Sekarang kita memperkenalkan teman Ren yang lain yaitu Liam yang biasa di panggil Li.
Awal perkenalan mereka pun hampir sama seperti Taksa, bedanya Taksa berurusan dengan para preman sedangkan Liam dengan para pembuli.
Ren yang saat itu sedang berjalan menuju bengkel tempat tongkrongannya bersama Taksa, mendadak berhenti di tengah jalan karena melihat ada seseorang yang sedang di hajar oleh temannya sendiri. Karena Ren melihat mereka memakai Almamater yang sama.
Ren berteriak menghentikan perkelahian itu sesaat, dia meminta mereka untuk menyingkir dari jalan sebab menghalanginya berjalan.
Berkata dengan sikap cuek sambil menenggak air mineral di tangannya.
Melihat ada orang lain melintas, Liam lekas bangun dan berlari menghampiri Ren dan bersembunyi di belakang punggung Ren bermaksud meminta tolong.
" Hei— " bentak Ren.
" Ngapain lu lari kemari? " lanjutnya sambil menoleh ke belakang melihat Liam yang babak belur di hajar 2 orang teman kampusnya sendiri.
" Bang tolong Bang ... gua janji Bang, nanti gua bayar Bang " Dengan gemetaran, Liam pun meminta tolong.
"Bang ... Bang ... lu pikir gw kang somay, paling gue tua setaun dua taun ma lu ******!" sungutnya merasa tersinggung di panggil Abang.
" Kan gw kagak kenal lu bang, makanya panggil Abang biar sopan. Apa Abang mau di panggil Oppa? " Tanyanya sedikit bingung.
Dan itu malah membuat Ren terpancing emosi, dan berbalik menatap Liam, Ren yang tidak mengerti bahasa "OPPA" merasa tersinggung dengan panggilan itu. Abang saja dia tak sudi, apa lagi di panggil Kakek.
" Lu panggil apa? " sambil mencengkeram kerah kemeja Liam. " Emang gw keliatan kakek-kakek ha! " bentak Ren.
Liam mengangkat kedua tangannya diatas bermaksud menyerah, "ng ... ngga Bang, bukan gitu Bang eh Mas, oppa itu panggilan Korea, gue salah aturan Hyung, maaf Bang ... ampun."
"Korea ... Korea, pala lu! abis Abang, Oppa, sekarang mas, panggil gue Ren, ngerti lu!"
Liam hanya mengangguk dan memperkenalkan dirinya, namun Ren tetap cuek tak memedulikan lelaki yang sudah membuatnya emosi sesaat tadi.
Ren lantas bertanya berapa Liam berani membayarnya untuk menghajar kedua orang yang membulinya tadi.
"Lu mau bayar gw berapa?" tanya Ren sambil menyeringai meremehkan.
"Gue cuma punya duit 100rb, tp gue belum makan Bang eh Ren, sisa in buat makan siang ya? " jawab Liam mencoba bernegosiasi
"Heh bocah lu kira gw kang dagang maen nawar." Sungut Ren.
Para pembully akhirnya mendekat, dan memandang remeh Ren. Mereka menilai penampilan Ren yang urakan, kaus hitam, celana robek-robek, mereka berpikir jika Ren hanya berandalan kampung.
Dengan arogan salah satu pembuly berkata kepada Ren untuk menyerahkan Liam. Karena Liam perlu di beri pelajaran agar tunduk pada aturan.
Ren bertanya, bukannya yang harusnya menghukum mahasiswa itu adalah dosen atau rektor mereka. Apa hubungannya dengan mereka yang sesama mahasiswa.
Para mahasiswa tadi tertawa melihat kebodohan Ren, mereka berkata di kampus juga harus bisa menghormati senior.
"Emang dia ngelakuin apa sampe kalian pada ngehajar dia?" Ren bertanya dengan mengedikan kepalanya ke belakang menunjuk Liam.
"Lu kagak usah ikut campur, kasih aja tuh anak ke kita."
"Lu berani bayar gw berapa buat ngasih nih anak? " Tantang Ren.
Liam yang merasa ketakutan semakin ketakutan, karena upayanya meminta tolong kepada Ren ternyata gagal. Ternyata Ren bahkan akan menyerahkan dirinya, jika para pembullynya memberi dia uang.
Semakin ciut saja nyalinya.
"Heh Ren bukan tadi lu dah janji mau nolong gw? Napa sekarang lu nego ma mereka? " sungutnya tak terima.
"Klo mereka bayar lebih dari lu gw kagak peduli urusan lu."
"Banyak bacot lu pake nawar segala, kasih kagak tuh bocah tengik!! Apa lu mau kita hajar juga?" Menyeringai dan mulai mengarahkan tinjunya ke Ren.
Namun serangan mereka bisa di tangkis oleh Ren yang langsung memelintir tangannya ke belakang dan membuat pembully berlutut menahan sakit.
"Klo gue nanya jawab!! Jangan asal jotos, gue bukan orang yang gampang kalian hajar!! " Sambil terus menginjak punggung si pembully, si pembully pun merasakan sakit yang teramat sangat.
"Ampun Bang ... ampun ... lepas in Bang, gw kagak bakal ganggu si culun lagi," mohon si pembully sambil menahan sakit, seperti merasakan tangannya yang di rasa hampir lepas itu.
"Belajar yang bener, karena ngga semua orang seberuntung kalian." Bisik Ren ke pembully sambil melepaskannya.
Para pembully lari menjauh dan ketakutan melihat aura yang sangat gelap dari Ren selayaknya melihat monster.
Liam yang merasa selamat memeluk Ren hingga mereka berdua jatuh terjengkang ke belakang.
Ren yang kesal menyingkirkan tubuh Liam dari atas tubuhnya lalu duduk.
Liam yang masih berbaring mengucapkan terima kasih kepada teman yang baru menyelamatkannya tadi.
Ren yang kesal lantas segera bangkit berlalu dan terus di ikuti oleh Liam di belakangnya.
Ren pun berbalik dan menghadang Liam yang selalu membuntutinya itu sambil terus menendang Liam, namun Liam hanya diam saja bahkan dia terus tertawa yang membuat Ren bergidik ngeri. Dia berpikir apa Liam ini gegar otak gara-gara sering di bully teman-temannya.
Akhirnya sampailah Ren dan Liam di bengkel yang sudah di tunggu oleh Taksa. Dengan tatapan heran, Taksa bertanya siapa yang di bawa oleh Ren. Ren hanya berkata orang sinting. Liam lalu memperkenalkan dirinya kepada Taksa dan Paman pemilik bengkel.
Liam langsung menjabat tangan Taksa "gue Liam, panggil aja Li temennya Ren," Sambil terus tersenyum lebar.
Ren yang merasa tidak pernah mengajak Liam berteman melempar air mineral botolnya ke kepala Liam, yang di ambil oleh Liam dan diminumnya.
Ren hanya melongo, namun Liam merasa senang karena Ren memberinya minum.
Dan Taksa yang pada dasarnya orang yang ramah membalas dengan tertawaan yang sama dan dia bisa melihat sekilas kalau Ren pun sedikit tersenyum.
Taksa bersyukur akhirnya kelompok mereka bertambah walaupun Taksa tak yakin melihat tubuh lelaki di hadapannya ini mampu berteman dengan dunia Ren yang keras.
Liam bersalaman dengan Paman pemilik bengkel yang sedang mengecek mesin motor Ren dan bertanya ini itu.
Sedangkan Taksa akhirnya menghampiri Ren dan duduk di sebelahnya. Yang kala itu Ren tengah meletakan kepalanya ke sandaran kursi sambil memejamkan matanya.
"Mungut di mana tuh bocah?" tanya Taksa penasaran.
Ren kembali duduk biasa tanpa bersandar dan membuka kembali air mineral yang baru, lalu menjawab pertanyaan Taksa.
"Mungut di jalan tadi takut di gondol si Tince, dia kan suka tuh berondong model begitu," Sambil tertawa terbahak-bahak membayangkan Liam akan habis di cium oleh keturunan tulang lunak tersebut.
Taksa yang mendengarkan pun ikut tertawa terbahak-bahak membayangkan seperti yang Ren bayangkan.
Tapi tidak dengan Liam yang bingung kenapa mereka semua tiba-tiba tertawa terbahak-bahak seperti itu, lalu bertanya kepada Paman bengkel.
"Om, Tince siapa sih?" Tanya Liam dengan ekspresi bingung.
Dan belum juga Paman pemilik bengkel menjawab, tiba-tiba orang yang di bicarakan pun muncul, dengan hot pants yang di padu-padankan dengan stoking merah dan high hillsnya.
Dan baju yang menyerupai jala ikan berwarna kuning, tidak ketinggalan make up menornya. Suaranya yang dibuat manja, tapi ketika marah maka suara jantannya lah yang keluar.
"Halo abang-abang ganteng. Duh ... sapose ini? calon cem-ceman baru eyke ini " ujar Tince sambil mengedip-ngedipkan mata ke arah Liam.
Liam yang kaget sekaligus ngeri langsung berlari ke arah Ren dan Taksa. Tince berusaha mengejar mereka, akhirnya malah mereka bertiga berlari keluar bengkel menghindari Tince yang masih mengikuti.
Mereka berlari dan bersembunyi di taman, sambil duduk dan dengan nafas terengah-engah mereka tertawa bersama sambil memukul Liam yang jadi korbannya.
Karena sebenarnya Ren dan Taksa bingung, mengapa mereka berdua ikut berlari.
"Gue kagak pernah punya temen karna gw culun dan lemah, gue selalu di bully ma temen-temen gue, akhirnya sekarang gue ngerasain punya teman!" ucap Liam sambil merangkul Ren dan Taksa.
Ren hanya berdecih dan berkata kalo dia tidak menganggap Liam itu temannya, Taksa yang tahu Liam bersedih lantas menepuk bahu Liam berulang-ulang, seolah menyemangati teman barunya itu dari penolakan Ren.
"Dunia main gue keras ngga bakal cocok ma lu, mending lu kuliah yang bener jangan mau lagi di tindas, lawan kalo emang lu kagak salah, lu bego kalo diem aja." Ren menasehati Liam dan menjelaskan kalo dunia mereka pasti berbeda jauh.
"Gue cuma mau bertemen ma kalian, gue bisa nerima kalian, kita ada di bumi dan langit yang sama, apa bedanya? " sergah Liam menatap penuh harap ke arah Ren.
Ren bangkit di susul oleh keduanya, sambil berkata kalo Liam ngga akan bisa cocok dengan dunia mereka, lalu berlalu begitu aja.
"Ren bener dunia pergaulan kita ngga bakal cocok dengan lu. Mending lu kuliah yang bener, gw yakin nanti pasti ada yang mau bertemen ma lu," ucap Taksa sambil menepuk pundak Liam sekali lagi dan ikut menyusul Ren.
Tapi Liam tidak menyerah, dia akan tetap berjuang agar di terima menjadi teman oleh Ren dan Taksa.
Karena hari juga telah sore Liam memutuskan untuk pulang dan memikirkan cara mendekati Ren.
Ren juga kembali ke rumah dan di sambut oleh kakak beserta Ibunya. Seperti biasa Ibunya selalu menyambutnya dengan senyum hangat yang malah mengiris hati kecil Ren. Dia merasa tak pantas di perlakukan begitu oleh Ibunya.
Dia yang selalu acuh pada Ibunya, toh wanita itu tak pernah sekali pun berkata kasar padanya atau pun kakaknya.
Jauh di lubuk hatinya dia bersyukur memiliki Ibu yang seperti malaikat itu.
"Sudah pulang, Nak? Ayo makan " tanya sang Ibu dengan tersenyum dan segera mengambilkan makan dengan lauk yang ada di warungnya.
Ren pun duduk di depan meja kasir, di seberang ibunya. Ibunya meletakan makanan Ren di depannya, sambil berkata itu adalah lauk favorit Ren, hari ini sengaja ibu memasak lauk itu untuk Ren.
Ren tersenyum, dan mengucapkan terima kasih, sang Kakak Saka hanya mendengarkan saja percakapan Ibu dan Adiknya sambil terus mengelap piring yang telah ia cuci itu.
"Bagaimana harimu Nak?" tanya Ibu sambil menulis catatan untuk belanja esok hari.
" Biasa aja " jawab Ren enggan.
"Tumben kamu ngga ngajak Taksa kemari?"
Menanyakan kabar teman Ren, yang biasa mampir ke warungnya, namun hari ini tak tampak sama sekali.
" Ya jangan sering-sering ke sini juga Bu, percuma makan di sini juga ngga mau bayar, mending ngga usah kesini sekalian," sela Saka.
Ren yang kesal lantas menghentikan makannya lalu menarik kerah baju Kakaknya sambil berkata apa maksud dari perkataan Saka itu, sang Ibu yang lelah selalu melihat pertengkaran anaknya datang dan memohon kepada Ren untuk melepaskan cengkeramannya. Ren melepaskan sambil mendorong kasar sang Kakak.
"Temen gw makan disini selalu mau bayar, tapi Ibu yang nolak, maksud lu ngomong begitu apaan ha! " bentak Ren dengan nada amarah yang tak tertahan.
"Saka, Ren benar, Ibu sudah anggap Taksa anak ibu juga, lagian semenjak Ren berteman dengan Taksa, Ren selalu menyempatkan makan di rumah, ngga baik kamu bicara begitu terhadap teman Adikmu " bela sang Ibu.
Saka yang merasa pasti kalah berdebat dengan Ibunya memilih ke dapur untuk mengambil sayuran yang akan di masak esok hari.
"Ren maafkan Kakakmu, Ibu tahu kalau Kakakmu sangat perhatian sama kamu, dia cuma khawatir, sudah sebaiknya kamu mandi dan istirahat." perintah Ibu.
Ren hanya mendengus mendengar perkataan Ibunya tentang Saka yang mengkhawatirkannya.
Ren segera menaiki tangga menuju kamarnya yang di tempati bersama Saka, karena di rumah ini hanya ada 2 kamar terpaksa Ren harus berbagi kamar dengan kakaknya itu.
Ruang bawah sudah di sulap untuk warung makan ibunya dan dapur. Rumah yang amat sangat jauh berbeda ketika Ayah mereka masih ada. Walaupun rumah mereka dulu tidak mewah setidaknya lebih luas dari rumah sekarang, jauh lebih luas.
Ren berbaring menatap langit kamarnya, dan teringat kenangan terakhirnya bersama Kakak, dan sang Ayah. Mereka memancing bersama dengan perahu kecil, dan Ibu mereka menunggu di tepi dengan segala makanan buatannya.
Hidupnya langsung berubah 180 derajat, roda benar-benar berputar ke bawah, dia yang tadinya hidup berkecukupan sekarang bahkan harus meringis ketika melihat dompetnya yang sangat tipis.
Ibunya yang dulunya hanya ibu rumah tangga, sekarang harus banting tulang berjualan nasi untuk mencukupi kebutuhan ia dan sang Kakak.
Bahkan sekarang tak pernah sekali pun ia melihat sang Ibu berpakaian rapih dan berdandan. Walaupun dia merasa Ibunya tetaplah cantik tanpa harus berdandan.
Ren merasa tak berguna, di usia Ibunya yang sudah senja, seharusnya ia dan Kakaknya lah yang menghidupi sang Ibu. Ini malah sang ibu yang masih harus menghidupi ia dan Kakaknya. Hatinya meringis tak terasa bulir bening mengalir dari sudut matanya, membayangkan wajah sang Ibu.
"Napa lu, kesambet? " tukas Saka sambil berlalu mengambil handuk menuju kamar mandi.
Ren mengangkat ponselnya yang berdering, tertera nama seseorang di sana yang di panggil King.
"Halo bang? " Ren mendengarkan.
"Ren malem minggu ada yang mau ngajak lu tarung siap kagak lu? Taruhannya 20jt," ucap King sambil menghisap rokoknya.
Ren keluar kamar berdiri di balkon rumahnya sambil menyalakan rokok " Siapa lawannya bang, orang baru kah?"
"Anak buahnya si Deon "
"Dia tau motor gw kan? " Tanyanya, dia tau anak buah Deon rata2 memiliki motor yang jauh di atasnya.
Ren lantas mematikan panggilannya setelah orang yang di panggil King itu menjawab pertanyaannya.
Ren berpikir tidak biasanya Deon dan anak buahnya mau melirik balapan dengan geng motornya. Tapi dia tidak ambil pusing yang dia butuh kan hanya uang taruhannya yang lumayan besar.
.
.
.
Next.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 55 Episodes
Comments
must~cherry33
tince si tukang lunak:-D
2021-06-10
0
Navaz_Oyu
wkwkw pasukan tulang lunak🤣
2021-02-24
2