Di kamar tamu.
Malam semakin larut, hanya suara jangkrik yang bernyanyi nyaring. Lelah dan kantuk sudah jelas menghampirinya, namun tetap saja Sigit tidak bisa memejamkan matanya, dia hanya membolak-balikkan tubuhnya, kekanan dan kekiri, tidak tenang dengan fikirannya saat ini.
Pandangannya kearah langit-langit kamar, dengan tatapan kosong ke alam masa lalunya.
"Eh, siapa diantara kalian yang bisa mengajak Winda ke mall terus beliin dia celana jeans, sudah deh satu saja jeansnya. terus dipakai sama dia, gue kasih deh lu duit 5 juta" Willy memberikan taruhan keteman-teman genk cowok sekelasnya, dengan Winda sebagai objek taruhannya.
"Kalau gue nih ya, taruhannya siapa diantara kalian yang berhasil ngajak dia shopping, walking, deating, camping, swimming apalah yang penting dia mau memakai jeans. gue kasih duit 15 juta, kontan." tidak mau kalah dengan Willy, Sigit memberikan tawaran yang lebih menggiurkan dari pada Willy, karena saat itu teman cewek yang paling pendiam dan lugu diantara ketiga genk cewek didalam kelas mereka adalah cuman Winda.
"Gila lu Git. duit segitu banyaknya cuma buat taruhan Winda doank?? demi apa bro? " kini bibir Topan maju 5 senti, seakan tidak percaya dengan perkataan Sigit.
"Bercanda lu ah...." ucap Willy dengan sedikit senyum dibibirnya.
"Udah deh, tidak usah macam-macam lu lu pada ya. tidak bagus. kualat baru tau rasa lu nanti" kilah Jhon sihidung mancung.
"Serius man, gue tidak bercanda. Nih ya asal kalian tau, si Wina dibandingkan dengan Silvi, dan Tania, dia tuh semlehoy seperti gitar spanyol jika pakai pakaian seperti itu, karena temen cewek kita dikelas yang pakai baju longgar cuma dia." mata Sigit melirik ketiga temanya sambil menggerakkan tubuhnya bak gitar yang diucapkan barusan.
"Ha ha ha ha ha ha..." mereka tersenyum membayangkan sesuai imajinasi masig-masing.
"Sudah, sudah kejauhan ngomongnya, kasihan dia, tidak pantas kita membicarakan dia seperti ini pelecehan itu namanya." ucap Jhon berusaha menghentikan lelucon teman-temannya.
Malam kian larut.
Hhhhhhhhh..... desah nafas Sigit bersamaan dengan merubah posisi tidurnya membelakangi lemari yang ada di samping ranjangnya.
kembali, matanya menatap kosong kearah jendela kamar. lamunannya marathon kemasa-masa itu lagi.
"Hei Winda.... mau kemana kamu..." kata Sigit dengan mengikuti logat khas bicara Winda, yang halus, dan pelan, dengan niat godain Winda.
"Hai Winda... ayo istirahat dulu, shalat dimasjid, terus ke kantin yuk..."
"Hai Winda... ke perpus yuk, cari bahan makalah..."
"Hai Winda... kamu mau kemana..."
Begitulah ledekan Sigit terhadap Winda, dan itupun sudah biasa baginya. akan tetapi Winda membiarkan tingkah Sigit yang dengan sengaja memojokkannya selama 5 semester ini.
Hingga pada ahir semester 5 terjadilah puncak kemarahan Winda. selesai jam kuliah pukul 12.10 wib mereka keluar kelas menuju lift, karena merasa malas mengantri, Winda dan Tania memilih menunggu agak sepi sambil duduk di kursi tunggu tidak jauh dari lift.
Beberapa saat kemudian, keadaan sudah sepi, lift sudah mulai bergerak menuju lantai 7 lagi.
Winda dan Tania pun beranjak mau masuk kedalam lift, namun secara tiba-tiba Sigit menyelonong masuk mendahului mereka berdua dengan kebiasaan celetukannya menggodai Winda.
"Hai Winda... kamu mau kemana?, aku mau makan siang..." kata Sigit.
Namun tanpa diduga oleh Sigit, Winda memundurkan langkahnya tidak jadi masuk lift bertiga.
"Dengar ya Git! semoga kamu mendapatkan istri yang melebihi aku, ingat kata-kataku itu Git!."
Entah mengapa saat itu juga Wina langsung menjawab dengan tegas dan sorot mata yang nanar, tidak seperti biasanya yang kalem. Sigit masih terpaku dengan kata-kata Winda barusan, rasa tidak percaya. diapun keluar dari lift dan saat itu juga Winda langsung masuk lift bersama Tania.
Diapun tersentak kaget dengan ucapan Winda, dan baru menyadari ini adalah waktu diantara adzan dan iqomah, dimana waktu yang mustajab untuk berdoa. dengan tergesa-gesa dia kembali memencet tombol lift dengan pintu yang sudah tertutup.
"Win, gue minta maaf Win." Sigit berlari kearah tangga darurat mengejarnya. Dia terus berlari sampai lantai dasar mencarinya, hheeeeehhh hheeeehhh hheehhh masih dengan nafas ngos-ngosan Sigit berusaha mencari sosok Winda dan Tania kekanan kekiri mencari Winda, sampai ahirnya dia melihat mereka di basecamp, dengan berlari memanggil Winda.
"Winda... Win tunggu!"
Winda dan Tania mengacuhkan panggilannya.
Namun tanpa disangka, Sigit berlari kearahnya dan duduk berjongkok sambil memegangi sepatu Winda.
"Serius Win gue minta maaf ke lu, gue tau, gue sudah keterlaluan selama ini ke lu. gue janji tidak akan mengulangi lagi. tolong lu cabut kata-kata lu tadi. gue takut itu akan jadi kutukan buat gue. please Win lu cabut!." ucapannya sedikit terbata-bata karena masih ada sisa-sisa nafas berlari tadi, sigit masa bodoh dengan orang sekitar yang memperhatikannya, saat ini yang terpenting adalah Winda memaafkannya dan mencabut kutukan, menurutnya.
Winda masih berdiri terdiam tidak menggubrisnya.
"Makanya lu punya mulut dihati-hati Git, tau rasa kan lu sekarang." kata Tania. mereka pun berlalu meninggalkannya sendirian.
Hhhhhhhhhhhhhhhhhh
Lagi-lagi Sigit menghela nafas panjang
ccckkkkkkk
Sigit berdecak sambil mengusap wajah dengan kasar dan berahir dikepala sembari meremas-remas rambutnya.
kini dia sambil duduk menyenderkan tubuhnya di kepala ranjang.
"Kenapa ini harus terjadi pada gue ya Tuhan...."
"Kenapa harus dengan Winda."
"Apa ini juga termasuk karma gue yang selalu meledeknya..."
"Tapi... bukankah ini tidak adil untuk gue?"
"Yang terlalu sering mengganggunya bukankah si Willy?" gumamnya dengan membuang bantal kebawah ranjangnya, penuh rasa kesal.
Hhhhhhhhhhhhhhhh
dia kembali mendesah panjang.
❄❄❄
Sayup-sayup Sigit mendengar suara lantunan ayat-ayat al Qur' an, diapun terbangun dengan tubuh masih bersandar di kepala ranjang. ternyata dia tertidur setelah lelah semalam tidak bisa tidur. Dia beranjak dari tempat tidurnya dan mengambil Hpnya diatas nakas.
Dilihatnya layar Hp menunjukkan tulisan 05.00 dia berjalan menuju kamar mandi membersihkan badannya dan mengambil air wudhu.
Beberapa saat setelah Sigit menghadap Sang Pencipta, dia kembali tiduran diatas ranjang bersepreikan serba warna putih. Lagi-lagi ia melamun, dan masih terlintas secara berlarian dibola matanya perististiwa demi peristiwa yang menyangkut dirinya dan Winda.
"Ya Tuhan..." Sigit memekik sendirian dengan memukulkan tangan kanannya diatas bantal putih yang tidak akan pernah tau permasalahannya.
"Atau gue harus lari saja ya...." tiba-tiba terlintas dibenaknya dengan pikiran ceteknya.
"Tapi kalau gue lari, bagaimana dengan ancaman pak Bondan semalam?"
"Lalu papi... pasti akan menertawakan gue." kembali lirihnya dengan tersenyum kecut.
"Tok tok tok...." mendengar ketukan pintu, dia langsung berdiri merapikan ranjang kembali, dan membukakan pintu.
.
.
.
.
Bersambung...🤗
yeeeeee.......... abang Sigit ngalamun mulu ya....😄😄
makanya ya bang, jangan suka jail, kena batunya kan....
ayo bantu vote, like, and komen ya biar bang Sigit semangat 💪💪💪😍
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 172 Episodes
Comments
Zainur Rahman
kasihan sigit
2021-06-29
0
Jedids Jah Bawotong
aturan n adat kurang tepat, gmana klu kejadian seperti winda dibiarkan atau tdk ditolong n sampai meninggal apa si sigit yg biarkan winda begitu aja kena hukuman atau bebas sebab klu beri pertolongan sesuai adat dinikahkan, klu dibiarkan apa sigit aman berarti tanggung jawab lurah.
2021-06-20
4
dewi putriyanti
jangan lari, git...capek😁
2021-06-15
2