya lagi.

Di luar kelas Mila dan Yana yang sedang dihukum mulai kepanasan dan pegal. Mila merasa pusing, mungkin karna belum sarapan. Dia juga memiliki masalah pada asam lambungnya. Mila mencoba menahan semua rasa sakitnya agar tak membuat Yana khawatir dan makin merepotkan dia. Kakinya bergerak tak karuan menahan rasa sakit diperut. Mila berharap dengan banyak bergerak sakitnya sedikit menghilang tapi nyatanya tidak.

“Yana, marah yaaa.” tanyanya mencolek tangan Yana. “Yan, maaf sih. Dari tadi diem aja. Gue di cuekin nih jadinya?” Mila mencoba menggoda Yana tapi tak ada respon. “Yanaaa! Ihhhh,,, jangan diem ajaa,,,” rengek Mila.

Yana masih tak mau menjawab Mila. Dia masih dalam diamnya, sekarang gantian Yana membalas sikap Mila kemarin. Sebenernya dia tak tega juga karna harus cuek pada Mila tapi ini dilakukan agar Mila mau cerita tentang masalah yang belum dia ceritakan padanya. Mila terlihat sedih di cuekin Yana tapi dia tak lanjut membujuknya karna sedang berusaha susah payah menahan sakit diperut.

🌻

Bel berbunyi pelajaran pertama selesai. Akhirnya hukuman mereka usai. Yana dan Mila pergi ke guru piket untuk laporan jika hukuman mereka telah usai dan juga tanda tangan keterlambatan. Lalu Yana dan Mila pergi ke kelas mereka dan menunggu diluar kelas karna Pak Hamzah belum selesai dengan kelasnya. Mereka tak langsung masuk ke dalam karna tak ingin mendengar ocehan Pak Hamzah dan membuat hari mereka semakin buruk.

“Baik anak-anak kumpulkan tugasnya ke depan.” kata Pak Hamzah mengakhiri pelajaran.

Anak-anak mengumpulkan tugas mereka dengan cepat ke depan. Setelah semuanya terkumpul, Pak Hamzah

keluar dari kelas dan melihat Yana dan Mila di depan kelas.

“Dari warung atau terlambat sekarang?” tanyanya dengan nada mengejek.

“Terlambat, Pak.” jawab Mila.

“Sudah dapat hukuman atau mau dihukum lagi?”

“Sudah, Pak. Langsung dari kepala sekolah.” tutur Yana ketus.

“Bagus, sekarang masuk. Besok jangan terlambat lagi. Kalau saya lihat terlambat lagi, lebih baik tidak usah masuk sekalian!” katanya lalu pergi.

“Baik, Pak. Maaf.” kata Mila dengan tertunduk malu.

Cila sedari tadi sudah senyum sinis ke arah Mila yang sedang kena omelan dari wali kelas di depan kelas. Cila ingin cepat-cepat menyindir Mila setelah Pak Hamzah pergi. “Duhh capek tau guys. Dihukum di lapangan, panas-panasan, bau keringet, pusing.” ejek Cila dengan mulut tajamnya.

Cila dan teman-temannya menatap Mila yang berjalan ke tempat duduknya dengan tatapan mengejek tapi Mila tak menghiraukan mereka karna masih merasakan sakit di perut. Seno ingin menanyakan alasan mereka terlambat tapi Yana menaruh telunjuknya di bibir Seno. Memberitahunya agar tidak membahasnya sekarang. Tian melihat itu lantas menyuruh Seno untuk duduk kembali.

“Yah, Cil. Kayanya dia capek banget deh dihukum. Sampai lu aja gak dihirauin begitu.” kata Diana

mengompori Cila.

“Bisa diem gak sih, Neng. Bacotnya!” Seno yang kesal, ingin sekali mendatangi sekumpulan cewek-cewek

rese itu tapi tangannya ditahan oleh Mila.

“Uuuuuuuuuw, takut!” ledek Cila lagi, saat melihat Seno membela Mila.

Perdebatan mereka tak berlanjut karna guru sudah masuk ke dalam kelas. Mila memperhatikan Yana yang masih dalam diam. Mila sangat merasa bersalah padanya. Dia merasakan tidak nyaman saat di cuekin Yana. Mila berpikir mungkin ini yang dirasakan Yana kemarin. Saat dia diam saja dan tidak mau cerita pada Yana tentang masalahnya.

Mila pun memutuskan untuk menceritakan masalahnya pada Yana sepulang sekolah nanti.

Hari yang penuh emosi !

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!