...🍁🍁🍁...
"Mama!!!"
"Rocky! Kau mengagetkan saja! Ada apa? Kau kelihatan bahagia sekali?"
"Mama, ayo masuk Ma!" Rocky meraih tangan Mamanya dan membawanya masuk lalu menuntunnya duduk di sofa empuk apartemennya.
"Bagaimana kabarmu? Mama selalu cemas tiap kali Papamu mengevaluasi hasil usaha kalian berdua."
"Mama tenang saja. Aku baik-baik saja. Papa hanya memintaku lebih berusaha saja. Ma ... ada yang ingin Rocky bicarakan."
Mama Elena mengerutkan dahi. "Bicara soal apa?"
"Aku ... aku ... " Rocky berlutut di hadapan Mamanya.
"Rocky, apa yang kau lakukan?"
"Ma ... selama ini aku ... aku bukanlah anak yang baik. Aku selalu membuat Mama khawatir. Aku selalu membuat Mama sedih. Maafkan Rocky, Ma!!! Rocky benar-benar minta maaf." Rocky meneteskan air mata. Entah itu air mata buaya atau memang dia menyesali semua perbuatannya.
"Rocky ... kenapa kau meminta maaf?"
"Karena Rocky bersalah pada Mama. Rocky anak durhaka!"
"Tidak, Nak!" Mama Elena menangkupkan kedua tangannya di wajah Rocky.
"Tiap orang pasti pernah melakukan kesalahan. Termasuk juga dirimu. Mama sudah memaafkanmu, Nak. Sejak kau memutuskan untuk jadi lebih baik. Dan Mama yakin kau pasti bisa! Sekarang, belajarlah dari kesalahanmu di masa lalu. Dan bangkitlah dengan dirimu yang baru. Mama selalu berdo'a agar suatu saat kau bisa berhasil."
"Terima kasih, Ma! Terima kasih banyak." Rocky memeluk wanita cantik yang sudah melahirkannya ke dunia.
...🍁...
Rocky mendapat telepon dari Galang yang mengabarkan kalau ia berhasil memenangkan proyek untuk pembangunan sebuah gedung.
Seketika itu juga Rocky berlari menuju mobilnya dan melaju membelah jalanan kota. Hatinya begitu gembira tak terungkapkan. Ia ingin segera bertemu dengan kakaknya.
Galang memang seperti malaikat baginya sejak mereka kecil. Meski Mama Elena tak pernah menyukai Galang, namun Galang tak pernah membenci Rocky maupun Mamanya. Baginya mereka adalah keluarga setelah ibu kandungnya meninggal dunia.
"Ini memang proyek kecil, Rocky. Tapi aku yakin, setelah ini kau akan membuka jalan yang lebar untuk bisa memenangkan proyek besar. Bersabarlah!"
"Terima kasih, Kak. Kak Galang memang penyelamatku."
"Kerjakan proyek ini dengan baik. Dan buat Papa bangga padamu!"
"Siap, Kak!"
.
.
.
.
Aku tidak pernah berpikir akan bersaing dengan Kak Galang seperti ini. Dia selalu membantuku. Tunggu sebentar! Kenapa juga dia harus membantuku? Bukankah kami sedang bersaing? Apa benar yang Mama bilang, kalau Kak Galang tidak tulus membantuku? Tidak, tidak! Kak Galang bukan orang seperti itu!
Rocky memijat pelan keningnya saat kembali menuju kantornya. Ia memandangi jalanan ibu kota yang mulai gelap.
Ia berjalan lesu memasuki kantornya. Harusnya ia tetap gembira seperti beberapa jam yang lalu. Namun kini raut wajahnya berubah sejak perpisahannya tadi dengan Galang.
"Bos!!!" Donny menyambut dengan suka cita kedatangan tuannya itu.
"Bos kenapa?" Tanya Donny karena melihat wajah tuannya lesu tak bergairah.
"Apa proyeknya gagal lagi?"
"Hish, kau! Jangan bicara sembarangan!" Kali ini Rocky menjawab.
"Lalu kenapa wajah Bos terlihat suram?"
"Aku hanya ... merasa bingung saja."
"Bingung kenapa, Bos?"
"Kenapa Kak Galang bersedia membantuku?"
"Hanya karena itu wajah Bos suram? Kupikir ada masalah apa. Tentu saja karena dia adalah kakak bos."
"Tapi kami sedang bersaing, Don. Harusnya dia biarkan saja aku selalu gagal. Dia pasti menang jadi pewaris Papa, benar 'kan?"
"Hmmm, benar juga sih. Tapi ... bos sendiri yang meminta tolong padanya."
"Itu memang benar."
.
.
Dan pikiran Rocky bertambah kalut setelah ia menemui Mamanya dan menceritakan tentang keberhasilan kecilnya hari ini.
"Kau jangan terlalu senang. Bisa saja dia sengaja membantumu untuk mendapatkan simpati dari Papa. Dia selalu begitu, Rocky."
"Mama bicara begitu karena Mama membenci Kak Galang."
"Selama ini kau selalu membela dia. Lalu kenapa sekarang kau merasa ragu?"
".................."
"Kau mulai ragu karena kalian adalah saingan. Kalian bersaing untuk mewarisi Brahms Corp. Tapi dia malah membantmu supaya bisa menang. Begitu 'kan?"
"Kak Galang bukan orang yang munafik."
"Tapi dia licik. Kau lihat saja nanti. Dia pasti akan menghancurkanmu. Sebaiknya batalkan saja proyek yang kau terima dari dia. Mama akan membantumu untuk mendapatkan proyek yang lain. Bagaimana?"
"Tidak, Ma. Aku tidak bisa. Sebaiknya aku pulang sebelum Papa datang. Aku hanya ingin memberi tahu tentang ini pada Mama. Aku janji, aku akan mulai berhasil dari sekarang."
Rocky meninggalkan halaman rumah Keluarga Abraham. Ia memutuskan keluar dari rumah semenjak dia lulus kuliah. Ia ingin mandiri dan tak bergantung pada orang tuanya. Meski pada kenyataannya ia hanya bisa menghamburkan uang beberapa tahun terakhir.
...🍁...
"Apa ini, Bu?" tanya Navisha saat Ibu Karina menyodorkan sebuah brosur padanya.
"Saat Ibu melewati pasar kemarin, Ibu melewati sebuah klinik. Lalu ibu mampir kesana dan meminta brosurnya. Nduk, sebaiknya kau pergi konsultasi kesana."
"Apa? Tidak, Nu. Aku tidak apa-apa. Lagipula kita harus membiayai pengobatan Ali. Tidak mungkin aku juga pergi ke dokter. Ini akan jadi beban buat ibu. Ditambah lagi cicilan rumah dan mobil pada Mas Galang. Aku tidak ingin menambah beban ibu."
"Nduk, jika kita sehat kita pasti bisa bekerja dengan baik."
"Tapi aku baik-baik saja, Bu."
"Fisikmu memang baik-baik saja, tapi batinmu? Apa benar baik-baik saja? Datanglah sekali saja kesana. Ibu akan mengantarmu."
".........................."
...🍁...
Meski berat hati, Navisha tetap mendatangi klinik Dokter Diana yang disarankan oleh Ibu Karina. Mereka datang berdua di hari kunjungan pertama.
Ibu Karina menceritakan semua yang terjadi pada Navisha. Sedang Navisha hanya tertunduk diam mendengarkan Ibu Karina menceritakan trauma yang dialami Navisha di masa lalu.
Dokter Diana adalah psikiater yang cukup terkenal. Ia sering bekerja sama dengan beberapa lembaga untuk memecahkan sebuah kasus pada beberapa tindak kejahatan yang biasanya menimpa kaum wanita.
Dalam kasus Navisha, Dokter Diana belum bisa menyimpulkan lebih dalam karena Navisha belum mau terbuka padanya. Ia akan bersabar menghadapi Navisha hingga ia benar-benar mau terbuka terhadapnya.
"Ndak apa-apa tho, Nduk? (tidak apa-apa kan, Nak?) Dokter Diana orangnya sangat baik dan sabar."
Navisha hanya mengangguk.
"Lain kali kau harus menceritakan kisahmu sendiri kepada Dokter Diana. Jangan Ibu yang bercerita. Ya?"
Sekali lagi Navisha hanya mengangguk.
"Percayalah, jika kita sedikit bercerita tentang beban pikiran kita, maka hati kita juga akan semakin tenang."
Ibu Karina mengelus bahu Navisha dan menenangkannya.
"Terima kasih, Bu. Ibu sudah sangat baik pada Visha dan Ali. Entah bagaimana Visha bisa membalasnya."
"Biar Tuhan saja yang membalasnya, Nduk."
Navisha tersenyum lega bertemu dengan Ibu Karina enam tahun lalu. Bertemu dengannya adalah anugerah terbesar dari Tuhan disaat dia sedang mengalami masa-masa kelam di masa mudanya.
Menjadi ibu tunggal dan membesarkan putra seorang diri bukanlah perkara mudah. Navisha merasa terbantu dengan kehadiran Ibu Karina dalam hidupnya. Terlebih lagi, kehadiran sosok Galang yang mengisi hari-harinya beberapa tahun terakhir.
"Lho, Mas? Kenapa ada disini?" Navisha bingung saat tiba dirumah dan mendapati Galang ada dirumahnya.
"Iya. Tiba-tiba aku ingin berkunjung setelah pulang kerja. Aku ingin makan masakanmu."
"Ehem!! Nak Galang sekarang sudah lupa dengan masakan Ibu. Sekarang hanya makan masakan Visha. Wes tho, ndang kalian nikah. Opo meneh sing dienteni?" (Ayo kalian cepat menikah. Apa lagi yang kalian tunggu)
Galang dan Navisha hanya bisa bertukar pandang. Wajah Galang bersemu merah mendengar kata pernikahan dari Ibu Karina. Usianya tidaklah muda lagi. Sudah lewat kepala tiga. Sedang Navisha? Ia sudah menginjak angka 26 di tahun ini.
Lalu, apa lagi yang mereka tunggu?
...🍁🍁🍁...
...----------tobe continued--------...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 121 Episodes
Comments
Saniyah
navisha, umur kita sama belum merit juga
2021-06-17
2
🍾⃝ ͩSᷞɪͧᴠᷡɪ ͣ
jgn2 rocky bikin hamil navisa dn galang ni abangnya🤔
2021-05-28
2
Restviani
sebenarnya aku mulai-mulai curiga pada navisha ya thor...
lanjut....👍
2021-05-27
2