Tanpa disadari, tangan Sigit merogoh saku celananya mengambil Hp lalu memencet tulisan di layar Hpnya yang bertuliskan Papi.
tuuut.... tuuuut.....tuuuut
"Halo pi ini igit." tidak menunggu lama panggilan Sigit pun langsung diangkat papinya.
"Iya kenapa git, malam-malam begini nelpon papi?" suara balasan papi
"Gue bilang papi tidak ya... kalau gue bilang, pasti papi menertawakan gue, kalau gue tidak bilang, masalah tidak akan selesai. ckkkk ada-ada saja masalah yang datang." sejenak berpikir. Sigit menimang-nimang keputusanya.
"Git... Sigit." suara panggilan namanya kembali terdengar.
"I...iya pi, igit... igit lagi dalam masalah sekarang." suaranya terbata-bata.
"Masalah? masalah apa maksud kamu Git?."
"Panjang ceritanya pi, apa papi bisa kesini sekarang?."
"Tidak bisa kalau sekarang, papi masih di luar kota, kalau besok pagi papi bisa." jawab suara dari seberang.
"Baiklah pi besok pagi saja kalau begitu, selamat malam."
"Malam juga Git."
Panggilanpun diahiri.
"Apa yang barusan gue lakukan, apa itu berarti gue sudah setuju dan yakin dengan keputusan gue sekarang? menikah dengan Winda. teman yang selama ini gue.... aahhhh yaTuhan...." tangan Sigit memainkan Hpnya dengan remasan-remasan kecil di jari tangannya.penuh keraguan.
"Papi pasti menertawakan gue." lirih Sigit. Mengingat selama ini dia sangat jarang membicarakan masalahnya ke papinya, apalagi melalui telepon.
"Pak Lurah, kami pamit dulu mau melanjutkan patroli malam. siapa tau ada peristiwa seperti tadi lagi." pamit mang Darso ke pak Lurah sambil melirik kearah Sigit.
"Iya pak Lurah, bu Lurah, anak muda kami permisi dulu Assalamu'alaikum."
suara pak Bondan menimpali mang Darsa.
"Wa'alaikumsalam." mereka menjawab salam pak Bondan bersamaan.
"Baiklah anak muda saya mau melihat keadaan gadis itu, kamu silahkan istirahat dulu di kamar tadi."kata pak Lurah sambil menunjuk kamar yang dimaksud, kamar tamu.
"Atau... apa kamu mau melihatnya juga dulu?." baru membalikan tubuhnya pak Luruh memberikan pertanyaan untuk Sigit dengan mengangkat tangan kanan sebagai pilihan untuk Sigit.
"Emmm... tidak perlu pak, saya percayakan saja dengan bapak. saya istirahat saja." katanya.
❄❄❄
Di rumah Winata.
Papi Winata sudah mendapat kabar dari Gunawan, Asisten pribadinya apa yang terjadi pada anaknya saat ini, Sejak awal kejadian Gunawan sudah mengetahui peristiwanya karena secara diam-diam papi Winata masih mengawasi aktivitas sigit dari kejauhan melalui orang-orang suruhannya, tentunya tanpa sepengetahuan Sigit.
Sigit anak kedua dari 3 bersaudara, karakternya berbeda dari kedua saudaranya, dia keras kepala sendiri.
"Bagaimana Gun, kamu sudah mendapatkan biodatanya gadis itu?" tanya papi Winata sembari duduk memegangi secangkir kopi untuk diminum.
"Sudah pak, namanya Winda Zilvana Idris. dia seorang karyawan di kantor cabang WP. sudah hampir 2 tahun ini dia bekerja disana, dan juga dia temannya bang Sigit satu kelas bahkan sekarang satu bimbingan skripsi, dia gadis mandiri yang mengontrak di perumahan Teratai Indah." jelas Gunawan.
"Ternyata gadis ini juga yang sudah menemukan data-data yang tidak akurat pada kasus kemarin pak." papi Winata menganggukkan kepalanya dengan senyum berkembang mendengar lanjutan penjelasan asistennya.
"Jadi dia bekerja sekaligus kuliah begitu maksud kamu Gun?."
"Iya pak, waktu interview dulu, Winda sudah mengatakan kalau dia kuliah, jadi dia meminta hari masuk kerjanya ketika tidak ada jam kuliah, dan itu disetujui oleh pak Firman. ahirnya Winda diterima bekerja disana."
"Baik, sekarang tugasmu mengantar aku pergi ke rumah orang tuanya untuk menjelaskan masalah ini sebaik mungkin, supaya tidak terjadi kesalah fahaman, karena... bagaimanapun juga ini menyangkut kehormatan." kata papi Winata.
"kamu tau dimana alamat orang tuanya, dan siapa mereka??." tanya papi Winata lagi dengan memegangi dagunya dan alis terangkat sebelah kiri.
"Sudah pak, ayahnya masih pamannya pak Ibrahim rekan bisnis bapak." papar Gunawan.
"Bagus. Bagus Gun, sesuatu yang seharusnya terjadi kalau Tuhan sudah berkendak, tanpa campur tangan manusiapun pasti akan terjadi." kepala papi Winata manggut-manggut dengan tangan masih didagu.
"Sigit.... sigit... dasar anak keras kepala, susah diatur, mungkin beginilah cara Tuhan mengingatkanmu." kembali ucap papi Winata sambil senyum-senyum kearah mami Lia, Istrinya.
"Mi... sekarang tugas mami mempersiapkan keperluan buat besok pagi, seadanya saja karena waktunya mendesak. Kita kesana selesai shalat shubuh langsung berangkat biar tidak kesiangan acaranya." penjelasan papi Winata ke istrinya dengan beranjak berdiri dari tempat duduknya.
"Baik pi, dengan senang hati mami mempersiapkan semuanya sekarang." dengan mata berbinar-binar istrinya menyetujui perintahnya.
"Ayo Gun kita berangkat ke rumah Burhan sekarang membicarakan masalah ini secepatnya, setelah itu kita menemui orang tuanya." papi Winata memasukkan mesin kotak kecilnya kedalam sakunya.
"Baik pak, saya sudah menghubungi pak Burhan jika bapak mau kerumahnya sekarang."
"Bagus, kerja yang bagus, kamu bertindak cepat Gun." papi Winata tersenyum kearahnya dengan berlalu menuju parkiran mobilnya dan diikuti Gunawan dibelakangnya.
Tuuut.... tuuut..... tuuuuut....
Baru saja mobilnya keluar dari parkiran suara panggilan atas nama Sigit diHp papi Winata berbunyi.
"Sigit menelponku Gun." papi Winata tersenyum kearah asistenya.
"Halo pi ini igit." sambil tersenyum kecil papi Winata mendengarkan Sigit.
"Iya kenapa git, malam-malam begini nelpon papi." pura- pura papi Winata
diam beberapa saat
"Git.... Sigit..." papi Winata memanggil Sigit setelah beberapa saat tidak ada suara dari Sigit.
"I...iya pi, Igit....Igit.... lagi dalam masalah sekarang."
"Masalah? masalah apa maksud kamu Git?" pura-pura papi lagi.
"Panjang ceritanya pi, apa papi bisa kesini sekarang?."
"Tidak bisa kalau sekarang, papi masih di luar kota, kalau besok pagi papi bisa." jawab suara dari seberang.
"Baiklah pi besok pagi saja kalau begitu, selamat malam."
"Malam juga Git." papi mengahiri panggilan.
"ha ha ha ha ha Sigit... Sigit... ahirnya kamu menghubungi papi juga disaat ada masalah seperti ini, papi kira kamu akan tetap diam ha ha ha ha...Git... Git." didalam mobil papi kembali tertawa lepas mengingat anak keduanya yang begitu keras kepalanya dari dulu.
❄❄❄
Di rumah pak Lurah, ruang rawat.
"Bagaimana keadaannya gadis ini dok, apa sudah ada perkembangannya?." tanya pak Lurah.
"Alhamdulillah keadaannya sudah agak membaik, darahnya sudah mau berhenti pak lurah." jawab dokter Susan.
"Syukur Alhamdulillah kalau begitu, tolong berikan perawatan dan obat yang terbaik untuknya dok. supaya cepat siuman, dan besok pagi biar bisa mengikuti acaranya." kata pak Lurah.
"Itu semua tergantung dari fisiknya pak, kalau tubuhnysa bisa cepat merespon dari obat yang saya berikan, maka diapun akan cepat siuman pak." jelas dokter Susan.
"Yeaaah.... kita doakan saja mudah-mudahan dia cepat siuaman."
"ya pak mudah-mudahan saja."
❄❄❄
Di kamar tamu.
Malam semakin larut, hanya suara jangkrik yang bernyanyi nyaring. Lelah dan kantuk sudah jelas menghampirinya, namun tetap saja Sigit tidak bisa memejamkan matanya, dia hanya membolak-balikkan tubuhnya, kekanan dan kekiri, tidak tenang dengan fikirannya saat ini.
.
.
.
.
. Bersambung...🤗🤗
Jangan lupa divote ya💖💖💖
dan komen teratur sesudah membacanya.
Saranghe...💞💞
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 172 Episodes
Comments
Jopie Pulumahuny
lanjut thor ,,,
2022-04-13
0
yanti ryanti
owh,,,,gitu toh cerita nya
2022-03-15
0
Opung Boru Caroline
rupanya sigit anak pembangkang ya.makanya papinya senang sigit dapat masalah biar berubah
2021-08-03
0