Persahabatan Yang Sederhana

Murid-murid berhamburan keluar dari sekolah. Ada yang bergegas untuk langsung pulang on time, ada yang melanjutkan kegiatan osis mereka dan ada juga yang nongkrong dulu di warung sekolah seperti yang dilakukan Seno dan teman-temannya. Mila hari ini berniat untuk pulang on time karna moodnya yang lagi hancur berantakan. Dia dan Yana berjalan ke arah tempat parkir motor untuk menjemput si Yellow tapi sebelum sampai ke parkiran Mila melihat Bu Yanti yang sedang menunggu angkot di depan gerbang sekolah dan berniat menemuinya.

“Mil, tunggu di warung ya. Gue ambil motor dulu.” kata Yana pergi ke parkiran sekolah.

“Iya.” katanya lalu berjalan menghampiri Bu Yanti. Dia berniat untuk meminta maaf atas kejadian di kelas tadi. “Hai, Bu.” sapa Mila.

“Eh Mila. Ada apa sayang?” sapa balik Bu Yanti.

“Mila mau minta maaf soal kejadian tadi di kelas. Maafin Mila ya, Bu.”

“Iya. Lain kali fokus ya. Kalau ada masalah cerita sama Ibu, oke?” kata Bu Yanti memberikan perhatian sambil mengusap lembut rambut Mila yang terurai.

“Oke, siap.” jawabnya dengan senyum manis di bibir yang mengembang.

“Nah gitu senyum. Jangan cemberut terus. Nanti cantiknya hilang loh.” katanya sambil mencolek hidung Mila.

Mila melihat angkot yang biasanya dinaiki oleh Bu Yanti. Dia buru-buru melambaikan tangannya pada angkot yang melintas. “Stop Bang!” teriak Mila menghentikan angkot.

“Terima kasih, Mila. Kamu langsung pulang ya.” perintah Bu Yanti dan membuka pintu depan angkot.

“Baik, Ibu. Hati-hati di jalan.” Mila melambaikan tangannya.

Setelah mobil yang membawa Bu Yanti melintas. Mila tertegun pada bayangan yang ada di belakangnya yang dia lihat dari kaca mobil. Ternyata ada Bian yang memperhatikannya sejak tadi. Bian menghampiri Mila, dia ingin membicarakan soal semalam. Memberikan alasan mengapa dia tidak mengangkat telepon dari Mila semalam. Namun sebelum Bian melangkah lebih dekat. Yana sudah datang lebih dulu dengan motornya.

“Yeh, si Mila masih di sini aja. Di bilang tunggu di warung.” melihat Mila masih di tempat yang sama.

“Tadi abis ngobrol sebentar sama Bu Yanti. Yaudah ayo pulang.” Mila dengan cepat naik ke motor Yana. Dia seperti sengaja menghindari Bian.

“Ke warung dulu bentar ambil tas gue. Dibawa Wahyu tadi.” Yana mengarahkan motor ke arah warung

“Jangan lama ya. Gue mau langsung pulang.” teriaknya sambil menepuk bahu Yana.

Bian gagal lagi bicara dengan Mila. Dia merasa aneh dengan sikap Mila yang dari pagi seakan sengaja menghindarinya. Dia pun berjalan cepat menyusul Mila ke warung. Yana turun dari motor untuk mengambil tas yang dititipkan pada Wahyu. Mila memilih menunggu di atas motor dan enggan untuk turun.

Mila melihat Yana yang malah ngobrol dengan Wahyu. “Yanaaaaa, cepetttttt!!!” teriaknya kesal.

“Mau kemana sih, Mil? Buru-buru banget. Sini dulu, turun!” kata Seno yang sedang seru main game di ponselnya.

“Gak, males!” kata Mila dengan ketus.

“Jehhhh, masih ngambek aja.” kata Seno sambil melirik ke arah Mila.

Sesampainya di warung, Bian langsung menghampiri Mila yang sedang duduk di motor Yana. Bian memegang lengan Mila. “Mil, bisa ngomong sebentar?”

Mila menoleh kaget. “Mau ngomong apa?” katanya gugup. Mila semakin kesal dengan Yana yang masih asyik ngobrol dengan Wahyu. Jadi tidak ada alasan lagi baginya untuk menghindar dari Bian.

Bian menunjuk ke ujung jalan. Meminta Mila untuk bicara agak jauh dari teman-temannya. Mila terpaksa mengikuti keinginan Bian dan pergi bersamanya. Mila berjalan dengan hati gugup tak karuan. Dari warung Tian memperhatikan mereka berdua dengan perasaan cemburu. Sedangkan Wahyu dan Yana masih sibuk dengan obrolan mereka. Amar dan Seno fokus dengan game pertarungan mereka. Hanya Tian yang melihat kepergian mereka berdua.

Bian melepaskan tangan Mila. “Sorry ya, Mil. Semalam teleponnya gak ke angkat.” kata Bian dengan nada menyesal.

“Gpp kok, lagian itu cuma salah pencet.” bual Mila.

“Tapi kok sampai dua kali?”  tanya Bian bingung.

“Emh,, iya.” jawab Mila ikutan bingung harus beralasan apa.

“Mau pulang bareng gak?” tanyanya penuh harap.

Membuat Mila makin bingung untuk menjawabnya lagi. Mila melihat ke arah Yana. Berharap dia melihat ke arahnya dan segera menjemput. Bian melihat kegelisahan dari cewek yang berada di depannya. Dia bersiap dengan tindakan yang akan dia lakukan agar dapat pulang bersama dengannya atau yang akan dia dapat hanyalah penolakan.

“Yeh, si Mila kemana?” tanya Yana melihat Mila tidak ada di motornya.

“Pergi sama Bian tadi ke sana.” tunjuk Tian ke arah Mila dan Bian.

Mila masih memutar otak untuk mencari alasan menolak Bian dan dia melihat Yana mencarinya, buru-buru dia melambaikan tangan padanya. Memberitahu jika dia ada di sana. Melihat mereka sedang berduaan, Yana langsung pergi dan menyalahkan motornya. Bian meraih lengan Mila dan bersiap mengajaknya pulang bersama.

“Beh,,, bener-bener tuh si Bian.” gumam Seno dan menghentikan permainannya. Seno berniat menemui Bian tapi tidak jadi karna melihat Yana sudah naik ke motor untuk menjemput Mila.

Yana menarik kopling motor dan bergegas cepat menemui mereka. Lalu berhenti di depan Bian yang sudah meraih lengan Mila dengan erat. “Hai, Bi.” sapa Yana tegas.

“Sorry ya, Bi.” Mila melepaskan genggaman tangan Bian. “Gue pulang bareng Yana aja. Mungkin next time. Makasih ya.” kata Mila sambil menarik senyum terpaksa lalu segera naik ke motor Yana.

“Duluan ya, Bian.” ujar Yana dengan melihat sinis ke arahnya.

“Oke, hati-hati.” kata Bian dengan menyimpan perasaan kecewa karna ajakannya ditolak keras oleh Mila.

Seno yang melihat itu dari kejauhan. Tertawa sinis pada Bian yang pergi melangkah pulang dengan kecewa. “Kapan ngomong sama Mila. Keburu diserobot noh!” tutur Seno pada Tian.

Seno mengingatkan Tian untuk secepatnya mengungkapkan pada Mila soal perasaannya. Jangan sampai terlalu

lama diam dan hanya memendam perasaan saja. Sampai-sampai nanti keduluan dan direbut orang lain. Tian yang melihat dan mendengar hal itu tak bisa bicara apa-apa. Dia langsung bergegas menyalahkan motor dan pulang meninggalkan tongkrongan. Ada rasa marah di dalam diri, melihat kedekatan Bian dan Mila. Tian mengendarai motor dengan kecepatan penuh dan menghilang secepat kilat. Cowok sedingin es itu hanya bisa melampiaskan kekesalannya pada aspal jalanan.

🌻

Radit Tiandra, yang lebih sering disapa Tian. Dipanggil Tian karna Radit itu nama depan yang sama dengan nama kakaknya, Radit Kiandra. Mereka hanya beda umur 1 tahun. Untuk membedakannya, mereka dipanggil Kian dan Tian. Wajah mereka berdua juga sekilas tampak mirip seperti kembar. Keduanya sama-sama tampan hanya saja Kian lebih expresif sedangkan Tian pasif. Kian lebih banyak bicara dan Tian kebalikannya, sedikit bicara.

Tian sudah memiliki rasa dengan Mila sejak awal kelas 11. Sejak pertama kali Yana mengenalkan Mila padanya. Cewek pertama yang berani menyapanya dengan sebutan muka datar. Sedatar itulah Tian, sampai senyum saja jarang singgah di bibirnya. Sejak saat itu dia mulai sering memperhatikan Mila diam-diam. Senyumnya, tawanya,

juteknya, galaknya, manjanya, keras kepalanya, semuanya dia perhatikan dalam diam. Mila yang selalu tampak ceria dan perhatian telah menyita pikirannya. Dia adalah cewek yang gak pernah bosen mengajaknya bicara meski jarang di respon oleh Tian.

Kedekatan Yana dan Tian bermula saat mereka satu ekskul futsal dari awal kelas 10. Lalu dekat sampai mereka di satukan di kelas 11. Saat Yana mempercayakannya untuk menjaga Mila. Tian menyambutnya dengan senang hati meski tanpa mengeluarkan ekspresi di wajahnya. Tian semakin senang saat Yana bicara akan mendekatkannya dengan Mila. Yana merasa Tian dapat dipercaya untuk menjaga Mila dengan baik jika mereka bisa berpacaran. Yana juga merasa jika Mila dapat merubah Tian menjadi sedikit lebih hangat dan tak sedingin es lagi.

Tian memang tidak pandai mengekspresikan sesuatu, dia terlalu pendiam, dingin bahkan cuek. Padahal di dalam hatinya dia menyimpan semua itu rapat-rapat. Sampai menunggu waktu yang tepat untuk dia benar-benar yakin akan dirinya sendiri, akan perasaannya, akan cintanya. Yang mampu membuat Mila bahagia. Tian menunggu waktu yang baik untuk mengutarakan perasaannya pada Mila. Tian takut nantinya tidak sengaja menyakiti hati Mila jika terlalu terburu-buru. Yang akan membuat pertemanannya dengan Yana menjadi jauh karna dia tau kalau Yana sangat menyayangi Mila seperti adiknya sendiri. Hal itulah yang selalu menjadi pikiran di benaknya dan selalu ia jaga.

🌻

Di perjalanan pulang Yana menanyakan tentang apa yang tadi Mila dan Bian bicarakan.

“Tadi sama Bian mau ngapain, Mil?” tanyanya dengan nada yang terdengar posesif.

“Gak ngapa-ngapain.” jawab Mila singkat dengan nada lesu.

“Tadi gue denger, kayanya dia mau ngajak lu pulang bareng?” tanyanya lagi, mengintrogasi.

“Ahh enggak. Salah denger kali lu.” Mila mengelak.

“Gak usah bohong, Mil. Terus ngapain dia megang tangan lu segala?” Yana tak yakin dengan jawaban Mila.

“Beneran!” teriak Mila.

“Buset deh, Mil. Berisik tau. Dilihatin orang tuh!” menarik senyum paksa kepada orang-orang yang melihat ke arah mereka.

“Gue diem ditanyain. Jawab dibilang bohong. Sekarang teriak diomelin.” saut Mila kesal dengan pura-pura ngambek agar Yana tak memperpanjang introgasinya.

“Bukan gitu juga, Aksara Mila!”

“Bawel deh lu kaya Ayah!” gumam Mila sebal.

Dengan gemes tangan kirinya Yana menggoyang-goyangkan kepala Mila yang ada di belakang. Akibatnya motor

mereka oleng dan hampir menabrak pengendara di samping dan percekcokan pun terjadi di atas motor.

“Weh, Mas. Bawa motornya yang bener dong! Jangan sambil pacaran,,,!” teriak pengendara itu dengan

marah.

“Mas, juga gak lihat-lihat nyetirnya!” saut Yana lebih marah karna tak ingin kalah.

“Maaf ya, Mas.” Mila membuka kaca helmnya.

“Eh, Mba cantik. Iya gpp kok. Hati-hati Mas bawa motornya! Nanti Mbanya lecet.” tuturnya menurunkan nada bicara karna terpana melihat Mila.

“Santai dong, ngelihatnya!” Yana tak suka dia menatap Mila dengan tatapan menggoda.

“Kalau udah putus sama saya aja, Mba.” kata pengendara motor itu lagi lalu menarik gas motor dan melaju dengan cepat meninggalkan mereka.

“Jehhhhhh, Kampret!!! Lihat yang bening jadi lembut luhh!!!” teriak Yana kesal dan berniat mengejar.

“Ih udah sih, Yan.” Mila menarik baju Yana. “Orang kita juga kan yang salah.” Mila menyuruh Yana untuk tidak memperpanjang hal itu. Dia sangat takut jika ribut-ribut seperti itu di jalanan.

“Iya, sorry.” Yana mengurungkan niatnya dan kembali melanjutkan perjalanan pulang.

Sesampainya di rumah Mila, Yana menanyakan pada Mila. Ada apa dengannya hari ini? Mengapa Mila lesu dan kenapa sampai menangis di kamar mandi?

“Masih belum mau cerita?” Yana membukakan helm Mila.

“Nanti ya. Gue masih belum mau bahas.” Mila merapikan rambutnya.

“Baik, Nyonya Mila.” mengacak-ngacak rambut Mila lagi.

“Ihhhhhhh, Yanaaaaaaaaa. Rese Lo!” Mila mencabut kunci motor Yana dan hendak membuangnya.

“Eeeettt jangan!” Yana buru-buru merebut kuncinya dari tangan Mila. “Yaudah sana masuk. Dahhhhhhhh Jutekk!” melambaikan tangannya dan pergi.

Mila melambaikan tangannya pada Yana dan masuk ke dalam rumah.

Seperti itulah persahabatan sederhana

mereka berdua.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!