Semua tubuh penumpang bus terhempas maju akibat dari rem dadakan yang baru saja terjadi. Semua penghuni bus dibuat terkejut. Begitu juga dengan Jenny dan Jeffrey yang tak kalah terkejut.
Jeffrey yang memang lupa tidak memegang handlegrib ketika berdiri tidak bisa menahan tubuhnya dengan maksimal. Alhasil, tubuhnya terhuyun ke arah Jenny. Tangannya melingkar sempurna di perut Jenny.
Sesaat Jenny yang masih memegang handlegrib masih bisa menahan tubuhnya agar tidak terjatuh. Tetapi hal itu hanya bertahan untuk sekian detik saja. Cengkraman tangan Jenny pada pegangan bus yang menggantung tersebut terlepas begitu saja karena tidak kuat menahan beban tubuh Jeffrey yang tingginya mencapai 182 cm tersebut.
"Aaahk!" Jenny sempat berteriak sebelum tubuhnya mendarat dengan keras di lantai bus.
Posisi tubuh Jeffrey berada tepat di atas tubuh mungil Jenny. Kedua bibir mereka saling menempel. Sepasang mata kedua anak muda tersebut membulat sempurna. Kejadian yang tiba - tiba itu sungguh di luar kuasa mereka. Tanpa Jeffrey dan Jenny sadari, mereka kini sedang menjadi tontonan bagi semua penumpang bus.
Jenny langsung mendorong tubuh besarJeffrey agar bangkit dari posisinya. Berada di bawah kungkungan Jeffrey, membuatnya merasa tidak nyaman.
Jenny langsung bangkit dan langsung melayangkan sebuah tamparan keras pada muka Jeffrey.
"Kenapa kamu menamparku?!" teriak Jeffrey tidak terima atas perlakuan yang baru saja dia dapatkan.
"Kamu masih bertanya? Hah?! Tindakanmu barusan sangat tidak sopan," balas Jenny geram.
"Itu bukan salahku, jika tadi kamu tidak memaksaku untuk beranjak dari tempat dudukku ini tidak akan terjadi, jadi ini salahmu!" timpal Jeffrey kesal.
"Tubuhmu besar dan tinggi, tapi kenapa kamu sangat lemah? Menahan tubuhmu sendiri saja tidak bisa, dasar cowok mesum!" ucap Jenny penuh penekanan.
"Apa kamu bilang? Ucapkan sekali lagi yang barusaja kamu katakan!" Jeffrey mencengkram kedua pipi Jenny dengan kasar. Dia menghunus tatapan tajam ke arah muka jenny.
"Dasar cowok mesum!" Jenny mengulang perkataannya dengan sorotan mata yang tak kalah tajam. Tindakan Jeffrey tidak sedikitpun menyurutkan keberaniannya.
"Bertemu denganmu sungguh sial! Tadi pagi kau hampir membuat aku terjatuh dari motorku dan kali ini kau menampar dan menghinaku," ucap Jeffrey geram.
"Tadi pagi? motor? apa maksutmu?" tanya Jenny bingung setelah menghempas cengkraman tangan Jeffrey dari pipinya.
"Ahhh, ternyata pengendara motor gila itu kamu? Kenapa hari ini aku begitu apes?" sambung Jenny yang mulai mengerti maksut dari perkataan Jeffrey.
"Pengendara motor gila katamu?! Kamu yang gila! mengayuh sepeda tidak pakai mata!"
"Apa kamu bodoh? sudah aku katakan, aku mengayuh pakai kaki bukan pakai mata!"
"Kamu bilang aku bodoh? sudah berapa kali kamu menghinaku hah?! Kamu sangat berani menghinaku. Cewek gila sepertimu patut diberi hukuman,"
"Please! memangnya kamu siapa? Kenapa aku tidak berani? Kamu itu cowok yang paling menyebalkan yang pernah aku temui,"
"Minta maaf sekarang, maka aku tidak akan menyiksamu," ucap Jeffrey penuh penawaran yang hanya menguntungkan di satu pihak saja.
"Kamu yang harusnya minta maaf! Coba kamu lihat, ketidakbecusanmu dalam membawa motor tadi membuat aku terluka," tolak Jenny seraya memperlihatkan luka goresan yang cukup besar dan masih belum mengering serta lebam berwarna biru keunguan pada kakinya.
"Terus kamu juga menabrakku hingga aku membentur pintu bus dengan keras sehingga tanganku masih terasa ngilu sekarang," tambah Jenny lagi seraya menunjuk lengannya yang sakit.
"Kamu it," ucapan Jeffrey terputus.
"Dan lagi, tanpa sopan kamu memeluk dan menciumku! Dasar mesum! Bisa - bisanya sedikitpun kamu tidak ada niat untuk meminta maaf!" sela Jenny lagi. Kini emosinya sudah mencapai ubun - ubun.
Semua mata fokus ke arah kedua anak manusia yang bagaikan anjing dan kucing tersebut. Terutama kepada Jeffrey, seakan mereka memberi dukungan moril kepada Jenny melalui tatapan mencemoh untuk Jeffrey.
"Coba kamu lihat anak lelaki itu, dia sangat tampan tapi sangat arogan, sayang sekali,"
"Iya, nggak punya sopan santun juga,"
"tindakannya juga kasar dengan perempuan,"
"Eh, anak lelaki itu sepertinya nafsunya besar ya, coba lihat, dia baru saja mencium gadis itu tanpa permisi dulu,"
"Benar yang dikatakan gadis itu, dia memang cowok mesum,"
Seperti itulah orang - orang menilai Jeffrey sekarang. Indera pendengaran Jeffrey yang masih bisa berfungsi dengan baik, tentu saja mendengar cibiran mereka di belakangnya. Hati Jeffrey bergemuruh hebat karena tidak terima dengan penilaian mereka. Apalagi saat julukan cowok mesum mulai dilekatkan ke dirinya. Sungguh harga diri Jeffrey bagaikan merosot jauh ke jurang terjal yang begitu dalam. Memakan hidup - hidup cewek yang ada di hadapannya sekarang adalah keinginan terbesarnya sekarang.
Bus yang mereka tumpangi kembali berhenti di halte yang letaknya tidak jauh dari ST George's High School tempat Jenny mengenyam ilmu.
Menyadari hal itu, Jenny memilih untuk mengakhiri perdebatannya dengan Jeffrey dan segera turun dari bus.
"Aku sangat berharap bahwa kita tidak akan pernah bertemu lagi, dasar cowok menyebalkan," ucap Jenny mengakhiri sebelum benar - benar menuruni bus kota.
Namun bukan Jeffrey namanya jika harus melepaskan mangsanya begitu saja. Urusannya dengan Jenny belum selesai. Ada satu hal yang harus dia ketahui tentang gadis itu. Sebuah nama, dia harus mengetahui nama cewek gila yang membuat Jeffrey memberikan notice merah kepadanya.
Jeffrey juga ikut keluar dari bus dan segera mengikuti Jenny. Dia menarik lengan Jenny dengan kasar dari belakang hingga membuat tubuh Jenny tersentak.
"Apa yang kamu lakukan lagi?!" tanya Jenny ketus setelah mengetahui siapa yang telah menariknya.
Jeffrey tidak menjawab namun sepasang iris hijaunya beralih ke nametag yang terpasang di seragam Jenny.
"Jenn? Sedang apa kamu disini?" tanya Daisy teman Jenny yang terlihat melangkah mendekat. Kebetulan tadi dia melihat Jenny ketika hendak memasuki gerbang sekolah.
Mimik muka Daisy seperti mengisyaratkan sesuatu.
"Ayo buruan masuk. Jam pelajaran hampir dimulai," ajak Daisy penuh arti.
"Oke, kita masuk sekarang," Jenny menghempas tangan Jeffrey dan berlalu bersama Daisy.
"Ck! Akan aku pastikan kita akan sering bertemu dan di saat itu akan aku pastikan hidupmu akan terus tersiksa Jenny Dawson," seringai Jeffrey ketika tubuh Jenny semakin mengecil di depannya.
Jeffrey mengambil benda pipih dari saku mantelnya. Dia melakukan panggilan kepada temannya.
"Aku berada di depan ST George's High School. Jemput aku sekarang," pinta Jeffrey kepada sesorang dibalik telepon genggamnya.
"Tapi aku sudah berada di kelas. Tidak seperti biasanya kamu minta dijemput?"
"Jangan banyak tanya, jemput aku sekarang," titah Jeffrey dengan nada tinggi.
"Hish! Oke.. aku meluncur," jawab Alvin dengan nada malas.
Sedangkan di kelas, Daisy terus menatap Jenny. Dari sorot matanya tergambar sejuta pertanyaan.
"Kenapa kamu bisa berurusan dengannya?" tanya Daisy menyelidik.
"Memang kamu kenal dia?" Jenny bertanya balik.
"Astaga Jenn. Kemana aja kamu selama ini? Siapa yang tidak kenal Jeffrey dari sekolahan elit Ravensbourne," jawab Daisy antusias.
"Salah satu siswa di sekolah kita juga ada yang menjadi korban bully si Jeffrey. Hingga akhirnya dia milih pindah ke sekolah lain yang terletak jauh dari jangkauan Jeffrey," bebernya lagi.
"Ooow,.aku juga baru tahu tentang itu," timpal Jenny santai seraya menyanggah dagunya dengan salah satu tangannya.
"Kenapa kamu tadi bisa bersamanya? aku tadi lihat dia pegang - pegang tanganmu, apa kalian punya hubungan spesial?" tanya Daisy asal namun penuh dengan rasa penasaran.
Jenny membelalakkan kedua matanya karena perkataan temannya itu.
"Jangan asal bicara. Bagaimana aku dan dia bisa memiliki hubungan spesial sedangkan kami baru bertemu sekali. Tadi kami memang sempat ada sedikit masalah di bus. Hiss! Dia itu cowok menyebalkan. Aku sangat membencinya," ungkap Jenny ke Daisy.
"Apa?! memangnya masalah apa?" tanya Daisy penasaran.
"Ah, sudahlah nggak usah dibahas, nggak penting," ucap Jenny seraya menyapu udara di depan mukanya dengan tangannya. Gadis itu sangat tahu, bagaimana respon si Daisy kalau sampai dia cerita tentang First kiss nya yang telah direnggut si Jeffrey. Lengkingan suara 8 oktaf milik Daisy sudah pasti akan merusak gendang telinganya.
"Tapi setau aku, dia hanya mengganggu murid laki - laki. Semoga saja kamu tidak akan menjadi korbannya," ucap Daisy yang mulai mencemaskan Jenny.
Akhirnya percakapan mereka berhenti ketika seorang Guru mata pelajaran memasuki ruangan untuk memulai kegiatan belajar di kelas.
Bersambung~~
Visual Daisy
Terimakasih sudah mampir ke karyaku ya. Jangan lupa tekan gambar ♥️ agar masuk dalam rak buku kalian. Like, coment, hadiah, rate, dan vote kalian sangat beharga bagi Author🤗
Semoga kalian sehat dan bahagia selalu🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 113 Episodes
Comments
𝐬𝐚𝐟𝐫𝐢𝐚𝐭𝐢
Gk d sangka kirain cuma pelukan doank eh ternyata ama cium nya juga😉😂 Dosen...emang the best.
2022-06-15
1
𝐬𝐚𝐟𝐫𝐢𝐚𝐭𝐢
Wah kebencian di awal cerita yg akan berakhir......
pasti seru
2022-06-15
0
𝐬𝐚𝐟𝐫𝐢𝐚𝐭𝐢
Aduh degup jantung berdetak cepat .....baca ini
2022-06-15
0