Jauh dari kerajaan tempat Axera kini berada, beberapa orang sedang duduk mengitari api unggun, tampak seperti sedang menunggu sesuatu. Orang-orang dengan zirah berwarna hitam serta tatapan setajam silet, berhias warna mata hazel.
Salah seorang dari mereka sedang memeriksa kerajaan besar menggunakan teropong dan berkat mereka berada di atas sebuah pegunungan, ia dapat melihat dengan jelas kerajaan tersebut sekaligus menghitung seberapa banyak pasukan yang sedang berjaga di atas tembok kerajaan.
Seorang laki-laki berambut hitam, tulang pipi tinggi dan kulit pucat, sedang mengorek-ngorek api unggun menggunakan sebuah ranting. Matanya tertuju pada api yang sedang menari-nari mengikuti arah tiupan angin, namun kesadarannya sedang melayang di antara memori-memori penting mengenai misi kali ini.
Tepat saat itu juga, masing-masing telapak tangan kanan mereka mengeluarkan sinar redup keemasan. Mereka saling bertatapan, mengangguk paham dan tanpa memerlukan sebuah aba-aba, mereka sudah bergerak dengan cepat, menghapus jejak, kemudian menuju kerajaan tersebut. Tanpa seorang pun tahu, kehancuran akan datang.
Axera membuka mata, mendapati dirinya sedang menatap langit malam berhias bintang-bintang gemerlapan. Ia berusaha bangkit berdiri dan terkejut ketika mengetahui rasa sakit serta nyeri sebelumnya, kini benar-benar telah menghilang, seolah tubuhnya tak pernah diserang sama sekali. Bahkan, ia merasa jauh lebih berenergi dan kuat dibanding sebelum dirinya pingsan.
Ia kemudian melangkah ke tepi danau, mencoba mengecek apakah kali ini ada yang berbeda dari dirinya. Benar saja, sepasang mata indah berwarna biru itu, kini tergantikan sepasang mata merah tajam yang membuat sekujur tubuhnya merinding. Jujur saja, sepasang mata barunya itu membuat ia merasa takut, seakan sedang diintai oleh predator dan siap untuk menerkam kapan saja.
Lalu, sebuah pertanyaan muncul. Sudah berapa lama semenjak ia pingsan? Sehari? Dua hari? Ataukah seminggu? Tapi, juga ia sudah menghilang selama itu, bukankah seharusnya ada yang mencar- menemukannya di sini? Namun, karena tak ada yang menemukannya, kemungkinan paling besar adalah ia baru pingsan sekitar beberapa jam dan ini masihlah hari yang sama.
Axera memerhatikan bagian tubuh yang lain, mencoba mencari apakah mungkin ada sebuah perubahan selain warna mata miliknya. Sayangnya, ia tak dapat menemukan satupun yang berubah kecuali sebuah lambang asing muncul di punggung tangan kanan, lambang berwarna merah dengan tekstur warna seperti sebuah magma panas bercahaya redup.
Seumur hidup ia mempelajari lambang sihir, lambang kerajaan serta lambang setiap ras, tak pernah dirinya mendapati sebuah lambang rumit dan aneh seperti ini. Tampak seperti sebuah pedang menusuk sesuatu yang mirip seperti batu, namun bukan batu. Axera memerhatikan lebih detail lagi, menebak-nebak bentuk apakah itu. Ia lalu mengambil sebuah ide dari pola garis yang menyerupai pedang tersebut, sedang menusuk sesuatu, mungkin saja yang ditusuk tersebut adalah mahluk hidup. Axera mulai menyamakan berbagai hewan dan monster dengan bentuk abstrak di punggung tangannya ini.
"Ogre.. bukan, Wyvern.. bukan, naga.. tunggu sebentar"
Axera kini memfokuskan bayangan kepala seekor naga yang pernah dilihatnya dalam buku pelajaran dengan lambang abstrak tersebut dan menemukan sebuah kemiripan. Lambang itu memang menyerupai kepala seekor naga, namun ada sesuatu yang berbeda dengan naga ini dibanding naga-naga yang pernah ia lihat dalam buku. Naga ini terlihat jauh lebih menakutkan dan tampak buas, dilihat dari bentuk matanya yang tajam, berbeda dengan naga biasa yang terlihat seperti seekor anak anjing jika dibandingkan dengannya, padahal naga itu sendiri sudah tampak menakutkan jika dilihat secara nyata. Bagaimana dengan yang satu ini? Bagaimana jika sosok naga ini muncul? Hanya dengan melihat lambang kepalanya saja sudah mengirim rasa dingin ke sekujur tubuh, membuat Axera merinding dan terpaksa memeriksa apakah di belakangnya ada seseorang atau tidak.
Kemudian, sebuah pertanyaan lain muncul di benaknya. Mengapa lambang ini terdapat pada dirinya? Dan mengapa sebuah pedang menusuk masuk kepala milik naga tersebut, meskipun bentuknya sedikit acak dan rumit jika tak diperhatikan dengan baik, tapi siapa yang berhasil mengalahkan naga itu? Mungkinkah ada kaitannya dengan kedua orang tua Axera?
Berbagai pertanyaan lain mulai bermunculan dalam kepala mungil bocah berumur 12 tahun tersebut. Namun, hanya ada satu pertanyaan yang sudah tertanam dan jauh lebih penting keberadaannya dibanding pertanyaan lain. Mungkinkah ini adalah petunjuk mengenai hilangnya kedua orang tua Axera?
Seketika sepasang bola mata merah itu kembali bersinar, seperti mendapatkan sebuah harapan baru di hidup yang sudah seperti neraka ini. Axera tersenyum senang, mengepalkan tangan dengan kuat dan berjanji akan mencari tahu mengenai lambang yang terdapat pada punggung tangan kanannya. Jika memang benar, ini ada kaitan dengan menghilangnya ayah dan ibu Axera, apapun yang akan terjadi berikutnya, ia sudah harus siap dengan konsekuensi, baik itu ringan maupun berat. Demi mencari keberadaan kedua orang tuanya, ia siap melakukan apapun untuk mencapai keinginan tersebut. Tentu saja sambil mempertahankan rasa kemanusiaan serta kebaikan yang masih ia miliki.
Keesokan paginya, Axera sudah siap untuk menjalani sekolah dan memutuskan untuk berangkat sekolah lebih awal agar dapat masuk ke dalam perpustakaan tanpa harus bertemu dengan para pembully. Ia tak ingin waktu berharganya dihabiskan begitu saja oleh manusia-manusia bodoh yang hanya memikirkan dirinya sendiri tanpa pernah memikirkan perasaan orang lain.
Di dalam perpustakaan tak ada siapa-siapa, melainkan seorang laki-laki berumur 40an yang sudah membersihkan sekolah entah semenjak kapan. Ia sedang membersihkan tiap debu di sebuah rak buku menggunakan kemoceng. Ia menoleh pada seorang bocah dengan rambut seputih salju, memberikan senyum padanya dan lanjut membersihkan sambil bersenandung pelan.
Axera terkejut, tak pernah seumur hidupnya ia mendapatkan senyuman tulus dari orang lain. Ia hanya selalu mendapatkan senyuman sombong, mencemooh serta palsu yang kini sudah dapat ia bedakan tanpa perlu melihatnya dua kali.
Ia menggelengkan kepala pelan, mengusir rasa kesal yang mulai datang. Saat ini ia hanya perlu fokus terhadap pencariannya. Waktu yang ia miliki tidaklah banyak, ia hanya punya waktu hingga jam 8 pagi, ketika para murid mulai berdatangan ke sekolah. Dengan kata lain, hanya ada batas maksimal dua jam sebelum waktunya terganggu. Axera setidaknya harus sudah menghabiskan membaca sebuah buku dan mengingat hal-hal yang penting di dalamnya. Salah satu bakat tersembunyi milik Axera yang masih belum ia sadari hingga sekarang, karena menurutnya murid-murid lain dapat membaca buku jauh lebih cepat hanya dalam beberapa detik kemudian selesai dan mendapatkan nilai baik dalam tes, padahal kebenarannya ialah mereka curang terhadap tes tersebut.
Axera memulai pencariannya di rak bertuliskan 'Lambang'. Ia mengambil buku paling ujung dan mengambil sebuah tempat di lantai tiga, di mana jarang murid muncul ke tempat tersebut karena memiliki rumor menyeramkan yang menurut mereka seseorang melihat seorang gadis menyeramkan terkadang duduk di meja sambil tertawa-tawa kecil dan tiba-tiba menangis sendiri tanpa ada sebab. Axera sama sekali tak memedulikan rumor itu, mengingat dirinya tinggal di gedung tua akademi yang sudah memiliki rumor menyeramkan tersendiri, padahal begitu dirinya mencari tahu penyebab dari rumor-rumor itu adalah hal yang begitu imut dan menggemaskan.
Ia mulai membaca dengan tenang sebelum terdengar sebuah isak tangis tak jauh dari tempatnya berada.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 91 Episodes
Comments
anggita
tatapan., Setajam Silet.!
2021-04-03
0
Muhammad Nur Rifaldi
flat tapi ceritanya masih ketangkep
2021-03-22
0
Sembilαn βenuα
Dialog nya gak ada thor....?
2021-03-18
5