(Rumah Akbar, Minggu 06.00 WIB)
(Sudut Pandang Akbar)
Matahari terbit dari Timur di iringi nyanyian burung menyambut hari, “Kak sudah pagi ada temanmu di luar tuh” ayahku memanggil
Aku masih berbaring ditempat tidur, rasa kantukku belum hilang hingga tak sadarkan diri,
“Siapa sih yang datang pagi-pagi gini” gerutuku
Penelusuran malam yang kulakukan di sekolah bersama Cindi benar-benar memakan banyak waktu dan tenaga, tidak hanya lelah terasa bahkan ketakutanku pun masih ada.
Malam itu adalah pertama kali nya aku bertemu dan berkomunikasi dengan makhluk halus , namun sayang aku masih takut dengan kemunculan mereka. Memikirkannya saja tangan dan kakiku gemetaran sampai aku berjanji pada diri sendiri agar tidak akan kulakukan lagi.
Tapi siapa pagi-pagi buta begini yang menganggu, ku buka pintu depan dan kulihat sebentar,
“Lah kalian ngapain kesini?” aku bertanya kepada Agus, Dandi, Faruq, Shyahdi dan Sukron yang berpenampilan siap untuk olahraga
“Ayo bar ikut jogging” ajak Agus
“Heh?" aku terkejut karena ajakan mereka tiba-tiba
“Kalian nggak ngomong mau jogging, kapan ngabarin?” tanyaku kepada mereka
Mereka seperti buang muka tak ingin menjawab pertanyaan, melihat Agus tersenyum sendiri aku pun mencurigai “Baru tadi pagi kami nge-chat kau dari Whatsapp” ujar Agus
“Ehhh, mana bisa la goblok, ah kalian ini aku nggak bisa ikut lain kali aja deh” jelasku menghindari mereka dengan masuk kembali ke dalam rumah
“Ehhh tapi inikan hari minggu, kenapa ada kerjaan atau urusan. Ayolah bar, kumpul-kumpul lagi bareng kita teman SMP” ajak Syahdi
“Kau kayak ngomong kita sudah lama nggak ketemu, padahal baru minggu kemarin kita kumpul bakar-bakar sosis” Syahdi terdiam sejenak
“Yah itukan minggu kemarin, ini kan minggu sekarang” elaknya
“Ayo bar, ikut saja. Nanti aku gendong kalau kau sudah capek di jalan” ejek teman SMP-ku dulu bernama Faruq
“Ehhhm, mau kemana tujuannya?” kataku pasrah karena tidak ada pilihan lain
“Kita jogging ke Gor Sriwijaya, pulangnya lewat belakang” ajak Faruq bersemangat
“Nggak naik angkot?” ujar Dandi
“Iya nanti di kejar anjing lagi kayak dulu” Faruq membicarakan cerita masa lalu
“Itukan salah kau yang lari duluan jadi dikira kita ganggu dia, makanya kita dikejar Faruq” aku menyalahkan Faruq karena kejadian itu
Yah memang aneh ketika aku berpergian dengan teman-teman SMP-ku apalagi saat jogging atau berolahraga, ketika pergi atau pulang kami pasti selalu di kejar anjing. Entah kenapa hal itu sangat melekat bahkan aku berpikir itu adalah kutukan, makanya setiap aku bertemu dan berkumpul dengan mereka aku pasti waspada dengan keadaan sekitar.
***
(FLASH BACK, 2 TAHUN LALU)
(Palembang, Minggu 06.30 WIB)
Misal ceritaku saat jogging bersama Dandi dan Faruq di kelas 2 SMP, Pergi saat mentari baru terbit kami bertujuan ke gelora Sriwijaya Jakabaring Palembang yang jaraknya cukup jauh, namun ketika sampai di Gor Sriwijaya seakan semua terbayar tidak sia-sia.
Jarak rumahku dengan Gor Sriwijaya jika jogging mungkin akan memakan waktu satu setengah jam, ya itu adalah tempat terkenal untuk masyarakat Palembang dalam berolahraga. Selain itu Gor Sriwijaya juga sebagai tempat diselenggarakan liga sepak bola nasional “Liga 1 Indonesia” dimana kandang dari Klub sepak bola “Sriwijaya FC”.
Saat itu Aku dan Dandi sudah berhenti berlari namun Faruq masih ada di belakang kami, menahan lelah karena kehabisan nafas setelah berlari cukup lama adalah hal penting.
Aku dan Dandi berbincang sambil melihat Faruq berlari mendekati kami, sesaat kami melihat se-ekor anjing di rumah seorang warga dimana ia tidak di ikat tali dan pagar rumah pemiliknya tidak tertutup.
Aku dan Dandi tahu agar tidak menganggu anjing itu jadi kami berdua bersikap tenang, tapi takdir berkata lain Faruq datang dari arah belakang.
“Woi ayo cepat!” Faruq melanjutkan larinya dengan langkah kecil
Namun langkah itu merupakan hal fatal karena anjing dari rumah warga itu terpacu oleh gerak-gerik Faruq,
“Guk…guk….guk…” anjing itu menggonggong
Aku melihat sekilas anjing itu keluar dari pagar dan mulai mengejar kami, “Woiii lari woiii !” aku segera lari secepat mungkin
Dandi yang terkejut melompat ditempat sebelum berlari, “Woi Danc**” Dandi pun berlari sekuat tenaga setelah melihat kearah belakang
Aku dan Dandi mengambil langkah seribu dengan cepat, Faruq yang sudah tahu jika ada anjing mengejar tidak menghentikan larinya. “Woooo” teriakan Faruq namun ia juga menyeligi tawa
“Setan kau ruq!” aku sekarang berada di depan Dandi dan Faruq mungkin karena lariku paling cepat diantara mereka berdua
Menoleh sebentar kebelakng, kulihat Dandi di belakangku, Faruq berada di urutan paling belakang dan anjing itu sudah mendekatinya. “Hah biarlah yang penting aku dulu yang selamat” pikir batinku
Beberapa menit kami di kejar oleh anjing itu, karena aku di depan segera saja aku menyebrangi jembatan kecil dan panjang terbuat dari kayu dan bambu di depan sebagai jalan pintas untuk ke Gor Sriwijaya. “Anjing itu pasti tidak akan melewati jembatan ini” pikirku
Kami bertiga berhasil menyebrangi jembatan kayu dengan kehabisan nafas, “Hahh…hah…hah” setelah di lihat kembali ke belakang anjing itu sudah tidak ada lagi entah ia sudah pergi saat kami menyebrangi jembatan atau sebelum kami menyebrangi jembatan.
Yang mana pun itu kami bersyukur anjing itu sudah pergi dan tidak ada kejadian membahayakan. Merasa nafas kami sudah kembali…aneh…bukannya takut kami serentak tertawa bersama “Wha..ha..ha..haa” tawa kami terlihat puas
“Gila tadi hampir saja tahu”
“Kau enak di depan Danco*, aku ini di belakang hampir saja ke gigit tahu” Faruq marah
“Yah kan itu salah kau, kau sendiri kenapa malah lari padahal sudah lihat ada anjing di samping tadi” kataku memarahi Faruq
“Dak sengaja lah” katanya di sambut oleh tawa
“Anjin* lah dak sengaja” tapi anehnya aku juga ikut tertawa “Whahaha, Dandi juga tadi hampir kena” kataku
“Iya tapi untung aku larinya cepet, kau sendiri gila bar nginggalin kami” kata Dandi dengan logat komereng ilirnya
“Ya kan aku sudah tahu ada anjing ngejar, ya lari lah” kataku sambil tertawa
Saat itu adalah hari paling sial yang aku lalui, dimana awal saja sudah di kejar anjing dan pulangnya kami bertiga harus memutar jalan karena aku takut dikejar anjing lagi.
Saat itu kami memutar jalan dengan waktu yang lama, bahkan aku sampai dirumah jam 11 siang padahal janji pulang ke rumah jam 09.00 pagi.
“Sudah ayo berangkat” ajak ku kepada teman-teman SMP-ku
“Wes oke siap bang”
(FLASH BACK END)
***
(GOR SRIWIJAYA, PALEMBANG)
Dua jam berlalu setelah dari rumahku, aku dan teman-teman satu SMP-ku dulu jogging ke Gelora Sriwijaya, sesampai di dalam kami ber-enam berpisah. Aku, Syahdi dan Agus jogging mengelilingi Gor, Faruq dan Dandi menyewa raket dan bola badminton untuk bermain di halaman Gor sedangkan Sukron membeli makanan dan minuman.
“Hah…hah…hah” nafasku mulai habis
“Kenapa bar?” tanya Syahdi
“Aku sudahan dulu kalo kalian mau lanjut silakan” aku berlari ke tepi untuk beristirahat membiarkan Agus dan Syahdi melanjutkan lari pagi mereka
“Haaah, akhirnya bisa duduk” aku melonjorkan kaki untuk menghindari kram, di saat itu aku melihat seseorang yang ku kenal datang mendekati
“Pagi Akbar” sapa Kak Aisyah salah satu seniorku di ekstrakulikuler PMR
“Eh iya kak pagi juga” aku kehilangan akal karena malu, tidak disangka bisa bertemu dengan senior disini
“Sendirian saja?” tanya kak Aisyah duduk disampingku
“Nggak sama teman-teman kok kak. Kakak sendiri olahraga di Gor sama siapa? Sendirian?”
“Sama keluarga, minggu pagi jalan-jalan ke Gor bikin adik-adik kakak jadi senang”
“Kak Aiyah punya adik? Kalau boleh tahu berapa saja umurnya”
“Ada dua sih yang pertama perempuan masih SMP lalu satunya Laki-laki masih kecil
“Ohh gitu ya kak” aku segera berdiri karena sudah tidak sanggup meladeni kak Aisyah, entah perasaan malu atau tidak mau
“Oh iya Akbar, untuk lomba minggu depan jangan lupa latihan lagi ya, pelajari lagi materinya”
“Kakak tenang saja Akbar sudah hapal semua materinya” kesombongan keluar dari mulutku
“Yah bagus sih, iya juga kan namanya Akbar”
“Heh?” aku sedikit bingung dengan perkataan Kak Aisyah barusan “Maksudnya kak?”
“Akbar kan selalu bisa diandalkan, kakak tahu Akbar selalu kerja keras kok apalagi di PMR” kata kak Aisyah sambil tersenyum padaku
Aku mendengar perkataan itu senang bukan kepalang serasa di puji sampai ke langit, seorang senior cantik yang di latihan selalu cemberut dan marah kepada junior-juniornya memujiku.
“Ah, nggak juga kok kak”
“Kakak suka Akbar deh”
Aku kembali terdiam memproses kata-kata yang dilontarkan kak Aisyah barusan, “Eh, maksudnya kak?” dalam pikiranku mungin saja kak Aisyah suka dengan diriku yang bekerja keras bukan suka dengan diriku secara pribadi
“Lain kali kita jalan-jalan berdua ya” kak Aisyah berdiri dari duduknya dan pergi lari meninggalkanku menyisakan pertanyaan di pikiran
Aku masih berdiri sambil melihat kepergian kak Aisyah, ia menghampiri keluarga yang sedang menuju portal keluar. Saat itu aku masih belum memahami kak Aisyah jadi ku hentikan dan ku simpulkan saja kalau perkataannya barusan hanyalah pujian. “Yah sekarang tinggal cari yang lain” pikirku,
Pertama yang ku ingat adalah nama Sukron karena sebelum berpisah ia bilang ingin membeli minuman dan makanan “Aku minta minum punya Sukron saja lah” kataku berjalan mencari Sukron
(Sesudah Jogging, Gor Sriwijaya, 09.00)
“Haahhh capeknya” keluh Agus
“Aku dapat 15 putaran cuma”
“Kau enak aku cuma 14 putaran” Agus tidak ingin kalah
“Hehh kalian ini aku nah dapat 20 putaran” kata Faruq dengan nada sombong di dalam bohong
“Diem wak Totok kau saja tidak lari” Syahdi mulai emosi karena Faruq mengada-ada jika ia lari sampai 20 putaran
“Kan kau tadi cuma main badminton saja sama Dandi, Wan Faruq” ejekku kepada Faruq menggunakan nama panggilan masa SMP
“Sudah mau bagaimana ini, pulang atau masih mau main?” ajak Dandi
“Pulanglah” ajakku
“Ehhh nantilah kan hari Minggu juga, bagaimana kalau kita main tempat Syahdi dulu sambil makan-makan” ide dari Sukron namun ia terlihat semangat sendiri
“Aku up dulu, abis ini langsung pulang aku” kata Agus membuat suasana diam sesaat
“Kenapa gus, ada urusan?” tanya Faruq “Sudahlah nggak usah ikut” goda Faruq
“Setan kau ya Ruq, hebat sekali godaannya” ejek Sukron
“Apa’an sih Wak Benu” balas Faruq mengejek Sukron dengan nama bapaknya
“Siang ini aku ada urusan keluarga, habis itu mau belajar karena besok ada ulangan di sekolah” ujar Agus
Aku yang sekelas dengan Agus terkejut mendengar kata sensitive dari mulutnya “Hah ulangan? ulangan apa Gus” tanyaku kepada Agus
“Eh kan Jum’at kemarin sudah di beritahu kalau senin nanti ulangan harian Geografi” seketika aku terkejut, kenapa aku tidak tahu hal itu atau mungkin aku lupa
“Iya apa gus?” tanyaku tidak percaya
“Iya bener Bartokkk” tegas Agus
“Nah kau bar kok lupa sih, siswa terpintar di kelas kita saat SMP masa lupa kalau ada ulangan” goda Faruq membuatku kesal
“Hahhh diam lah wak Totok” mendengar aku kesulitan mereka semua tertawa, tapi aku tidak marah karena tahu mereka hanya bercanda
“Whe..he..Bartok Chibi” ejek Faruq kepadaku membuat tawa kami semua bertambah pecah
Walau kami sering saling ejek menggunakan nama orang tua atau panggilan aneh tapi kami tidak pernah bertengkar atau berkelahi satu sama lain. Mungkin karena kata “Alumni” yang kami sandang, sebab kami bukan teman sekolah lagi atau ku rasa di bilang “Saudara”
***
(Rumah Akbar, 18.30 WIB)
(Sudut Pandang Akbar)
Sial…apakah hari ini bukanlah hari keberuntunganku…setelah kedatangan teman-temanku secara mendadak mengajak jogging tadi pagi, aku harus menghabiskan waktu siang dan sore hari menghadiri acara aqiqah tetangga nenekku.
Jarak cukup jauh dan waktu acara yang lama membuat aku tidak bisa belajar untuk ulangan sekolah besok, aku belum sama sekali menyentuh buku geografi itu.
“Assalamualaikum” aku masuk ke rumah bersama kedua adik laki-lakiku dengan baju basah karena hujan turun saat aku di jalan menambah kesialan hari ini
Gelap, sepertinya lampu belum di hidupkan oleh ayah dan ibu, aku berjalan mencari saklar lampu…”Blak, Aduh!” sempat tersandung sesuatu tapi tak kupikirkan sesaat
“Crek” bunyi saklar yang kutekan membuat lampu diruang tamu hidup menerangi
Setelah itu kuhidupkan semua lampu, baik lampu kamar tidur, kamar mandi dan dapur, “Cepat ganti baju dulu, itu sudah basah” tegasku kepada Ari dan Rasid
“Iya kak” mereka mulai beranjak ke kamar mandi membersihkan diri
Aku kembali ke depan mengambil barang-barang tertinggal hingga teringat benda yang membuatku tersandung, “Lah apa yang ku tendang tadi?” pikirku
“Ah sudahlah” aku mengambil pakaian kotor dan segera ku tutup pintu
Kejadian pertama yang tidak membuat aku kepikiran sama sekali tentang kejadian besar terjadi, ku letakan baju kotor ke bak baju untuk di cuci. Beranjak dari sana aku ke kamar mengganti baju,
“Beruntung aku sudah mandi di rumah nenek tadi” teringat kejadian kemarin aku mencari cermin Cindi ingin mengetahui lebih jauh kegunaannya
Baru menyentuh cermin, “Klantang….tang…tang…” terdengar bunyi seperti kaleng besi terjatuh dari atap rumah
“Kucing kali lah” tanpa memikirkan hal negatif aku keluar dari kamar bersiap menyiapkan makan malam
“Dek, masih mau makan atau tidak?” tanyaku kepada adik-adikku
dengan berteriak
“Masih kak” jawab Ari adik bungsu, tapi Rasid tidak menjawab “Sed,masih mau makan atau tidak?” aku menunggu jawaban
“Ari, mana Rasid?” tanyaku kepada Ari dari dapur
“Ndak tahu kak” Ari masih di ruang tamu memainkan handphone kemungkinan ia bermain permainan online
“Hah dah, Rasid!” emosiku mulai memuncak membuat aku berjalan menemuinya “Masih di kamar mandi mungkin” aku mengedor pintu kamar mandi
“Byurrr…serrr” suara air mengalir secara halus dari kamar mandi terdengar, “Yah berarti masih di kamar mandi” pikirku tanpa ragu
Tidak ingin mengahabiskan waktu walau aku tau kurang sopan berbicara di kamar mandi tapi mengejar waktu harus kulakukan. “Sed masih mau makan atau tidak?” tanyaku sambil mendekatkan telinga ke pintu kamar mandi
Namun kutunggu tidak ada jawaban dari adikku, “Yah sudah lah kusiapkan juga untuk semua orang” pikirku dengan cepat
Aku ke ruang tamu untuk melihat keadaan Ari atau saat itu aku ingin mengambil handphoneku darinya, namun kejutan besar datang kepadaku.
Aku melihat Rasid duduk di samping Ari, memainkan handphoneku, walau terjadi konflik dan perkelahian kecil.
Ari melihatku dari belakang, “Kak lihat Rasid nah, ganggu main saja” keluh Ari kepadaku
“Hah! Kan kau sudah main dari tadi!” tegas Rasid merasa benar
Seketika mereka ribut kembali dan saling adu kepalan tangan, yah tapi tidak terlalu kuat menurutku. Namun saat itu pikiranku bukan tentang kedua adikku berkelahi memperebutkan handphoneku tapi....jika Rasid disini berarti yang dikamar mandi tadi?
Pikiranku kacau seperti petir menyambar tubuhku kaku, tak bisa berpikir jernih, bulu kuduk tiba-tiba berdiri, sendok dari dapur yang ku pegang terjatuh ke lantai.
Tersadar jika aku mengurutkan kejadian sejak awal aku masuk ke rumah, benda di depan yang membuatku tersandung ketika ingin menghidupkan lampu, suara kaleng jatuh dari atap dan terakhir kejadian suara seseorang dari kamar madi yang ku kira Rasid.
“Bangs**, apalagi ini” teriakan pikiranku tentang kejadian aneh ini
Beruntung kompor belum kuhidupkan, pikiranku tidak tenang kududukkan di sofa empuk berdampingan dengan adik-adikku. Sekarang adalah membiarkan waktu menghapus kejadian malam ini, berdoa agar ayah dan ibu cepat pulang.
Malam itu niatku belajar untuk ulangan besok terganggu lagi, aku duduk di ruang tamu bersama adik-adikku sambil menonton televisi di saat turun hujan deras. Menjauhkan pikiran dari hal-hal seram, aku tidak ingin kejadian seperti penelusuran kemarin malam kembali terulang.
“Sudahlah terserah ulangan besok” pasrahku kepada keberuntungan
Malam itu berakhir dengan kepulangan kedua orang tuaku, aku dan adik-adikku sudah tertidur di sofa ditandai hujan telah berhenti. Sudah tidak bisa konsentrasi, aku ke kamar sambil menggendong adikku dan melanjutkan tidur dengan rencana besok untuk belajar pagi setelah bangun Shalat Subuh.
“Semoga besok pagi bisa belajar meski sedikit” pikirku di kamar tidur
***
(RUMAH AKBAR, 04.50 WIB)
Leherku serasa di cekik, sebuah peristiwa yang pernah kurasakan sebelumnya. Cahaya membutakan mata di barengi oleh kedatangan dua hantu penunggu sekolah, terlihat jelas mereka mengulurkan tangan seperti ingin membawaku ke suatu tempat.
Aku berpikir mereka ingin membawaku ke dunia mereka jadi dengan tegas kutolak, tak habis pikir aku langsung berpindah ke suatu tempat. “Rumah?, rumah siapa!” tanya pada diriku sendiri
Seperti tamparan menggunakan tangan aku terbangun dari tidur, “Hah, hah, mimpi?...” aku kebingungan karena baru bangun tidur tidak mampu mengartikan mimpi itu
Nafasku terkumpul sedikit demi-sedikit hingga aku melirik jam, “Jam 5 ya” batinku
“Plak” kaki adik bungsu mengenai wajahku, “Sakit juga ya” balasku dengan mencubit kaki Ari
Aku bangun dari tempat tidur langsung menuju belakang rumah mengambil wudhu untuk melaksanakan Shalat Subuh. Kulihat lampu di dapur hidup, “Ibu atau ayah berarti sudah bangun” kataku di dalam hati
Tenang dan aman itulah yang kurasakan…semua berjalan lancar bahkan Shalat Subuh pun ku laksanakan dengan baik tanpa gangguan.
Dalam do’a aku meminta, “Ya Allah jauhkan hamba-mu ini dari godaan dan gangguan setan, jin dan iblis yang terkutuk. Hamba meminta agar tidak melihat makhluk-makhluk halus, tolong angkatlah kemampuan hamba-mu ini" setelah berdo’a perasaan tenang mengalir ke seluruh tubuh
Setelah Shalat aku mengambil buku di meja belajar, memulai pelajaran untuk di hafal sebelum ulangan harian dimulai. Pukul 05.30 WIB, pelajaran Geografi dimulai setelah istirahat pertama selesai atau lebih tepat pukul 9 lewat, walau begitu waktu belajarku hanya tersisa kurang dari dua jam, pelajaran hari ini adalah sejarah.
Mata pelajaran dengan cerita lebih banyak di dalamnya ditambah dengan catatan satu bab siap di salin ke buku per hari, tidak ada waktu untuk belajar lagi setelah di sekolah walau ada saat jam istirahat tapi hanya 45 menit tak akan cukup.
Di rumah sendiri belajar sambil bersender ke dinding di temani teh hangat sungguh membuat otakku bekerja. Cara belajarku adalah dengan menghafal, hafalan adalah senjataku selama ini dalam menghadapi pelajaran atau ujian, dengan hafal materi aku bisa mengingat semua jawaban dari pertanyaan mendatang.
Satu jam ku lalui dengan menghafal materi, walau materi nya dua bab tidak terlalu panjang berharap pelajaran sejarah nanti tidak ada tugas berat dan menyulitkan. Tahu hari sudah pagi aku memasukan semua buku pelajaran, langsung ke kamar mandi membersihkan diri, lalu sarapan dan berangkat ke sekolah.
***
(SMA Negeri xx Palembang, pukul 06.30)
(Sudut Pandang Ainur)
Gerbang pembatas antara jalan dan sekolah, sebuah tempat bagi manusia menuntut ilmu, “Sebuah tempat yang bagiku merupakan tempat menyenangkan sekaligus tempat yang kubenci” teringat pernyataanku di masa lalu
Meski dahulu sekolah adalah tempat yang paling kubenci di hidupku, namun sekarang pola pikirku berubah. Sekarang aku memiliki sahabat, teman, senior dan guru yang membutuhkan kemampuan untuk kebaikan sekolah, hal itu pun berlaku bagiku dengan adanya mereka aku serasa hidup di tempat membosankan ini. Tempat bersenang-senang bersama teman, dimana ilmu pengetahuan di utamakan dan kesenangan sebagai tambahan.
Itu adalah karena mereka merubahku atau bisa aku bilang “dia” yang merubahku sejak awal, namun akhir-akhir ini aku merasa ada jarak pemisah antara aku dan dia. Padahal setiap dekat dirinya aku selalu tenang dan nyaman, namun setelah melihatnya bersama dengan wanita lain perasaan tidak enak muncul di hati.
Meski aku tahu jika sebuah kejadian memalukan hanyalah sebuah kesalahpahaman tapi masalah itu terus memanjang tidak pernah berakhir membuat aku berpikir,“Apakah dia membenciku?”
“Ainur!” seseorang dari belakang memanggilku dengan suara familiar ini sudah tersimpan di telinga
“Hei Nur tunggu!” Akbar mencegat jalanku “Hahh kau ini kenapa sih? dipanggil dari tadi bukan berhenti malah jalan terus”
“Ada apa?!” kataku dengan nada tinggi
Akbar terlihat kaget dengan kata-kataku barusan, “Eh, itu dipanggil pak Taslim di pos gerbang” kata Akbar sambil menunjuk pos satpam
“Iya, makasih” ketusku
Aku langsung berjalan menjauhi Akbar berusaha memenuhi panggilan pak Taslim, tapi di setiap langkahku terasa berat membuat aku ingin menangis. “Sampai kapan kesalahpahaman ini berlanjut, kumohon Akbar jelaskan padaku yang sebenarnya dan berbaikanlah denganku” harap diriku
“Nur, tunggu” panggil Akbar menghenikan jalanku
Tanpa berbalik aku bertanya, "Ada apa?”
“Kayaknya kita masih salah paham soal kemarin, itu…aku mau minta maaf kalau ada salah…kuharap kita bisa baikan lagi lah” kata Akbar sambil menggaruk kepala
Perasaan senang dan bahagia bercampur sedih melanda, akhirnya…meski ia malu dan takut ia tetap meminta maaf walau bukan salahnya, itulah Akbar seorang laki-laki sejati menurutku.
“Ya sudah, aku juga minta maaf. Tapi aku masih belum percaya semuanya”
“Heemm, kalau begitu apakah saat istirahat kedua kau ada urusan? Kalau tidak ada kita bisa ketemuan di perpus tidak?” ajaknya
Tanpa pikir panjang aku mengambil kesempatan “Iya aku usahakan” kataku
(POS GERBANG, SMA Negeri xx Palembang)
Seorang guru memegang koran di tangan berdiri memeriksa siswa yang datang, sementara siswa datang langsung menyalami sang guru sebagai bentuk hormat.
Pak Taslim merupakan salah satu guru yang menjabat sebagai wakil kepala sekolah di bidang kesiswaan, setiap ada urusan ke sekolah para siswa harus berurusan dengannya. Jika aku melihat dari dekat, ia adalah seseorang guru cerdas namun pelupa.
“Assalamualaikum Pak” salamku kepada Pak Taslim
“Wa’alaikum salam oh Ainur, bagus bentar dulu ya” Pak Taslim mengambil sesuatu dari dalam pos satpam, sepertinya ingin di berikan kepadaku
Dalam hati aku tahu jika ini bukanlah hadiah uang atau penghargaan melainkan hanya pemberian tugas, ia tidak pernah memberikan suatu hadiah kepada siswa baik itu mereka yang mengharumkan nama sekolah, setelah Pak Taslim menyusahkan mereka dengan banyak permintaan tak masuk akal banyak siswa dari organisasi tidak menyukainya.
Namun setelah para siswa berhasil memenangkan sesuatu dan membantu nama sekolah harum ia hanya memberikan pujian di mulut.
“Ada apa ya pak manggil Ainur” tanyaku berburu waktu sebelum bel masuk berbunyi
“Ini bapak minta tolong, fotokopikan berkas ini Ainur, kalau sudah tolong berikan di ruangan bapak ya” Pak Taslim memberikan map berisikan berkas-berkas perlombaan siswa kepadaku
Emosi dalam hatiku mulai muncul, “Kenapa harus aku? Padahal ada banyak siswa yang lalu lalang, tadi juga bukannya ada Akbar, kenapa tidak minta Akbar saja yang fotokopikannya?” pikirku dalam emosi
Tapi menolaknya berarti sama saja menolak perintah orang tua memerlukan bantuan, jika di rumah ayah dan ibu adalah orang tua tapi di sekolah guru adalah orang tua dalam memberikan ilmu pengetahuan. “Sama saja menanggung dosa”
“Baik Pak” tanpa basi-basi sebelum amarahku memuncak aku langsung pergi ke percetakan
“Kringgg….kringggg…kringggg” tak lama suara bel masuk berbunyi
“Hahhhh” hembusan nafas pasrahku mendengar bel masuk berbunyi
***
(MASJID HIDAYAHTULLAH, 09.00 WIB)
(Sudut Pandang Akbar)
Mata pelajaran pertama selesai, “Sejarah” beruntung tidak terlalu banyak mencatat jadi aku bisa ke masjid untuk melanjutkan belajar. Yah, masjid Hidayahtullah adalah masjid sekolah terletak di dalam sekolah dekat gerbang utara.
Masjid ini adalah tempat istirahatku saat jam istirahat pertama berlangsung, setelah datang ke masjid biasanya aku Shalat Dhuha terlebih dahulu karena hal itu benar-benar menenangkan pikiranku.
Pikiran tenang, konsentrasi datang membuat aku fokus belajar meski ada beberapa siswa dan guru yang datang kemasjid juga saat jam istirahat pertama tapi tujuan mereka adalah Shalat Dhuha dan membahas pelajaran jadi tidak mengangguku.
“10 Konsep dasar Geografi….” Aku menghafal semua kata-kata di buku tidak menyadari waktu terus berlalu
Hampir setengah jam aku berada di Masjid, suasana tenang dan sejuk dari AC benar-benar pas sebagai tempat istirahat. Walau akhir-akhir ini aku selalu ke perpustakaan untuk menemui Cindi dan tidak sempat Shalat Dhuha,
“Hah, akhirnya selesai” kataku sambil menutup buku, langsung berbaring di sajadah masjid
Melihat jam dinding berdetik aku pun melirik, Pukul 09.28 WIB, “Astaga setengah sepuluh!” mengetahui aku terlambat masuk kelas pasti ulangan sudah di mulai
Dari berbaring tubuhku melompat dan langsung berlari ke kelas, yah meski aku sudah menghafal semua materi sudah pasti ulangan kali ini lancar dan mudah tapi mengetahui waktu telah berlalu membuat pikiran kacau.
“Assalamualikum” aku memasuki kelas dengan nafas tergesa-gesa
“Waalaikum salam” jawab salam dari guru dan teman-teman sekelasku
“Nah ini dia yang terlambat, dari mana saja?” tanya Pak Apris dengan alis tebal mengerut kepadaku
“Habis dari masjid pak Shalat Dhuha” jawabku jujur
“Yah sudah duduk, lihat soal ulangannya dengan teman sebangku, waktu pengerjaannya 1 jam kalau sudah selesai boleh langsung di kumpulkan”
“Baik pak” aku mengeluarkan kertas selembar dari buku dan mulai menulis identitas di atas kertas
Melihat teman sebangkku adalah Bobbi, seorang pencontek handal pasti jika aku melihat soal ke dia aku akan berutang budi dan akhirnya aku menconteki dia.
Apalagi hubunganku dengannya saat ini sedang tidak bagus karena dia sering mencontek denganku, “Aku tidak mau melihatkan soal kepadamu” kata Bobi sambil menutupi kertas ulangannya
“Ya sudah aku juga tidak mau lihat kok” melihat Agustina aku langsung meminta bantuannya “Tn kasih tahu soalnya” pintaku, beruntung Agustina baik hati dan langsung memberitahukan soal tampa pamrih
Lima soal dengan jawaban cukup panjang, walau hanya sekilas melihat soal saja aku sudah tahu jawabannya, “Makasih Tn”
Setelah soal ku dapatkan kugerakkan tangan mengisi jawaban, hanya 15 menit aku sudah selesai mengerjakan soal ulangan esai Geografi.
Jawabanku yang panjang dan menyentuh inti materi dengan rasa percaya diri pasti benar semua. Kuletakan pena di atas kertas yang sudah kubalik agar Bobi tidak dapat melihat jawabanku,
”Lah, tunggu kemana handphoneku?” aku meraba-raba kantong pakaian dan celana
“Wes Akbar sudah selesai, hebat sekali memang Akbar ini” puji Bobi mengelus agar dapat meminta jawaban
Aku pura-pura tidak mendengar dan tidak tahu, yang perlu ku khawatirkan adalah handphoneku hilang, “Oh iya di masjid” ingatku setelah habis dari masjid handphone dan bukuku lupa kubawa.
“Kalau yang sudah selesai bisa langsung di kumpul” kata Pak Apris berada di samping mejaku
Tanpa pikir panjang aku langsung mengumpulkan kertas ulangan agar tidak bisa di contek oleh Bobi dan bisa ke masjid mengambil handphone dan bukuku ketinggalan, “Ini pak saya mau kumpul” aku memberikan kertas ulanganku
“Oh hebat juga, lihat dia saja yang baru datang sudah mengumpulkan, yang terakhir datang malah mengumpul pertama” tidak kusangka Pak Apris langsung mengkoreksi kertas ulanganku
“Hemm” jika aku melihat sepertinya jawaban ku di conteng-conteng saja, membuat aku deg-degan ingin mengetahui nilai ulangan harianku
“Wah hebat” Pak Apris selesai mengkoreksi “100! Semua jawabannya benar” seketika kelas terkejut dan ribut karena ulahku
“Wahhh, hebat Ferdi langsung kumpul dapat 100!”
“Lihat jawabannya bar”
Aku tidak ingin besar kepala…langsung saja aku meminta izin ke masjid mengambil handphone dan buku, “Pak izin ke masjid lagi, ada barang yang ketinggalan” izinku yang langsung mendapat persetujuan dari Pak Apris
Aku keluar dari kursi langsung pergi mengambil barangku di masjid, santai dengan berjalan karena pikiran sudah tenang ulangan lancar mendapat nilai sempurna.
Meski ada banyak ulangan ke depannya tapi saat ini aku terpikirkan oleh masalah hantu penunggu sekolah, “Selesaikan lalu berakhir” pikirku
Karena belum sempat bertukar kontak dengan Cindi aku jadi sulit berkomunikasi dengannya membahas masalah kedua arwah gentayangan. Meski begitu aku tahu tempat menemui Cindi, “Perpustakaan” Pasti! Jadi istirahat nanti tinggal kesana membahas rencana selanjutnya dengan meminta bantuan Ainur
***
(KELAS X IPS 2, 12.40 WIB)
(Sudut Pandang Ainur)
Ulangan Geografi selesai dengan lancar tapi yang paling mengejutkan adalah Akbar, walau dia terlambat dan membuang banyak waktu tapi dia mengerjakannya dengan cepat bahkan mendapat nilai 100. Padahal ini adalah ulangan pertama setelah sekian lama di SMA tapi dia berhasil, “Aku juga tidak boleh kalah”
“Nur, sudah shalat?” aku bertemu dengan Akbar saat memasuki kelas, kelihatan ia seperti habis dari kantin memegang es teh dan beberapa tahu krispi
“Iya” aku memasuki kelas
“Oh iya habis ini bisa ketemuan di perpus kan? Aku ingin minta tolong, kalau bisa sekarang sih” minta Akbar dengan mengepalkan kedua tangan ambil memegang makanan
Tidak tega aku melihat Akbar, “Iya bisa, tapi sebentar lagi” aku menghadap kaca lemari di depan kelas untuk membenarkan bedak di wajahku
“Oke makasih ya Nur, kalau begitu aku makan dulu juga lah” dari pantulan aku melihat Akbar berjalan kearah ruangan kosong, tapi belum masuk ia berhenti di depan pintu lalu menghadap ke depan seperti memperhatikan orang
Aku melirik ke depan kelas tapi tidak ada siapa-siapa, “Dia kenapa?” setelah aku melihat Akbar ia telah masuk ke ruangan kosong itu
Sesaat suatu hentakan datang menghampiri tubuhku, bulu kudukku berdiri, tubuhku di lem dengan kuat , membuat aku merasakan hawa dingin dari sebelah.
Kulirik dari kaca dimana saat aku berdandan sekarang, “Hah!” sebuah bayangan hitam berdiri di samping ku, melihatku dengan mata tajam tapi dengan cepat aku memalingkan kepala dan tubuhku bergerak menghindari makhluk itu, sampai aku mengingat kejadian pertama kali aku dan Akbar bertemu, ia melihat sosok anak kecil di belakang kamar mandi.
“Apakah itu yang dia lihat?” di dalam kelas yang ramai seperti pasar tapi perasaanku sepi seakan di penuhi hawa gelap, aku tidak bisa melihat dan mendengar, kini aku ditarik sebuah asap hitam di dalam kesunyian
“Hei!” sebuah tangan menyadarkanku “Ngapain bengong, Nur” kejut Akbar memanggilku
“Sudah selesai dandannya? Kalau sudah ayo ke perpus” jiwaku sudah kembali ke tubuh, aku menarik nafas dalam-dalam memastikan aku hidup
“Iya aku taruh barang-barangku dulu” aku meletakkan barangku di bawah meja dan menitipkan meja ke Agustina ketika aku pergi
Kami berdua berjalan keluar dari kelas menuju Perpustakaan, sedikit demi sedikit aku kembali tersadar, tahu akan kejadian besar menimpaku barusan tapi Akbar berhasil menghentikan, “Bar, tadi kau lihat…?”
“Tenang, Sudah pergi kok” kata Akbar sambil tersenyum
BAB V...PERTENGAHAN...SELESAI
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments