Aksara Mila

Aksara Mila

Aksara Mila

Bau tanah saat hujan membuat rasa nyaman itu hadir. Teh dan suara gemuruh hujan saling menemani. Menatap hujan membuat pikiran nyaman itu hadir untuk menceritakan sebuah kisah. Tentang seseorang yang mencari jati diri. Mencari apa yang diinginkan untuk dirinya sendiri. Tentang Cinta, Cita dan Mimpi.

Sapa saja dia Mila, Aksara Mila. Cewek jutek, galak namun baik hati. Cewek yang berusaha mengejar apa yang diinginkannya. Mimpinya menjadi seorang penulis selalu terlintas dalam benaknya. Namun karna lain hal, dia harus mengurungkan cita-citanya itu. Menguburnya dalam-dalam dan sejenak melupakan.

Mila dan Ibu berada di ruang tamu. Mereka terlihat serius membicarakan sesuatu, seperti terjadi perdebatan antara mereka. Entah masalah apa yang mereka debatkan. Setelah perdebatan panjang, Mila bergegas pergi ke kamar dengan wajah kesal. Sedangkan Ibu terlihat sedih setelah beradu argumen dengan Mila.

Di kamar, Mila menutup wajah dengan bantal dan berteriak sekuat-kuatnya. Mengungkapkan semua kekesalan yang ada di hati. Dia mencari ponsel berniat menelepon seseorang tapi sepertinya tidak ada jawaban dari sana. Dia lalu melempar ponsel itu ke kasur. Mila meremas gemas jemarinya. Dia merasa mengapa tidak ada satu orang pun yang mengertinya saat ini.

🌻

Pagi menjelang...

Mila melangkah dengan tenang menyusuri koridor sekolah yang tampak sepi pagi ini. Mila melihat jam ditangan dan ternyata dia datang kepagian. Mila menghela nafas panjang, seolah ada beban di pikirannya. Tiba-tiba dari belakang dia di kagetkan oleh Yana. Sahabat yang kebetulan satu kelas dan satu tempat duduk dengannya.

“Lusuh banget sih, Mil.” tegur Yana sambil menepuk bahu Mila.

Mila hanya menarik senyum tipis, lalu kemudian Yana merangkul Mila dan berjalan masuk ke dalam kelas bersama.

Ternyata kelas masih tampak sepi dan hanya ada beberapa siswa di sana. Mila menaruh tas di meja, dia duduk lalu mendaratkan kepalanya di atas meja, seperti ingin melanjutkan tidur. Yana menatap bingung ke arah Mila. Melihat sahabatnya lesu seperti belum sarapan, Yana berniat mengajaknya keluar.

“Mil, sarapan yuk! Laper nih gue. Lu pasti juga belum sarapan kan,,,?” kata Yana yang sudah berdiri di sampingnya.

“Males ah, Yan. Lu aja gih,,,!” ucap Mila dengan mata terpejam. Namun tanpa basa-basi, Yana langsung menarik tangan Mila yang hendak menutup kepalanya dengan tas. “Lu rese banget sih, Yan. Males tau gue!” dumelnya kesal.

“Udah lah, ayo! Temenin gue sebentar.” Yana berusaha membangunkan Mila dari duduknya.

Dengan lesu akhirnya Mila mengikuti keinginan sahabatnya. Mereka bergegas keluar sekolah untuk makan

di warung nasi uduk langganan mereka. Yana duduk di kursi panjang yang menghadap etalase warung dan memesan sarapan untuk mereka berdua. Mila hanya diam dan membiarkan Yana yang memesankan makanan untuknya.

“Bu, nasi uduknya dua ya, pake sayur tahu.” kata Yana dengan sedikit berteriak.

“Bu, Mila kuahnya aja ya. Gak usah pake tahu.” sambung Mila.

Si ibu hanya mengangguk. Tak butuh waktu lama, dua piring nasi uduk pesanan datang ke hadapan mereka. Yana menerima piring itu dan tersenyum melihat isi piringnya. Dia lalu memberikan satu piringnya pada Mila.

Mila menerima dengan wajah cemberut sambil berdecak kesal. “Bu, Mila kan tadi bilang kuahnya aja.”

Namun Ibu penjual nasi uduk itu tidak mendengar apa yang Mila katakan dan kembali sibuk melayani anak-anak

yang lain.

“Ya lu juga sih, Mil. Udah tau si ibu kurang denger. Ngomongnya kecil banget, mana kedengeran?” kata Yana

sambil tertawa melihat Mila yang terlihat kesal.

Tanpa memperpanjang lagi yang hanya akan membuat dirinya makin kesal, Mila lalu memindahkan tahu itu ke piring Yana. Ibu penjual nasi uduk itu namanya Bu Wiwit. Bu Wiwit memang sedikit kurang pendengarannya. Jadi kalau mau beli harus sedikit berteriak agar dia bisa mendengar dengan jelas. Bukannya enggak sopan, tapi emang harus gitu konsepnya.

Dengan lahap Yana menghabiskan makanannya lebih dulu. “Cepet kenapa, Mil. Buset lama banget makannya.” katanya sambil menenggak segelas teh tawar hangat, mengakhiri makannya.

“Sabar!” teriak Mila dengan ketus.

“Nah gitu dong, Galak! Itu baru Mila,,,” kata Yana dengan tawa.

Yana menggoda Mila yang keluar sifat aslinya. Yana sangat tau bagaimana sifat asli sahabatnya itu, galak dan juga jutek. Jadi jika melihat sahabatnya itu lesu, tidak ceria apalagi banyak diam.  Malah membuatnya heran dan merasa tidak asik. Dia pasti akan mencari cara agar Mila kembali ke setelan awalnya.

Setelah membayar makanan Yana berniat mengajak Mila untuk nongkrong sebentar di warung tongkrongan mereka. Untuk sekedar membakar sebatang rokok, aktivitasnya setelah makan.

“Mil, nongkrong dulu bentar.” menggerakkan tangannya seolah sedang merokok.

“Lu aja deh, Yan. Gue males, gue ke kelas aja ya,,,” ucap Mila sambil menggeloyor pergi meninggalkan Yana.

Melihat sahabatnya pergi begitu saja. Yana langsung merangkul dan memaksanya untuk ikut. Tidak ada kata menolak sebelum senyum itu kembali di wajah Mila, prinsip Yana. Dengan ukuran badan yang 2x lipat lebih besar dari badannya. Mila hanya bisa pasrah dan tidak dapat menolak lagi. Mila bisa saja memberontak tapi dia malas membuang energinya hari ini.

🌻

Di tempat tongkrongan sudah ada Seno, Tian, Wahyu dan Amar. Mereka adalah sahabat Yana dan Mila. Mila

menjadi satu-satunya cewek di antara mereka. Sebenarnya mereka adalah sahabat Yana dari kelas 10. Nah karna kebetulan di kelas 11 mereka semua satu kelas. Jadi Mila ikut bergabung dan ikut bermain bersama mereka.

Oke, gue kenalin dulu sama 6 sekawan ini,,,

Yana, dia cowok yang postur tubuhnya paling tinggi di antara mereka. Jago futsal dan jago berantem. Suaranya paling didengar ketika mereka harus mengambil keputusan. Ya bisa di bilang, di segani karna sikapnya yang berani. Sangat dekat dengan Mila. Sahabat, tetangga, tukang ojek sekaligus pelindungnya Mila.

Tian, cowok yang sikapnya paling dingin di antara yang lain. Penampilannya yang lembut dan teduh selalu membuat hati wanita terpikat dan nyaman bila dekat dengannya. Partner futsal yang jago bagi Yana dan dia diam-diam menyukai Mila. Sebenarnya teman-temannya sudah mengetahui hal itu. Meski dia hanya menyukai Mila dalam diam tapi sorot matanya saat menatap Mila yang berbicara.

Amar, si pencinta olahraga, terutama renang. Kita sering sebut dia, manusia air. Dia juga jago bowling. Paling keren dan modis di antara yang lain, tapi kalau urusan percintaan, dia paling payah. Alias gak pernah pacaran. Ya, bisa di bilang 11-12 dengan Tian.

Wahyu, si pencipta tawa yang mempunyai badan tinggi besar macem pelatih gym. Dia juga berwajah lucu dan berkumis tipis. Tingkahnya yang kocak, selalu saja mengundang tawa. Apa pun akan terlihat lucu jika dia yang melakukannya. Meski di awal badannya di bilang mirip pelatih gym tapi dia cowok yang paling males kalau urusan

olahraga. Yang dia suka itu Cuma makan dan main PS aja, ya begitu aja kerjaannya. Kalau di paksa main futsal, paling ujung-ujungnya paling jadi kiper, gak mau jadi pemain. Nafasnya terbatas katanya. Ya, banyaklah alasannya tapi yang jelas dia penghibur kita semua.

Seno, nah cowok yang terakhir ini adalah si pembuat onar. Kecil-kecil ngeselin. Tinggi badannya paling pendek di antara teman-temannya. Si manusia emosian, tukang ribut, dan partner berantem setianya adalah Wahyu, tapi paling dekat juga dengannya. Seno sering perang dingin dengan Wahyu karna dia selalu nyolong cemilannya. Manusia narsis dengan segudang gombalan dan puisi absurdnya.

Dan yang spesial di antara semuanya, dia adalah...

Mila, cewek satu-satunya di antara cowok-cowok ini. Paling galak, paling cerewet, paling jago bikin mereka merinding disko kalau udah ngamuk. Nah karna dia cewek sendiri, dia yang paling perhatian dan selalu memikirkan keadaan teman-temannya. Hobinya baca novel sampai lupa waktu. Dia yang selalu diandalkan kalau soal pelajaran. Ya otaknya sangat berguna untuk teman-temannya. Sedikit manja tapi bukan pengeluh. Pendiriannya yang teguh kadang membuatnya sedikit keras kepala.

Oke segitu aja perkenalan singkat dari mereka.

🌻

“Dari mana aja lu, Yan? Baru nongol.” kata Seno melihat kedatangan Yana dan Mila.

“Ini abis sarapan sama Mila.” Yana menghampiri mereka sambil membakar rokoknya.

Mila yang tak suka dengan asap rokok langsung menjauh darinya dan duduk di antara Seno dan Tian.

“Abis sarapan, tapi kok si Mila lemes gitu? Tadi makan apa sih, Mil?” tanya Seno dengan nada menggoda sambil menyenggol tangan Mila.

“Makan Ati,,,!" jawab Mila ketus dan langsung disambut tawa oleh teman-temannya.

“Galak banget sih, Mil? Masih pagi kali.” kata Seno dengan bete melihat Mila pagi-pagi udah jutek

padanya.

“Udah lu diem aja.

Lagi PMS dia.” saut Yana yang duduk di motor dan memperhatikan teman-temannya sedang bergurau.

“Ooooohhhh, pantes,,,!” tutur Seno mengerti maksud Yana tapi kemudian berucap lagi.“Eh, tapi PMS kok tiap hari?” ujar Seno lagi dengan sok bingung.

“Tiap hari,,,?” kata Tian yang kali ini bersuara.

“Galaknya,,,!” dijawab cepat oleh Seno dengan menaikkan satu alisnya.

Tawa Seno terdengar sangat puas setelah berhasil menggoda Mila lagi. Mila memincingkan mata karna Seno terus saja mengejeknya. Yana tersenyum kecil melihat sahabatnya di goda oleh Seno dan yang lain.

“BERISIK!” teriak Mila kesal di telinga Seno.

“Hah, lu. Ngamukkan,,,! Lu gangguin mulu sih, Sen!” kata Yana dengan tertawa lalu mematikan rokoknya yang sudah selesai dia hisap habis.

Seno terlihat menggoyangkan daun telinganya yang berdengung karna teriakan Mila. “Canda sih, Mil. Gitu aja ngambek. Aku kan godain kamu biar kamu gak bete.” ucap Seno dengan sok manis sambil bibirnya monyong hendak mencium Mila, tapi gagal karna di tangkis oleh tangan Mila. Yana yang melihat hal itu juga buru-buru menarik rambut Seno. “Sakit napa, Yan! Etdah,,,! Lu maen jambak aeeee.“ rintih Seno dengan logat betawinya. Mila pun tersenyum kecil melihat tingkah kedua temannya itu yang sedikit mengusir gundahnya. “Tuh kan, dia senyum.” menunjuk wajah Mila. Dengan mimik wajah senang Seno hendak merangkul Mila tapi lagi-lagi terbantahkan karna Mila langsung buru-buru menyandarkan kepalanya di pundak Tian. Hatinya terpatahkan dan langsung meninju kecil dinding di sebelahnya. “Mil, Mil. Lu mah tega banget sama gue.” Seno cemburu dengan kemesraan mereka berdua.

“Udah lu terima nasib aja sih, Sen. Gombalan lu gak bakal mempan sama Mila.” kata Amar menepuk-nepuk pundak Seno sambil tertawa melihat temannya patah hati.

Tian hanya tersenyum melihat tingkah Seno. Dia mengelus lembut rambut Mila dan bertanya padanya. “Kenapa sih, Mil? Lagi Berantem?” Suaranya terdengar lembut dan Mila hanya mengangguk lesu.

🌻

Terlalu asik dengan candaan mereka sampai tak sadar dengan waktu yang sudah berlalu. Tanpa mereka sadari

gerbang sekolah akan segera ditutup. Mila yang melihat hal itu langsung berdiri dan berlari. Yana yang melihat Mila berlari menuju sekolah menyusul bersama dengan yang lain. Untung jaraknya tidak terlalu jauh. Jadi mereka sampai tepat sebelum penjaga sekolah mengunci gerbang sekolah. Mas Dedi, panggilan dari anak-anak untuknya karna dia terlihat masih muda dan juga belum menikah. Mas Dedi hendak mengunci gerbang sekolah tapi Mila datang dan menahannya. Dengan nafas yang terengah-engah sehabis lari dari warung sampai ke sekolah.

“Mas Dedi, maaf tadi Mila ke warung dulu beli obat.” ucapnya bohong. “Mila boleh masuk ya, Mas. Please,,,,,” Mila memohon.

Dengan rasa iba Mas Dedi pun membukakan gerbang untuk Mila. “Besok jangan telat lagi,,,”

“Mila gak telat, Mas! Buktinya Mila gak bawa tas.” menunjukkan tangannya yang kosong.

“Bukan Mila, tapi mereka.” mengarahkan pandangannya ke arah anak-anak yang ada di belakang Mila.

“Oke, Mas Dedi. Siap,,,,,!!!” teriak mereka bersamaan.

Mereka pun segera berlari menuju kelas, tapi ternyata teman-teman sekelas mereka sedang dijemur di lapangan oleh wali kelas, Pak Hamzah. Dia wali kelas galak yang hobinya suka bicara dengan teriak-teriak. Entah nada bicaranya yang tinggi atau emang kupingnya yang kurang pendengaran. Yang jelas belum ada yang berani menanyakan hal itu padanya secara langsung sampai detik ini.

Mereka yang ada di lapangan sedang dihukum karna tidak mengumpulkan tugas yang seharusnya dikumpulkan hari ini. Lalu dengan mengendap-endap dan tanpa bersuara sedikit pun Mila juga yang lain masuk ke dalam kelas. Namun sebelum mereka melangkah masuk ke dalam, sudah lebih dulu ketahuan oleh Pak Hamzah.

“Mau kemana kalian? Baris di sini,,,!” teriak Pak Hamzah. Jelas membuat mereka semua kaget dan gagal masuk ke dalam kelas. Mila dan teman-temannya saling berpandangan dan ikut bergabung bersama dengan yang lain di lapangan. “Kalian ini tidak ada kapoknya. Setiap hari selalu saja terlambat!” emosinya makin naik melihat ulah

murid-muridnya yang baru saja datang. “Ini lagi Mila,,,! Kamu itu perempuan. Kenapa mainnya sama laki-laki? Kenapa juga kamu bisa bareng mereka?” suara Pak Hamzah terasa menggema di telinga mereka semua. Padahal mereka sedang berada di lapangan. Bisa bayanginkan kalau lagi di kelas bagaimana?

“Mila cuma keluar untuk beli obat, Pak.” kata Tian membela Mila. Dia mendengar alasan Mila dengan Mas Dedi di depan gerbang tadi.

“Lalu mana obatnya? Kenapa kamu tidak ke UKS atau ke ruang guru untuk minta obat?” Pak Hamzah seolah tak percaya dengan alasan mereka.

“Tadi sekalian sarapan, Pak.” giliran Yana yang membela Mila.

“Ini lagi,,,! Saya tanya ke Mila,,,! Kenapa kalian yang jawab?” mata Pak Hamzah membelalak seakan ingin memakan mereka semua yang terlambat.

Dari barisan belakang ada seseorang sedang menatap Mila sambil tertawa sinis padanya. Dia terlihat sangat senang karna Mila akan segera di hukum karna sudah membuat ulah.

“Maaf, Pak.” ucap Mila yang kali ini menjawab. “Tadi memang sarapan dulu bareng Yana. Terus ke warung beli obat dan ketemu sama mereka.” Mila membenarkan perkataan Yana dan Tian untuk makin meyakinkan Pak Hamzah tentang kebohongan yang sudah dia karang dari gerbang tadi.

“Baik kalau begitu. Bapak akan tanyakan langsung dengan pemilik warung. Apa benar seperti itu ceritanya?” seolah tak langsung yakin begitu saja dengan alasan mereka.

Dengan perasaan was-was Mila dan teman-temannya saling berpandangan. Jika ketahuan berbohong

pasti Mila dan teman-temannya akan dihukum, jalan jongkok keliling lapangan. Mampus aja dehhhh. Yang ada makin rusak aja hari Mila. Namun Mila berusaha meyakinkan Pak Hamzah dengan menatapnya tanpa ragu. Merasa sedikit terpojok, Yana lekas berpikir keras mencari alasan yang masuk di akal, tapi untungnya keberuntungan datang secepat mungkin. Mereka terselamatkan oleh kedatangan Bu Yanti. Guru Bahasa Indonesia mereka yang berjalan menghampiri Pak Hamzah.

“Pak Hamzah, maaf di panggil Bapak kepala sekolah. Ada rapat dadakan sepertinya.” suara Bu Yanti

terdengar.

“Baik, Bu." jawab Pak Hamzah dengan cepat.

Pak Hamzah langsung bergegas pergi bersama Bu Yanti menuju ruang kepala sekolah. Pak Hamzah dikenal

sangat taat dengan kepala sekolah. Sangking taatnya sampai melupakan murid-muridnya yang sedang dijemur di lapangan. Sampai muridnya harus berteriak untuk mengingatkannya.

“Pak, ini kita masih dijemur?” teriak Gani ketua kelas.

“BUBARKAN! Masuk ke kelas!” teriak balik Pak Hamzah.

Dengan senang hati mereka semua membubarkan diri dan masuk ke dalam kelas. Betapa leganya Mila dan

kawan-kawan. Akhirnya mereka terbebas dari hukuman hari ini. Sedari tadi ada yang memperhatikan Mila tanpa berpaling sedikit pun. Dia adalah Bian, Sebastian Prakasa. Cowok pintar versi 2 on the spot. Hahaha canda. Mila menyadari bahwa ada yang memperhatikannya namun ia enggan berpaling sedikit pun.

🌻

Pelajaran kedua dimulai.

Bu Yanti masuk ke kelas untuk memberikan pelajaran Bahasa Indonesia. Bu Yanti adalah guru favorit Mila. Mila menyukai Sastra Indonesia sejak duduk di akhir semester kelas 9. Saat itu dia membaca satu novel yang di temukannya di perpustakaan sekolah. Mila benar-benar jatuh cinta saat membaca ceritanya. Sejak saat itulah

Mila mulai mengoleksi novel-novel cinta remaja dan selalu meluangkan waktu saat libur sekolah untuk datang ke toko buku. Mila akan memilih spot paling pojok untuk diam-diam membuka novel yang ingin dia baca tanpa dia akan membelinya. Kalian pasti pernah kan ngelakuin hal itu juga kan, atau cuma Mila doang? Hahaha maaf ya untuk toko buku yang Mila datangi untuk sekedar membaca tanpa membeli. Maklumlah kantong anak SMP kala itu hanya cukup untuk jajan sehari-hari.

Mila bisa menghabiskan waktu berjam-jam di perpustakaan atau pun toko buku untuk membaca novel yang sangat menyita perhatiannya, ataupun hanya sekedar membaca kutipan di belakang novel. Yang paling parahnya lagi. Mila gak bisa diganggu gugat kalau sudah urusan membaca novel. Pernah sekali waktu, dia dilempar penghapus papan

tulis oleh gurunya. Gara-gara dia asik baca novel di jam pelajaran. Sosoan serius nyimak dengan pura-pura baca buku padahal aslinya dia baca novel yang dibalut dengan buku pelajaran. Hah, itulah Mila.

Balik lagi dengan Bu Yanti. Selain karna Bu Yanti ini guru perempuan, beliau juga masih muda, cantik, baik banget, dan ramah. Namun dibalik kelembutan hatinya, beliau tetap punya sisi tegas dan juga adil. Yang paling disukai Mila adalah Bu Yanti ini asik. Bisa menjadi guru sekaligus temannya bercerita. Beliau selalu membuatnya nyaman untuk menerima pelajaran. Bu yanti adalah guru pengganti karna guru sebelumnya berhenti bertugas setelah melahirkan.

Bu Yanti menerangkan pelajaran seperti biasanya dengan pembawaan yang lembut, dan menyenangkan. Murid-murid memperhatikan dengan seksama. Sangking cantiknya Bu Yanti, anak-anak yang nakal aja mau nurut kalo pelajaran beliau. Mau belajar dan juga mengerjakan tugas-tugas yang diberikan. Beliau sangat menginspirasi bagi Mila. Mila bercita-cita ingin menjadi sepertinya kelak. Menjadi guru bahasa yang baik hati dan disukai oleh murid-muridnya.

Bu Yanti menerangkan pelajaran sambil sesekali memperhatikan murid-murid. Perhatiannya terfokus pada Mila yang sejak awal pelajaran dimulai, hanya sibuk dengan kertas. Sepertinya beliau tau jika Mila sedang tidak fokus. Bu Yanti mengira pasti Mila sedang ada masalah. Mila termasuk salah satu anak murid yang dianggap sangat menyukai pelajarannya tapi entah mengapa tidak dengan hari ini. Sampai selesai menerangkan pelajaran pun Mila masih fokus mencoret-coret kertas.

“Baik, Anak-anak. Sekarang kerjakan tugas di halaman berikutnya.” ucap Bu Yanti dan menutup bukunya. “Mila, kamu tulis apa? Ibu perhatikan kamu fokus sekali menulis sesuatu? Bisa Ibu lihat hasil tulisan kamu?” tegur Bu Yanti dari depan kelas.

Mila tidak menjawab. Dia bahkan tidak mendengar Bu Yanti memanggilnya. Yana yang duduk di samping Mila menepuk pundaknya.

“Dipanggil tuh sama Bu Yanti. Kenapa sih, Mil?” tanya Yana heran dengan Mila yang terlihat berbeda hari ini.

“Hah?” jawab Mila kaget. Dia tidak menyadari hal itu. Yana menunjukkan pandangannya ke arah Bu Yanti. Dengan

tertunduk lesu Mila berjalan menghampiri Bu Yanti. Mila menyadari kesalahannya. Bian memperhatikan Mila dengan cemas. Dia merasa Mila sedang ada masalah dan menyesal tak menjawab teleponnya tadi malam. “Maaf, Bu. Mila gak fokus hari ini. Mila cuma coret-coret buku tadi.”

“Kamu sakit?” Bu Yanti memeriksa kening Mila. Beliau tidak memarahinya melainkan memberikan perhatian padanya. Ini salah satu alasan, kenapa Mila sangat menyukainya. Tidak hanya pada Mila dengan murid-murid lain pun beliau memperlakukannya dengan sama. “Tidak demam? Lalu apa yang membuat kamu lesu dan tidak memperhatikan pelajaran Ibu hari ini?”

Pandangan Mila terus menatap ke bawah lantai. Dia tak berani menatap langsung Bu Yanti. Seperti tak ingin beliau membaca matanya yang sedang runyam. “Maaf, Bu.” Ujarnya getir.

Mila tak mau bicara dan hanya meminta maaf. MiIa enggan menceritakan masalahnya di depan kelas. Lalu tiba-tiba matanya berkaca-kaca. Bu Yanti yang sedang memperhatikan Mila langsung mengerti dengan keadaannya. Bu Yanti lalu segera menyuruh Mila pergi ke kamar mandi untuk membasuh wajahnya.

“Ya sudah, kamu sekarang ke kamar mandi dan cuci mukamu.” perintahnya.

Dengan cepat Mila bergegas ke kamar mandi. Air matanya tak dapat terbendung lagi. Saat seseorang yang cukup dekat dengannya mengetahui keadaannya. Ya, Mila tau pasti Bu Yanti mengerti tentang keadaannya. Mila berlari ke toilet dan membasuh wajahnya dengan rasa kesal yang terpendam. Ponsel di sakunya berdering dan Mila membuka pesan itu, dari Bu Yanti.

“Menangislah Mila, jika itu sedikit membuat kamu lebih tenang.”

Akhirnya air mata yang semalaman ditahan mengalir juga dengan deras di pipinya. Di kamar mandi Mila menangis tersedu-sedu. Mengeluarkan semua kesedihannya. Hatinya terasa sesak mengingat kejadian semalam. Mila mendekap mulutnya karna tangis yang mulai tak tertahankan. Dia takut suara tangisnya terdengar sampai keluar.

Ada apa Mila ? Tampaknya ada yang serius sampai membuatmu menangis pilu hari ini.

Terpopuler

Comments

Emma The@

Emma The@

Menarik kak follback juga cinta CEO untuk Gadis Butik

2021-05-24

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!