Pernikahan Kontrak Jeff Dan Jenn
Di awal pertemuan musim gugur. Musim yang identik dengan tumbuhan yang mulai layu dan rontok. Warna dadaunan yang menguning keemasan serta memerah semu orange menampilkan pemandangan khas pada bulan yang mengharuskan burung-burung untuk berimigrasi menuju tempat yang lebih hangat.
Udara dingin yang menembus dinding kamar membuat tubuh mungil tersebut semakin beringsut ke dalam selimut tebalnya. Kelopak yang masih menutup sepasang netranya seakan masih enggan untuk menerima biasan cahaya dari luar dan menuntun si gadis untuk melanjutkan kelananya di Negeri Kapuk.
Jarum mesin penunjuk waktu sudah singgah di angka empat pagi. Suara deringan jam werker terdengar nyaring memenuhi langit kamar. Sebelah tangan terlihat keluar dari balik selimut menekan tombol jam werker untuk menghilangkan suara bising yang memekikan telinga.
Apakah gadis itu melanjutkan tidurnya lagi? Jawabannya adalah tidak. Tidak ada waktu baginya untuk bermalas-malasan. Dia tidak akan melewati kegiatan wajib paginya untuk memulai hari-harinya.
Nyawanya dirasa sudah berkumpul semua, dia pun beranjak dari ranjang kesayangannya menuju kamar mandi. Setelah selesai menggosok gigi, cuci muka dan membuang sisa pembuangan dari dalam tubuh, gadis berambut blonde tersebut memakai mantel coklatnya, melilitkan syal tebal pada lehernya yang hampir menutup setengah wajahnya, serta membungkus kepalanya dengan topi rajut berbahan benang wol. Gadis itu terlihat sudah siap melawan dinginnya udara pagi di musim gugur dan mulai mengayuh sepeda lamanya menembus kabut putih yang menyelimuti kota London.
Dia memulai aktivitas paginya dengan bekerja sebagai pengantar koran sebelum berangkat sekolah. Dengan semangat dan tanpa keluh dia memasukkan koran ke dalam kotak pos di setiap rumah pelanggan.
"Tuan Felix, saya sudah mengirim semua korannya," lapor si gadis kepada pemilik gudang koran.
"Kamu sudah bekerja keras, ini bayaran dari hasil kerja kerasmu," Tuan Felix menyodorkan amplop yang berisi beberapa lembar uang bergambar Ratu Elizabeth.
"Terimakasih Tuan, saya akan bekerja lebih giat lagi," ucap si gadis yang diiringi senyum yang mengulas lebar dan binar mata senangnya.
"Tapi, bukankah ini terlalu banyak Tuan?" sambungnya lagi, merasa ada yang salah dengan jumlah bayarannya.
"Aku hanya sedikit menambahnya karena kamu terlihat paling rajin di antara yang lainnya," jawab Tuan Felix.
"Saya sangat berterimakasih Tuan," senyumannya mengembang sempurna di muka Jenny.
"Sama-sama. Ya sudah, sebaiknya kamu segera pulang dan bersiap-siaplah untuk sekolah," saran Tuan Felix.
Jenny, itulah nama panggilannya. Kepergian sang Papa, membuat dia harus menjalani hidup lebih keras karena selalu mendapatkan perilaku buruk dari Ibu dan saundara tiri perempuannya.
Emy Mama kandung Jenny yang tinggal di kota Cambridge sudah beberapa kali meminta Jenny untuk tinggal bersamanya semenjak sang Papa meninggal. Namun permintaan itu selalu ditolak secara halus oleh Jenny dengan alasan ingin menyelesaikan pendidikan SMAnya di London terlebih dahulu. Padahal sebenarnya dia hanya tidak ingin menambah beban sang Mama yang dimana sudah hidup dengan ekonomi yang sulit. Ditambah lagi, suami baru sang Mama lebih sering menghabiskan uangnya untuk bermabuk dan berjudi ria. Hal itu membuat Mama Emy harus bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Saat ini bisa lulus sekolah adalah tujuan utamanya. Dengan berbekal sedikit tabungan uang saku yang didapatkan dari Papanya semasa masih hidup dan hasil dari kerja part time sebagai pengantar koran setiap pagi, Jenny membiayai sekolahnya.
Jenny si gadis cantik dan bertubuh menarik juga harus merubah penampilannya agar tidak terlihat mencolok. Menghindari make up dan selalu menggunakan setelan baju kedodoran sehingga membuat dirinya tampak tidak menarik di mata lawan jenis adalah salah satu upayanya agar kejadian yang mengerikan 1 tahun yang lalu tidak terulang kembali. Iya, Jenny hampir pernah menjadi korban pelecehan seksual ketika dalam perjalanan pulang dari sekolahnya.
Sang Papa yang dulu selalu menjadi benteng perlidungannya telah tiada. Kalau bukan dirinya sendiri yang harus membentengi diri, lalu siapa lagi? Jenny gadis yang kuat, namun sebenarnya dia salah satu makhluk Tuhan yang sangat polos. Di usianya yang menginjak umur 17 tahun, dia belum mengerti apa itu perasaan suka kepada lelaki. Berpelukan, berciuman, apalagi berkencan belum pernah dilakukan. Bahkan hanya sekedar membayangkannya saja tidak pernah.
Jenny kembali mengayuh sepedahnya, menembus jalanan komplek yang menjadi jalurnya setiap hari.
Brakk!
Ketika sampai dipersimpangan jalan dekat rumahnya, sepeda yang dikendarai Jenny tiba-tiba oleng dan menjatuhkan tubuhnya di jalanan yang diikiuti suara nyaring decitan rem motor secara mendadak.
"Aw! ini sakit sekali," Jenny mengadu seraya mengusap bokongnya yang terasa sakit karena mendarat dengan keras.
"Woi! Apa kamu tidak punya mata?!" seru anak muda yang masih bisa menjaga keseimbangan motornya meski hampir menabrak Jenny.
"Apa katamu?! Kamu hampir membunuhku karena tidak mengendarai motormu dengan hati-hati!" Seru Jenny setelah bangkit dari aspal jalanan.
Jenny lalu melirik ke arah sepedahnya yang ternyata sudah dalam keadaan menyedihkan.
"Lihat! Karena ulahmu sepedahku jadi rusak. Kamu harus ganti rugi," tuntut si Jenny kepada pengendara motor sport yang masih mengenakan helm, sehingga membuatnya kesulitan untuk menangkap seperti apa bentuk muka pemuda tersebut.
"Ck! kenapa aku harus ganti rugi? Aku juga hampir terjatuh karena kamu yang mengayuh sepedah tidak pakai mata! Masih untung motorku tidak tergores. Kalau sedikit saja tergores, seratus buah sepedah bututmu itu tidak akan mampu menggantinya," cerca pemuda itu tidak mau kalah. Dari nada suaranya juga terdengar sangat kesal.
"Bodoh! Aku mengayuh sepeda pakai kaki, bukan pakai mata! Buruan ganti rugi!"
"Jangan bermimpi!" pemuda tersebut kembali melajukan motornya meninggalkan Jenny sendirian.
"Dasar makhluk menyebalkan! Jangan kira kamu akan hidup tenang setelah ini!" hardik Jenny kepada pengendara motor yang keberadaannya semakin menjauh dari tangkapan mata.
Dada Jenny terlihat naik turun karena emosi yang meletup-letup. Dengan gelagat kesalnya dia mendirikan sepedahnya yang masih tergeletak mengenaskan. Menuntunnya menuju rumahnya. Beruntung jarak rumahnya sudah tidak jauh. Sesekali dia terlihat meringis karena sensasi perih pada lututnya begitu terasa ketika dibuat berjalan.
Sedangkan di kediaman keluarga Allison. Remaja yang baru saja menjejakkan kakinya beberapa langkah dari pintu masuk tiba-tiba terhenti. Di hadapannya kini terlihat Mommy Briana berdiri sambil melipat kedua tangannya di depan dadanya. Wanita yang masih terlihat cantik di usianya yang hampir menginjak setengah abad tersebut melempar tatapan menghakimi kepada putra bungsunya tersebut.
"Mommy? Ada apa pagi-pagi sudah berdiri di depan pintu?" tanya si putra yang berlagak bodoh. Padahal dia sudah bisa menebaknya apa yang Mommynya pikirkan saat ini.
"Darimana kamu sayang? Semalaman kamu menginap dimana? Kenapa kamu tidak menjawab panggilan Mommy? Apa kamu tidak berpikir tindakanmu ini membuat Mommy dan Daddy cemas?" Briana membrondong beberapa pertanyaan sekaligus.
"Aku semalam habis bermain bersama Alvin dan Sammy, terus ketiduran di rumah Alvin Mom. Ayolah, jangan berlebihan. Bukankah biasanya aku juga sering menginap di rumah teman-temanku?"
"Apa semalam kamu habis ikut balap motor liar lagi? Mommy mohon berhentilah, itu sangat berbahaya sayang."
Alih-alih menjawab pertanyaan Briana, Jeffrey justru memilih kabur dari kewajibannya untuk menjawab.
"Mom, aku akan bersiap-siap untuk berangkat sekolah," kilahnya mencoba kabur sebelum sang Mommy mengintrogasinya semakin jauh. Dia langsung berjalan menuju kamarnya.
Mommy Briana menghela napas kasar melihat kelakuan Jeffrey yang sangat sulit diatur.
Selang beberapa waktu, Jeffrey menuruni tangga yang menghubungkan lantai satu dan dua. Dia sudah terlihat rapi dengan seragam sekolah yang melekat di tubuhnya serta tas ransel yang menyentel di bahunya.
Jeff mendekati meja makan yang di mana Mommy Briana dan Daddy Darwin sudah berada di sana terlebih dahulu. Jeff hanya meneguk segelas susu hangat untuk mengisi perutnya.
"Jeff berangkat dulu Mom, Dad," pamit Jeff.
Briana dan Darwin tidak menjawab ucapan Jeff. Briana melirik ke arah Darwin yang masih menyantap bacon dan baked beans yang terlihat hampir habis. Mereka sedang menunggu kembalinya Jeff di ruang makan. Dan benar, selang tidak lama, Jeff kembali dengan membawa muka masamnya.
"Mom, Dad, apa kalian sengaja melakukannya?" tanya Jeff menyelidik. Mimik muka terlihat sangat tidak senang saat ini.
"Itu hukuman, karena kamu bandel," jawab Briana yang masih duduk di depan meja makan.
"Mom, bagaimana Jeff pergi ke sekolah kalau motorku di tahan seperti itu?" protes Jeff.
"Dan lagi, kenapa ke empat ban mobilku kempes semua?" sambungnya lagi.
Iya, beberapa waktu yang lalu, Darwin memang menyuruh satpam rumah untuk mengikat motor putranya menggunakan rantai besi serta membuang semua angin di dalam ban mobilnya hingga tak tersisa.
"Sementara Daddy akan menyita semua kendaraanmu, hingga kamu berhenti bermain balap motor liar," Darwin mulai bersuara.
"Kamu bisa naik bus untuk berangkat sekolah," tambahnya lagi.
"Aku lebih baik kembali ke kamarku daripada harus naik bus," ancam Jeff.
"Lakukanlah sesuai kemauanmu dan jangan protes jika kartu kreditmu juga Daddy blokir," ancam Darwin setelah mengelap sisa makanan yang menempel di mulutnya.
"Oke.. Oke, aku akan naik bus," Jeff akhirnya menyerah dan menjalani hukuman Darwin. Dia mulai berjalan menuju pintu keluar rumah dengan langkah malasnya.
"Sayang, bisakah kamu sedikit saja melemaskan otot-otot mukamu? Kenapa kamu selalu memasang muka jutek seperti itu?" Briana menambah volume suaranya ketika Jeff sudah berada di ambang pintu.
Suara Briana membuat Jeff berhenti dan memutar tubuhnya.
"Apa seperti ini?" ucap Jeff seraya menampilkan senyuman paksanya lalu malanjutkan langkahnya keluar rumah menuju halte bis yang kurang lebih berjarak 100 meter dari rumahnya.
"Aku heran dengan putramu itu. Apakah otot-otot mukanya sudah tidak berfungsi? Herannya lagi, dia masih saja terlihat tampan," gerutu Briana setengah memuji putranya.
"Karena ketampananku menurun ke putra kita," timpal Darwin yang mulai narsis. Padahal beberapa detik yang lalu, dia selalu memasang muka tegas di depan putranya.
"Hiis! Dasar. Aku berharap putra kita bisa berubah. Sifatnya itu sangat menyebalkan."
"Dia akan berubah setelah merasakan jatuh cinta kepada wanita yang baik."
"Apakah benar begitu?"
"Tentu saja, karena aku berkaca pada pengalamanku sendiri, di saat aku jatuh cinta kepadamu dulu. Semua kenakalanku hilang karena kamu melarangku melakukan kebiasaan burukku dan aku menurutinya," goda Darwin seraya mengerlingkan sebelah matanya.
Jeffrey memang berkepribadian jutek dan arogan. Terlahir dari keluarga kaya yang membuatnya selalu bertindak semena-mena. Namun dia akan bersikap sedikit baik kepada kekasihnya yang bernama Veronica. Iya, hanya sedikit, bahkan sikap baiknya kepada Veronica dapat dihitung dengan jari tangan dan selebihnya Jeffrey akan bersikap cuek dan dingin kepada kekasihnya tersebut.
Veronica pernah menyelamatkan nyawanya dengan mendonorkan darahnya ketika Jeffrey kebahabisan cairan darah karena insiden kecelakaan balap motor liar.
Setelah kejadian itu, hubungan mereka menjadi lebih dekat dan pada akhirnya Vero menyatakan perasaannya langsung di depan Jeffrey. Merasa memiliki hutang budi, akhirnya dengan perasaan yang tak lebih dari sekedar teman, cowok tampan itu menerima ungkapan cinta Veronica.
VISUAL TOKOH
Jenny Dawson
Sebelum merubah penampilannya, dia selalu tampak feminim nan anggun. Sepasang Almond Eyes dengan iris biru bening yang berbingkai bulu mata lentik dan tebal. Bentuk hidung kecil nan mancung serta bibir sexy yang selalu terlihat basah ikut serta menghiasi muka cantiknya.
Ini penampakan Jenny setelah merubah penampilannya.
Jeffrey Allison
Memiliki muka tampan khas orang Eropa. Dengan tatapan mata setajam Elang dan dilengkapi iris mata berwarna hijau terang cocok menggambarkan karakternya yang dingin dan keras, namun tidak mengurangi pesonanya di mata kaum wanita.
Image source : Google, Instagram, Pinterest
Terimakasih sudah mampir ke karyaku ya. Jangan lupa tekan gambar ♥️ agar masuk dalam rak buku kalian. Like, coment, vote, dan rate kalian sangat beharga bagi Author🤗
Semoga kalian bahagia selalu🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 113 Episodes
Comments
𝐬𝐚𝐟𝐫𝐢𝐚𝐭𝐢
Uuhh seru kan awal nya aj menarik.
mungkin selanjutnya mengikat bahkan mengurungku dan membawa ku ke dalam sebuah Cerita..keren.
2022-06-12
0
💮Aroe🌸
wiwit ko kene😂
2022-05-09
1
Ratna0789
hay kak aku mmapir sini juga
2021-09-01
1