The Hellsword
Seperti biasa, Axera melangkahkan kaki menyusuri koridor gelap dan kumuh. Tempat yang telah menjadi bagian dari hidupnya selama 8 tahun berada di akademi terbesar, sekaligus terbaik di seluruh kerajaan. Akademi yang menurut orang-orang adalah akademi tempat para murid dapat belajar sekaligus bersenang-senang tanpa mengetahui apa yang sebenarnya terjadi.
Axera terus melangkah pelan, tak ingin menghentakkan kaki terlalu keras di lantai kayu tua ini. Lantai kayu yang beberapa bagiannya telah menyatu bersama tanaman liar. Tak pernah terurus sekalipun, sebuah gedung terlupakan sama seperti dirinya yang terus berjalan dalam diam, melewati berbagai tumbuhan liar yang kini memenuhi tiap sisi koridor. Ia sama sekali tak terganggu dengan hal tersebut, karena tiap malam ia dapat menyaksikan berbagai bunga serta jamur di sini mengeluarkan cahaya indah sesuai warna mereka, berhias kunang-kunang dan nyanyian jangkrik. Pemandangan yang sudah menjadi penenang baginya setiap malam tiba.
Ia dapat mendengar derap langkah serta sahutan berbagai murid, mulai dari kalangan bawah hingga atas, berada tepat di luar gedung tua ini. Tanpa perlu melihatnya, Axera sudah tahu apa yang sedang terjadi di bawah sana. Sudah menjadi rahasia akademi, jika para murid dari kalangan atas sering menyeret murid-murid kalangan bawah ke halaman gedung tua untuk dijadikan mainan, pelampiasan atau budak.
Teriakan maupun jeritan rasa sakit mulai dapat terdengar. Axera mengepalkan tangan dengan kuat. Ia ingin melakukan sesuatu untuk menolong mereka, namun dirinya sendiri tahu ia tak dapat melakukan apa-apa. Jangankan melawan mereka, mengerjakan pekerjaan ringan saja sudah membuatnya sesak napas dan kehilangan tenaga. Sesuatu yang menjadi penghalang bagi Axera untuk dapat mempelajari kelas ksatria yang membutuhkan latihan keras, demi membentuk tubuh dan kemampuan berpedang.
Ia juga tak memiliki sirkuit mana di dalam tubuhnya, sehingga tak dapat mempelajari sihir. Dengan kata lain, seseorang yang sama sekali tak berguna untuk berada di dunia yang penuh akan manusia berkekuatan besar dan mahluk-mahluk yang dapat menghancurkan satu kota dengan mudahnya.
"Ahhhh! T-tolong berhenti!!"
"K-kumohon jangan.."
"Lepaskan dia- AAARGH!!"
Tanpa disadari, Axera menggertakkan gigi, sesuatu yang jarang ia lakukan. Namun, ia menghela napas panjang, mencoba meredam emosi "Ayo Axera, kau pasti bisa. Tenang.. tenang.. " ia menghembuskan napas, kemudian memasang senyum yang sudah menjadi pelindung perasaannya.
Tapi, begitu mencapai koridor perbatasan antara gedung tua dengan gedung akademi yang baru, tangannya sudah pasti akan gemetar, membayangkan hal-hal buruk apa saja yang akan terjadi hari ini. Tiada hari yang dapat ia lalui dengan tenang. Setidaknya dalam satu jam, ia sudah pasti menjadi sebuah alat bagi tiap murid. Buruknya lagi, tak hanya murid kalangan atas yang melakukannya, namun juga murid kalangan bawah yang melampiaskan semua amarah dan dendam mereka terhadap murid kalangan atas, mengingat Axera tak dapat melakukan apa-apa untuk melindungi diri, selain terus tersenyum seakan tak ada yang terjadi.
Axera memberanikan diri, melangkah memasuki koridor tersebut. Ia berbelok dan benar saja, tiap pasang mata yang berada di sana, langsung menatap dirinya seakan dia adalah mangsa. Mereka sudah tahu kapan ia akan muncul dan mungkin saja sudah menyiapkan rencana untuk menjalani hari dengan Axera sebagai budak.
Salah satunya langsung datang mendekat, seorang murid laki-laki berbadan kurus, wajah tak terawat dan seragam acak-acakan. Seseorang yang sudah pasti berasal dari kalangan bawah. Ia memasang raut wajah menyebalkan, mendekatkannya dengan wajah Axera tanpa memedulikan bau mulut yang hampir membuat Axera muntah di tempat "Berani juga dirimu muncul di hadapan murid sebanyak ini" katanya, menarik kerah bocah berumur 12 tahun di hadapan dia dan melempar bocah itu ke dinding "Apakah kau tak takut dengan kami? Hah!"
Beberapa murid mulai datang mendekat, mereka semua laki-laki dan memiliki penampilan yang hampir sama dengan murid yang kini sedang menjadikan Axera sebagai samsak tinju. Begitu Axera dilempar ke tengah-tengah koridor, mereka mulai menginjak-injak dia di bawah hingga merasa puas dan pergi begitu saja tanpa memedulikan bocah yang sedang memuntahkan darah. Axera bangkit berdiri, menyeka ujung mulut dengan punggung tangan dan merapikan kembali seragamnya yang kini kotor berkat mereka, sesudah mencucinya semalam.
Itu masihlah koridor pertama, dimana kumpulan budak murid kalangan atas berkumpul. Itulah alasan mereka memiliki penampilan jorok serta tak terurus, karena mereka sudah menjadi mainan bagi murid lainnya. Koridor berikut yang akan Axera lewati adalah koridor tempat dimana anak kalangan bawah yang cukup terpandang oleh murid kalangan atas berada. Murid yang terkadang mendapatkan pekerjaan dari kalangan atas, entah itu untuk mencuri sesuatu dari murid kalangan atas lainnya, menyiapkan perangkap ketika akan bertarung atau sekedar melakukan pekerjaan kotor.
Belum sempat menginjakkan kaki di koridor tersebut, seseorang sudah menendang Axera dari belakang, membuat ia terpental ke dinding sekali lagi. Lalu, dirinya pun langsung diseret dan dibawa ke dalam salah satu kelas dimana banyak murid kalangan bawah berkumpul. Tampaknya mereka memiliki rencana yang berbeda kali ini. Kemarin ia diseret ke tengah lapangan dan dijadikan sasaran berlatih. Kali ini apa?
"Hey Axera. Seperti biasa, mohon bantuannya, oke?" ucap salah seorang dari mereka, memiliki rambut landak merah dengan tubuh cukup berotot. Salah satu murid yang sering menjadi babu kalangan atas, dikenal sebagai 'Red' karena rambut merahnya.
Tanpa menunggu balasan dari Axera, ia sudah melayangkan sebuah pukulan keras di perut hingga Axera terpental ke atas, kemudian ditendang ke bawah secara bersamaan oleh beberapa murid lain. Sepertinya hari ini sedikit sama seperti sebelumnya. Satu-satunya perbedaan adalah kemarin ia menjadi sasaran sihir, sekarang ia cuma menjadi sebuah samsak tinju yang memiliki reaksi. Mungkin itulah yang membuat senyuman di wajah mereka menjadi semakin lebar.
Salah seorang murid tanpa sengaja menendang Axera keluar jendela hingga terseret ke tengah lapangan. Tampaknya sesuatu telah terjadi pada murid tersebut, sebab Axera dapat merasakan adanya sedikit niat membunuh.
Axera berusaha bangkit berdiri dan mematung di tempat ketika melihat para murid kalangan atas sedang menatap dirinya dengan tatapan marah bercampur jijik. Sekarang dia mengerti mengapa murid kalangan bawah tadi tak ingin menyeret dia ke sini, ternyata 'mereka' yang sedang menggunakannya. The Nines. Sembilan murid yang menjadi kebanggaan akademi tahun ini, yang nantinya akan berpartisipasi di turnamen antar kerajaan. Murid dengan kekuatan melebihi murid lainnya atau sering dikatakan sebagai 'The Gifted'.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 91 Episodes
Comments
Agus
bocah yg malang
2024-06-09
0
Willy
Lanjut thor 👍🏻😁
2021-04-11
1
anggita
Mapir baca.,🙏
2021-04-03
0