Axera beranjak dari kursi, menutup buku dan mulai melangkah menuju asal isak tangis tersebut. Tak pernah disangkanya bahwa salah satu rumor tersebut ternyata benar, namun karena rasa penasaran sudah mulai menguasai, meskipun sekujur tubuhnya sudah merinding, ia tetap penasaran dengan sosok yang berada di pojok ruangan, di balik sebuah rak buku.
Selangkah demi selangkah dirinya semakin mendekat. Ia tak pernah menduga dirinya akan senekat ini selain harus menghadapi para murid tiap harinya. Untuk pertama kali, Axera benar-benar melakukan sesuatu yang mungkin dapat membahayakan nyawa dengan keinginan sendiri.
Suara isak tangis itu semakin terdengar, mengirim hawa dingin melewati tubuhnya, hingga Axera harus berbalik ke belakang untuk memastikan tak ada sosok menyeramkan di sana. Begitu yakin, ia kembali melanjutkan langkah, kemudian menggeser beberapa buku ke samping untuk dapat melihat dari balik rak, sebab ia takut untuk langsung menjumpai sosok yang kini sedang berada di depannya, duduk membaca sebuah buku dengan rambut putih acak-acakan. Ia mengenakan seragam yang sama seperti yang dikenakan oleh Axera, sebuah rompi merah berkancing emas dan rok pendek di atas lutut berwarna putih dengan dua garis hitam di pinggirnya.
Axera melangkah ke kanan, mencoba untuk melihat sosok gadis itu lebih jelas. Tiba-tiba isak tangis berubah menjadi sebuah tawa keras, membuat dirinya kaget setengah mati, terjungkal ke belakang dan tanpa sadar menarik rak buku ikut jatuh bersama. Axera telat bereaksi, ia hanya dapat menutup mata, menunggu rak buku tersebut jatuh menimpa.
Sedetik.. dua detik.. tiga detik..
Ia sama sekali tak merasakan adanya hantaman ataupun benda berat di atas dirinya. Perlahan Axera membuka mata, terkejut ketika melihat seorang gadis sedang menahan rak buku tersebut dengan mudahnya, seakan ia sedang mengangkat sesuatu yang ringan. Gadis tersebut mendirikan rak, lalu menggunakan sihirnya untuk mengangkat tiap buku kembali ke barisan masing-masing tanpa harus menggunakan tangan. Begitu selesai, ia menoleh pada Axera, menatapnya dari ujung kepala hingga ujung kaki dan melipat lengan "Apa yang kau lakukan di sini?" tanyanya curiga.
Axera melihat kanan-kiri, memastikan gadis itu sedang berbicara dengannya, lalu menunjukkan buku yang tadinya ia baca. Gadis tersebut menaikkan alis, bingung terhadap reaksi laki-laki di hadapan dia. Tak pernah sekali pun, ia melihat seseorang tampak begitu aneh seperti Axera "Maksudmu.. kau sedang membaca sebuah buku?" tanyanya lagi.
Axera mengangguk pelan, bangkit berdiri, menundukkan badan sebagai permintaan maaf, kemudian buru-buru melangkah pergi. Ia tidak ingin adanya masalah lagi, terlebih sesudah melihat lambang khusus milik The Nines berada pada gadis tersebut. Sudah cukup hidupnya menderita dengan perlakukan tiap murid akademi, jangan sampai The Nines ikut campur, menambah masalah yang sudah begitu menyiksa.
Namun, yang ditakutkan oleh Axera benar terjadi. Gadis tersebut memanggilnya, meminta Axera untuk berbalik ke belakang, menatap matanya. Mau tidak mau, ia melakukan seperti yang diperintahkan oleh gadis itu sambil berharap semoga ia tak mendapatkan satu pun pukulan. Baru saja tubuhnya terasa nyaman, masa ingin sakit lagi hanya dalam kurun waktu kurang dari sehari?
Begitu tiba saatnya bagi Axera menatap mata. Gadis tersebut tampak seperti mematung di tempat tanpa bisa berkata apa-apa. Axera mengira dirinya sudah masuk dalam masalah besar dan gadis itu sudah merencanakan sesuatu yang buruk seperti menyeretnya keliling akademi atau mungkin melemparnya tinggi ke atas lalu menjadikannya sebagai sasaran proyektil sihir. Sudah cukup hanya dengan menjadi samsak tinju seperti kemarin, ia tak ingin melalui sesuatu yang dapat membuatnya mendekati maut jauh lebih dekat lagi. Sampai kapan dirinya harus prank malaikat maut dengan kondisi tubuhnya yang hampir kehilangan nyawa berkali-kali? Jujur saja, ia merasa sedikit kasihan pada malaikat yang ditugaskan mengambil nyawanya.
Beberapa detik berlalu yang terasa seperti menit. Akhirnya gadis tersebut kembali sadar, namun ia terlihat sedikit gemetaran. Ia berusaha menyembunyikannya dengan meletakkan kedua tangan di belakang punggung, lalu mengulum sebuah senyuman pada Axera "Tidak ada apa-apa, aku pikir kau adalah seseorang yang mesum dan sedang mengintip diriku dari balik rak, ternyata kau bukanlah seseorang yang seburuk itu. Kau boleh pergi sekarang" ucapnya sedikit terburu-buru dengan nada manis.
Saking terkejutnya, Axera hanya berdiri diam di sana, tak tahu harus bersikap seperti apa. Untuk pertama kali dalam hidup, ia mendapatkan sebuah perlakuan seperti ini dari seseorang, terlebih lagi seorang perempuan! Ia tak tahu harus senang, sedih atau mungkin marah dan gadis itu salah paham dengan balasan Axera. Ia mengira Axera akan memberikan dirinya sebuah pelajaran karena sudah berani menghentikan ia berjalan. Meskipun ia tak dapat merasakan adanya kekuatan ataupun aliran mana dari sosok laki-laki tersebut, namun hanya dari tatapan matanya, ia dapat mengetahui bahwa Axera adalah seseorang yang berbahaya, jauh lebih berbahaya dibandingkan The Nines, bahkan mungkin kepala sekolah akademi yang terkenal kejam. Setidaknya, itulah dugaan dia.
Axera berdiri diam mematung. Tatapannya masih terarah pada gadis tersebut. Axera kemudian berusaha mengingat-ingat apa yang biasa dilakukan oleh murid laki-laki ketika sedang berhadapan dengan perempuan, lalu mengingat sebuah kejadian yang membuat satu koridor heboh saat dirinya sedang diberi gosokan di kepala menggunakan kepalan tangan oleh seseorang. Mungkinkah ia harus melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan oleh murid senior tersebut?
Tanpa menunggu lagi, Axera berjalan mendekat dan tampak begitu percaya diri jika dilihat dari pandangan orang lain, padahal sebenarnya ia hanya meniru apa yang dilakukan oleh murid laki-laki itu. Si gadis berambut putih tampak terkejut dan berjalan pelan ke belakang hingga tubuhnya terhentikan oleh sebuah dinding. Ia kemudian melihat wajah Axera. Seketika kedua matanya terbelalak lebar begitu menyadari Axera adalah seseorang yang begitu tampan, jauh lebih tampan dibanding seluruh murid laki-laki dalam akademi. Seketika jantungnya berdegup cepat tanpa dapat ia kendalikan dan tahu-tahu, Axera kini tinggal berjarak beberapa senti darinya.
Napas Axera yang hangat dan berbau mint, menyentuh wajah, memberikan rasa geli seperti beberapa kupu-kupu beterbangan di perutnya. Ia lalu tersentak ketika Axera meletakkan tangan kirinya di samping kepala dengan wajah yang terus mendekat dan tatapan yang mulai sayu. Tatapannya itu terlihat begitu menggoda dan tampak menghipnotis.
Axera lalu berhenti ketika wajah mereka hanya berjarak beberapa senti saja. Mata merahnya terlihat indah jika dilihat dari dekat, terlebih ketika lambang asing di permukaan matanya itu mulai mengeluarkan cahaya redup. Ia berhenti karena tak tahu apa yang harus ia lakukan berikutnya. Yang ia ingat, murid laki-laki tersebut mendapatkan sebuah tamparan di wajah, kemudian si murid perempuan beranjak pergi meninggalkan dirinya. Axera juga mengharapkan hal yang sama, ia tak ingin berada di dekat gadis ini lebih lama lagi dan mungkin saja dengan melakukan ini, ia akan membenci Axera?
Axera benar-benar bingung. Ia benar-benar dapat mengingat wajah yang dibuat oleh murid perempuan tersebut ketika beranjak pergi, yaitu sebuah rasa benci mendalam. Tapi mengapa.. gadis ini justru menunjukkan sebuah raut wajah baru yang tak pernah ia lihat sebelumnya? Raut wajah ini seperti campuran antara rasa bingung dan.... marah? Wajahnya terlihat merah seperti tomat, artinya dia marah bukan?
Karena merasa rencananya tak berhasil, Axera akhirnya melangkah pergi tanpa berbalik ke belakang sama sekali. Ia sama sekali tak paham apa yang berbeda dengan apa yang dilakukan murid senior itu dalam ingatannya. Mungkinkah ada teknik tersendiri untuk mendapatkan tamparan? Mungkin ia harus mempelajarinya jika memiliki waktu luang nantinya.
Gadis berambut putih itu menatap Axera pergi dengan raut wajah bingung sekaligus terpana. Ia belum pernah mendapatkan sebuah perlakuan seperti ini. Seumur hidupnya sebagai seorang bangsawan, tiap orang selalu bersikap lemah lembut dan penuh hormat kepadanya. Belum pernah ada yang begitu frontal dan tak berperasaan seperti laki-laki itu.
"Cih! Bisa-bisanya dia pergi begitu saja tanpa mengucapkan apa-apa! Akan kubuat dirimu membayarnyaaaaa!!" jeritnya emosi, meskipun sebenarnya dia sedang menyembunyikan sebuah perasaan baru yang timbul dan entah akan membawa kebahagiaan atau justru kesedihan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 91 Episodes
Comments
♣$ystem[Hμπte®]~™
itu cowo nya sering di hajar Ampe bego atau kelewat polos
2021-04-07
2
anggita
ehm., dialog rda minim.,🤔 tpi oke lah
2021-04-03
1
Sadewa Radit
bisu thor???
2021-03-21
1