Tak butuh waktu lama, mereka sudah sampai dihalaman rumah berpagar besi warna hitam, dan tinggi. inilah rumah pak Lurah.
"Silahkan masuk anak muda." sambutan seorang laki-laki yang tingginya sepadan dengannya, dan tak lain dialah pak Lurah. dengan diikuti beberapa wanita yang sudah siap dengan brankarnya untuk Winda.
Ternyata benar, mang Darso sudah memberikan kabar tentang penangkapan Sigit.
"Terimakasih pak." Sigit meletakkan tubuh Winda diatas brankar didekatnya.
"Silahkan ganti baju dulu anak muda, dengan baju ala kadarnya, bajumu basah." baru saja Sigit akan mendaratkan dirinya diatas kursi, pak Lurah menghampirinya dengan mengulurkan baju ditangannya.
beberapa saat kemudian....
Di ruang introgasi, ya memang lebih pantasnya disebut ruangan yang mengerikan menurutnya, walaupun ruanganya tertata rapi dan bersih. itu karena ada beberapa pasang mata yang menatapnya, menunggu kedatanganya seolah-olah dia sudah menjadi terdakwa kasus berat.
"kenapa lu harus grogi git... lu tidak bersalah, tenang git." gumamnya dalam hati.
"Sekarang silahkan duduk dan jelaskan permasalahannya anak muda." pak Lurah membuka pembicaraan setelah dia keluar dari kamar menginap husus tamu.
Sigitpun menurut, duduk diatas kursi panas dadakannya. Wajah tenangnya berusaha dia tampakkan untuk memastikan pak Lurah, bahwa dia tidak bersalah.
"Begini pak Lurah dan bapak-bapak sekalian, sekitar jam 9 lebih 30 menit saya melewati gang mawar, karena jalannya sepi, saya lajukan mobil agak kencang, Tanpa saya duga ada 2 ekor kucing melintas didepan mobil saya, seketika saya panik dan mengerem mobil, ketika mobil saya berhenti sayup-sayup saya mendengar suara permintaan tolong. Saat itulah saya keluar dari mobil dan mencari sumber suara yang saya dengar." sejenak Sigit menghentikan ceritanya
"dari kejauhan saya melihat ada 2 orang laki-laki mengejar seorang perempuan, namun ketika perempuan itu berlari kearah saya kakinya tersandung dan saya rasa kepalanya terbentur besi yang ada di pinggir jalan, lalu diapun pingsan." lagi-lagi Sigit berhenti sejenak, orang-orang yang ada di ruangan itupun mendengarkan penjelasannya.
"Hampir saja kedua preman itu membawanya, namun saya mencegahnya dan mereka justru melecehkan perempuan itu, mendengarkan perkataan mereka membuat saya geram dan menghajar mereka, dan merekapun ahirnya memilih pergi. Setelah itu saya berjalan mendekati perempuan itu, tapi dia masih belum bergerak. Membuat hati saya bertambah cemas, hingga saya putuskan mengangkat tubuhnya dan segera membawanya ke rumah sakit, tetapi justru saya jadi kaget ketika mengetahui dia adalah Winda, teman satu fakultas dengan saya, belum terkejut saya hilang, warga yang patroli memergoki kami dengan kesalah pahaman mereka terhadap kami." panjang lebar Sigit menjelaskan kronologi kejadiannya ditengah-tengah ruang sidang sambil melirik warga yang dimaksud.
"Hai anak muda, tetap saja kamu tadi berduaan sama pacar kamu saat kami temukan tadi." celetuk mang Darso
"Sudah saya bilang pak, bahwa dia itu teman saya, bukan pacar saya." pungkas Sigit dengan menatap lawan bicaranya.
"Mana kami tau dia teman atau pacar kamu." lagi-lagi mang Darso berceloteh.
"Tetap saja kalian menyalahi aturan, dimana seorang laki-laki dan perempuan hanya berdua saja ditempat yang sepi. itu bisa mengundang maksiat anak muda." sela seorang bapak lagi yang memakai baju merah.
"Sudah sudah, memang benar apa yang dikatakan pak Bondan. begini anak muda, sesuai peraturan yang ada di daerah sini. jika ada kejadian seperti ini maka siapapun mereka, harus mengikuti peraturan di daerah kami. karena sudah sering kali hal seperti ini terjadi." pak Lurah melerai perkataannya dengan warganya dengan sesekali membetulkan letak kaca matanya.
"jadi anak muda harus siap menerima resikonya, yaitu dengan menikah. kalian akan kami nikahkan besok. sama seperti kasus yang sudah pernah terjadi disini." keputusan pak Lurah benar-benar tidak masuk akalnya.
"Tapi pak Lurah saya tidak terima dengan keputusan ini." bantah Sigit dengan geram.
"Baiklah anak muda, jika kamu tidak terima, itu berarti kamu memilih penyelesaian masalah ini dengan jalur hukum, dengan dakwaan pemerkosaan, yang dikuatkan dengan banyaknya saksi mata disini." kali ini pak Bondan berhasil membuat nyali Sigit ciut dengan kata-katanya.
suara bapak-bapak diruangan ini pun mulai terdengar riuh
"Saya siap jadi saksi pak Lurah, pak Bondan."
"setuju."
"Setuju."
"Setuju."
"Ya kami setuju."
"Ya Tuhan... apa lagi ini. permainan macam apa ini. mana mungkin gue harus berurusan dengan hukum, sedangkan ini memang sudah jelas kalah dalam persidangan jika gue tempuh jalur hukum dengan lemahnya saksi dipihak gue. belum lagi papi nanti menertawakan jurusan pilihan gue selama ini.
sial !!!" gerutu Sigit dengan meremas kasar rambut di kepalanya, kesal.
❄❄❄
Di ruang berbeda. terdapat tiga perempuan yang mengurus Winda, penuh rasa cemas, karena sudah beberapa saat berada didalam ruangan dan sudah memberikan pertolongan pertama terhadap Winda, Namun darah di dahinya masih saja keluar, sehingga bertambah panik. Dokter Susan berusaha memberikan cairan dari botol putih dengan menuangkannya diatas kapas lalu melilitkan perban di kepala Winda, selang infuspun sudah terpasang ditangannya. Namun badan Winda masih dingin dan pucat, walaupun bajunya sudah diganti dan badannya sudah dibalut selimut.
"Bu lurah"
"Iya dok, bagaimana keadaan gadis ini?"
tanya bu Lurah dengan kedua matanya kearah wajah Winda, dan tangan kanannya memegangi perban dikepalanya.
"Jika darah gadis ini masih terus keluar, terpaksa harus dibawa ke rumah sakit terdekat, karena keterbatasan peralatan disini. tetapi tadi barusan saya kasih obat yang dosisnya agak tinggi, kemungkinan sebentar lagi sudah sadar, kita tunggu saja ya bu."
mendengar keterangan dokter Susan, bu Lurah menganggukkan kepala dan bergegas menuju ruang persidangan disamping ruang tamu.
"Bapak.... bapak, si eneng belum juga siuman, dia masih belum sadarkan diri. wajahnya masih pucat. sepertinya dia sudah banyak mengeluarkan darah." suasana yang awalnya riuh merubah hening seketika setelah mendengar penuturan dari bu Lurah, terkejut, cemas terlihat diwajah semua orang yang ada di rumah ini.
"Apa perlu dibawa ke rumah sakit sekarang bu?" tanya Sigit.
"Kata dokter Susan suruh nunggu sebentar, kalau beberapa saat lagi darahnya sudah tidak keluar tidak perlu dibawa ke rumah sakit. "
"Oh syukurlah kalau begitu." sahut pak Lurah
sembari berjalan kearah Sigit.
"Kamu dengar itu anak muda, keadaan gadis itu saat ini masih menghawatirkan.
apapun alasannya, kamu besok harus menikahinya, segera hubungi kedua orang tua kalian!" ucap pak Lurah ke Sigit dengan menepuk pundaknya.
"Bu, sampaikan dokter Susan untuk menangani gadis itu sebaik mungkin dan jika ada yang diperlukan suruh langsung bilang." lanjutnya ke istrinya.
"Ya pak" sahut bu Lurah.
"Ya Allah... ya Tuhan... apa semudah ini orang mau menikah? salah faham langsung dinikahkan?" Sigit benar-benar masih tidak percaya, dengan kejadian beberapa jam lalu bisa membuat dirinya dalam dilema.
.
.
.
udah up lagi ya....
semoga bisa menghibur...
jangan lupa divote ya...👍👍👍
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 172 Episodes
Comments
Bila D
nggak jd baca lah, ceritanya asal
2022-04-15
0
Hasan Bin Adan
cerita ngawur,gak lucu,emang orang kampung bego semua.korban aja belum diminta keterangan.ditemui juga di jalan ,masih berpakaian lengkap,pengarang goblok.
2021-07-17
1
atrina ritawati
terlalu dipaksakan....
2021-07-12
1