Keesokan harinya mereka pun di jemput keluarganya masing-masing.
Ren tak tahu siapa yang akan menjemputnya nanti, tapi saat keluar kantor polisi, di depan sudah ada Saka yang menunggunya dengan motor metic yang biasa di gunakannya untuk berbelanja ke pasar.
Sambil berjalan dan mengenakan jaket yang tersampir di bahunya. Ren tak banyak bicara, entahlah dia pun enggan berbasa-basi dengan kakaknya itu.
Sesampainya mereka di rumah Ia sudah di sambut oleh sang Ibu yang telah menyiapkan makanan untuknya, sambil mendekat dan mencium punggung tangan ibunya.
" Mandi dulu, nanti kita makan bareng ya " Ucap sang ibu dengan senyum tulusnya.
Ren pun berjalan menaiki tangga menuju kamarnya, dia memang ingin segera menyegarkan dirinya, bila boleh, ia pun ingin segera mengistirahatkan tubuhnya di kasur.
Tapi dia sudah berjanji akan menuruti kemauan Ibunya tadi.
Tak sopan rasanya jika ia menolak keinginan sang Ibu.
Ren pun turun menuju warung tempat mereka akan makan bersama.
" Ibu ngga buka warung? " tanyanya heran karena biasanya jam segini sudah ramai pembeli.
" Gw kan tadi harus ngurus kepulangan lu, mana ada yang bantu Ibu, jadi tutup dulu nih warung " Saka memberi tahu alasannya.
Ren pun merasa tak enak hati, tapi mau gimana, dia pun hanya melanjutkan makannya dalam diam.
" Mumpung warung libur, gimana kalo kita jalan-jalan bertiga nanti sore? " Sang Ibu berusaha membujuk anak-anaknya.
Ren pun tersedak mendengar permintaan Ibunya itu.
"hah apa ngga salah ibu ngajak kita jalan, berasa kek bocah gw " gumamnya dalam hati.
Ibu pun segera memberi minum ke Ren sambil menepuk punggungnya pelan " Isshhh kamu ini makan pelan-pelan jadi ngga keselak."
Ren pun menatap Saka yang sedari tadi hanya makan dalam hening, mencoba mencari dukungan untuk menolak ajakan Ibu mereka.
Saka yang merasa Ren menatapnya pun bertanya dengan isyarat matanya.
Ren pun sama hanya berbicara menggunakan isyarat tubuhnya, dia menendang kaki kakaknya di bawah meja dan melirik sang Ibu di sebelahnya.
Saka pun balas berbisik " apa? "dengan hanya gerakan mulutnya tanpa suara.
Ren pun menunjuk-nunjuk Ibunya dengan gerakan ekor matanya, dalam hati dia menggeram kesal kenapa kakaknya itu lambat sekali mengartikan maksudnya.
Saka pun paham kenapa adiknya memberikan kode seperti itu lantas berucap " Dia lelah kali Bu, mana bisa tuh anak tidur di sel yang sempit begitu."
Ren pun seketika bernafas lega, dia bersyukur Kakaknya mengerti maksudnya, entahlah mungkin Saka pun malas jika harus pergi bertiga dengannya.
" Iya yah, ya udah kamu istirahat aja Ren, nanti malam kita makan malam di luar, kita makan di alun-alun, udah lama Ibu ngga ke sana, ngga ada penolakan." Ucap Ibu tegas sembari beranjak dari meja makan.
Ren dan Saka hanya menghela nafas, mereka pun tak enak hati menolak keinginan sang Ibu.
Malam harinya Ren yang pergi mengendarai motor metik sang Kakak dan membonceng sang Ibu, tak henti hentinya menggerutu.
Memandang ke arah di mana Saka yang mengendarai motor kesayangannya.
.
.
.
**************** Sesaat sebelum pergi
" Ren ibu ingin sekali di bonceng kamu " ucap Ibu dengan tatapan mata yang memohon.
Ren yang bingung pun menjawab " Ibu mau bonceng aku pake motor ini? " melirik ke arah motornya.
Ibu pun menggeleng " Ih ngga lah, motor kamu tinggi gitu, gimana naeknya coba, boncengin ibu pake motor ini ya " Sambil menepuk motor yang biasa di pakai anak sulungnya.
Ren menelan salivanya kasar sambil bergumam dalam hati " Astaga, gw pake metic? yang bener aja sih bu."
" Hush bengong lagi, ayo buruan keburu penuh semua tempat makannya," Sambil menarik lengan Ren.
Ren pun pasrah saat di serahkan kunci oleh Saka, dan memberikan kunci motornya ke Saka, dia sebenarnya sangat enggan.
Saka yang melihat Adiknya itu seperti enggan bertukar motor dengannya pun sengaja memainkan gasnya motornya.
Sambil menoyor kepala Saka " Bae-bae pake motor gw! " dengan tatapan ganasnya.
Saka hanya tertawa melihat kekesalan di mata adiknya itu.
.
.
.
**************** Lanjut di perjalanan
Ren pun masih menggerutu di perjalanan, saat sampai di alun-alun, mereka pun memarkirkan motor mereka.
Ren bergegas turun dan menghampiri motornya dan mengelap jok motornya itu, seperti kotor saat di pakai oleh Saka.
Saka yang melihat pun kesal sambil menoyor kepala adiknya " Lu kira gw ngompol di jok lu, pake acara di lap segala " sungutnya tak terima.
" Sudah-sudah ayo buru kita masuk dan cari meja, kalian cari meja, Ibu yang memesan makanan ya " berusaha melerai pertikaian anaknya itu.
Saat sedang menunggu makanan, Ibu pun bercerita, jika ia sangat merindukan tempat ini, dulu saat suaminya masih ada mereka sering makan di sini saat weekend.
Sambil menghapus bulir bening yang tiba-tiba keluar dari ujung matanya, Saka pun mengusap lengan sang Ibu, dan Ibu menepuk tangannya seolah olah itu tak apa.
Ren paham, Ibunya merindukan sang Ayah, lalu Ia pun menggenggam erat tangan ibunya yang berada di atas meja.
Inilah yang membuat Ibu bahagia anak-anaknya selalu berusaha menguatkannya, melihat wajah mereka yang sangat mirip dengan mendiang suaminya, dia sangat bersyukur.
Dia yakin jika anak-anaknya adalah anak yang baik.
" Dulu kita kalo duduk di sebelah sana, " sambil menunjuk arah meja yang sekarang sudah berubah jadi panggung untuk acara live music. " Ren suka sekali berlari di dekat air mancur itu " dan beralih menunjuk air mancur di dekat warung makan itu.
" Itu kan waktu aku masih kecil Bu " Ren pun malu di ingatkan kembali kenangannya ketika kanak-kanak itu.
" Ia soalnya lu pasti nyemplung dan gw yang akhirnya nolongin." Dan mereka semua tertawa mengingat kejadian masa kecil mereka.
" Ibu ingin sekali kembali ke masa itu, di mana kalian selalu berebut untuk di suapi Ibu."
" Setelah kalian dewasa bahkan kita ngga pernah lagi pergi bersama, makanya cuma Ayah dan Ibu yang masih setia ke tempat ini."
" Ayah pasti bangga dengan kalian, kalian selalu bisa menjaga Ibu, Ibu harap kalian tetap saling mendukung dan menyayangi, hanya kalian yang Ibu punya sekarang," memandang anak-anaknya, berharap anak-anaknya selalu akur. Karena Ibu yakin sebenarnya mereka saling menyayangi.
Mereka pun akhirnya menyantap makan malam di warung itu, menu yang biasa di makan oleh Ayah dan Ibu mereka, untungnya selera mereka pun sama.
Saat menjelang pulang, ketika Ren sedang memakai helm dan duduk di jok motor metiknya, Ibu berkata " Ibu bonceng Abang aja ah, kamu bawa motornya ngga enak, enakkan sama Abang " Ibu berkata sambil tertawa, dan mendekat ke arah anak sulungnya. Walaupun senang, Ren pun sebenarnya sedikit tersinggung dengan ucapan Ibunya itu.
" Emangnya sapa tadi yang minta di bonceng "gumam Ren dalam hati.
Ren pun bertukar kunci kembali dengan Saka, sekarang dia mengendarai motor kesayangannya itu.
Setelah sampai di rumah, Ren pun ijin ingin menemui teman-temannya, dia pun mencium punggung tangan Ibu untuk meminta izin.
Ibu pun hanya mengangguk, dan berpesan jangan berbuat yang aneh aneh saja saat main nanti.
Ren hanya mengiyakan saja pesan Ibunya itu.
Ren pun mengendarai motornya ke bengkel tempat biasa dia dan teman temannya berkumpul, dia hanya di sambut Taksa tak ada Liam.
Entah kenapa ada sedikit rasa khawatir memikirkan temannya itu, apa Ia di hukum Ayahnya, seperti yang di takutkan anak itu ketika di Kantor Polisi.
" Liam di hukum kagak boleh keluar malem katanya " seolah menjawab kerisauan Ren, karena Taksa tahu Ren pasti mengkhawatirkan temannya itu. "Hemmm....." seperti biasa Ren akan menjawab seperti itu.
" Jadi— besok tanding ma anak buah Deon?" Taksa ingin memastikan hal itu saat ia memutuskan keluar malam ini.
" Gw malah bakal tanding sama si deon " jawabnya.
" Hah! kagak adil dong motor kalian kan beda, gimana ceritanya." Taksa yang merasa agak tidak terima dengan pernyataan sahabatnya itu.
" Dia yang nyamain speak motor gw " jawabnya sambil menenggak minuman yang di berikan Taksa.
" Turun kelas dong " jawab Taksa sambil tergelak. Dan Ren hanya menaikkan pundaknya seolah tak peduli.
" Trus dari kita apa taruhannya? " Taksa berusaha memastikan sesuatu yang memang menurutnya agak janggal. Dia tahu kelompok Deon tidak pernah mengajak pembalap di bawah speak motornya itu tanding, pasti ada sesuatu, itulah yang Taksa pikirkan.
" Mau sama-sama duit boleh, yang lain juga boleh, asal sama besarnya kaya taruhan mereka " Ren pun berpikir apa yang akan di pertaruhkan olehnya nanti.
" Lu mau taruhan apa?" Taksa menuntut jawaban.
" Menurut lu?—" Ren malah balik bertanya ke sahabatnya itu.
" Gw kagak sanggup klo duit, menurut lu apa?" Seketika dia pun seperti tak punya gairah untuk melanjutkan pertandingan itu, karena dia sendiri tak tahu apa yang akan dipertaruhkan nanti.
" Motor gw, tapi minta mereka ganti taruhannya " Liam yang tiba-tiba datang mengejutkan mereka.
Dia pun duduk dan menenggak habis air mineral yang ada di meja.
" Vangke kaya jelangkung aja lu, kagak ada suara tau tau dah nongol aja " Taksa yang terkejut sambil memukul lengannya.
" Aishhh basahkan, gw lagi minum ogeb, ngapa dah pada " sungut Liam sambil mengibas-ngibaskan kausnya yang basah.
" Kabur lu?" Ren pun bertanya. Liam pun hanya menyengir kuda saja menjawab pertanyaan temannya itu.
" Di pasung baru tau rasa lu " ucap Taksa sambil melempar kulit kacang ke arahnya.
" Lu kalo makan janganlah buang kulitnye merate-rate, lelah nanti Ade nyapunya bang " kelakar Liam mengikuti logat bahasa dari duo botak yang sering iya tonton itu.
" Huuuu!” Taksa malah melempar semua kulit kacang yang ada di atas meja.
" Apa maksud lu minta taruhan mereka di di ganti?" Ren bertanya maksud Liam tadi.
" Suruh mereka taruhin si Nuna, gw rela motor gw jadi bahan taruhan lu " Menatap serius ke arah Ren.
Taksa pun memukul kepala belakang Liam " Lu sinting apa gegar otak ha! apa untungnya kita dapetin tuh cewek," kesalnya. Liam mengusap belakang kepalanya yang sedikit sakit. " Sakit ogeb " Sambil balas menendang Taksa.
Ren pun memandang Liam menunggu penjelasannya, karena dia pun sepikiran dengan Taksa, apa untungnya mendapatkan gadis itu.
" Gw yakin tuh cewek pengen lepas dari Deon " Liam berucap mengutarakan pikirannya.
" Dari mana lu tau dia pengen lepas?" Taksa meremehkan pemikirannya.
" Ntah filling gw aja sih, gw yakin tuh cewek ngga betah ma Deon, cewek mana coba yang mau di kasar in gitu terus sama pacarnya " masih tetap kuekeh dengan pendiriannya.
" Yang lu liat waktu itu kan mungkin emang mereka lagi berantem " lagi lagi Taksa sudah mengutarakan apa yang dipikirkan oleh Ren.
" Tatapan matanya keliatan banget klo dia ketakutan broo, gw liat sendiri—" masih berusaha membujuk.
" Tuh cewek takut ma Deon, bukan tatapan lope-lope." lanjutnya.
" Kalo kita ngajuin taruhan begitu, belum juga tanding dah jadi ring tinju duluan tuh jalan " tukas Taksa sambil menyenderkan kepalanya ke sandaran sofa bekas favoritnya.
"So?” tanya Ren ke Liam.
" Buntu gw, tp gw berharap kalian bisa mikirin tuh cewek, gw beneran kagak tega, gw jadi inget mendiang kakak perempuan gw." Pasrah Liam, karena dia memang tak tega dengan gadis itu, itu juga yang buat dia mengingat mendiang mendiang kakak perempuannya.
Dia juga tahu, tak akan mudah mengatakan ke Deon untuk mempertaruhkan kekasihnya itu, benar kata Taksa, sebelum bertanding mungkin sudah baku hantam terlebih dahulu.
Taksa yang paham kesedihan Liam pun menepuk punggung sahabatnya itu, Taksa tahu Liam mempunyai hati yang tulus, dia benar-benar seorang teman yang baik, hingga Ia rela mempertaruhkan motornya hanya untuk seorang gadis yang tidak begitu mereka kenal.
" Lu yakin mau taruhin motor Lu?" Ren memastikan ucapan Liam tadi. Liam hanya mengangguk.
" Klo gw kalah, Lu di gantung kagak ma bokap lu?" Ren masih berusaha membuat Liam berfikir logis.
Ren pun tahu Liam hanya asal berucap, dari cara Ia menelan salivanya, anak itu hanya bicara tanpa berpikir panjang.
" Gw dah sering ngomong, klo mo ngutarain pendapat pikir in dulu jangan asal ngejeplak." Ren pun merebahkan kepalanya ke sandaran sofa bekas.
" Trus kalian mau nyerah gitu aja?" Liam pun balik bertanya.
Ren dan Taksa pun tak menjawab, karena mereka pun masih memikirkannya.
" Dah motor gw aja, ntar gw minta nyokap gw nebus tuh motor ke Deon kalo emang lu kalah " Akhirnya Liam pun mantap berkata, dia sendiri tak yakin apa Ibunya akan menebus kembali motornya, atau malah sang Ayah akan mengirimnya ke sekolah Militer.
Kayaknya gw bakal di kirim ke Zimbabwe klo tuh motor ilang, huh nasib ... nasib. Ucap Liam dalam hati.
Hanya itu yang bisa Ia bantu untuk teman-temannya, Liam merasa dia pun setidaknya harus sedikit berguna untuk sahabatnya itu.
" Lu bener-bener yakin?" Ren memastikan dengan menatap ke arah mata Liam, tak ada keraguan di mata anak itu.
Ren pun setuju dan akan segera menghubungi King orang yang biasa mencari pembalap di acara balap Liar itu.
" Lu harus bener-bener berusaha supaya menang ya!" dengan tatapan memastikan ke arah Ren. Ren pun hanya tersenyum miring.
Ren pun mengambil ponsel dari saku celananya dan mendial nomor King.
"Bang gw dah ada taruhannya motor ***** *** " Ren pun menyebutkan jenis motor Liam.
" Klo bisa gw minta mereka rubah taruhannya " Ren mencoba bernego.
Liam pun terkejut mendengar Ren yang meminta Deon merubah taruhan mereka. Dia pun mendengarkan apa yang akan di minta oleh Ren.
" Gw minta cewek buat taruhannya " Terdengar tertawaan terbahak-bahak di seberang sana.
" Gw bukan mau sembarangan cewek, gw minta Ceweknya si Deon, coba lu ajuin syarat dari gw bang " Ren pun tertawa mendengar makian lawan bicaranya itu.
" Gw serius bang, gw pernah liat si Deon jalan sama cewek laen, ya kali dia dah bosen ma tuh cewek " Masih dengan santai mengutarakan keinginannya itu.
" Oke gw tunggu secepatnya bang " Masih sambil tertawa mendengar gerutu an dari lawan bicaranya itu.
Ren pun mematikan ponselnya dan menatap sahabatnya yang terlihat kebingungan.
"Paan?" Ucapnya santai.
"Gila emang lu" Taksa menggerutu, sedangkan Liam langsung memeluk Ren dan langsung di singkirkan oleh Ren.
Apakah Deon akan menerima tantangan Ren untuk mempertaruhkan kekasihnya Nuna.....lanjut nanti ya😉✌
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 55 Episodes
Comments
Radin Zakiyah Musbich
aq hadir kembali 🥯🥯🥯
jgn lupa mampir juga di novelku dg judul "My Annoying wife" 🍇🍇🍇
kisah cewe bar bar yang jatuh cinta sama cowo polos ☘️☘️☘️
tinggalkan like and comment ya 🥭
2021-02-26
2