(Rumah Akbar, Palembang)
(Sudut Pandang Akbar)
“Heeekkk…akhhkkk…tolonggg…eee…tolong” suara minta tolong seseorang dalam sebuah mimpi, ya itu adalah mimpiku dimana aku serasa di cekik oleh atau ditindih oleh sesuatu yang berat
Kubuka mata dengan tubuh masih tertidur diatas kasur, saat itu aku sendirian karena adik-adikku menginap di rumah nenek.
Ayah dan ibuku berada dikamar berbeda hingga aku merasa tidak ada harapan untuk pertolongan.
Ketindihan itu yang kualami saat ini, tubuhku tidak bisa bergerak, suaraku tidak bisa keluar, hanya hati saja bisa berdo’a “Ya Allah kenapa lagi ini…tolong…ibu…ayah” do’a ku di dalam hati
Kucoba menggerakan jari tetapi tetap tidak bisa, stroke…atau mimpi…kuharap aku segera bisa menggerakan tubuh.
Jika ini memang mimpi maka kumohon bangunlah diriku akan aku lakukan apapun jika aku bisa bergerak.
Sebuah janji pada Tuhan agar aku tidak melanggar meminta agar aku segera sadar, tapi dalam keadaan itu.
Meski hanya beberapa menit bisa kukatakan aku mengetahui bagaimana rasa saat nyawa hampir di cabut dari raga.
Lama-kelamaan aku merasakan sesuatu pada atas tubuhku sebuah bayangan hitam pekat menduduki perutku dengan wajah membelakangiku,
”Setan!, berarti aku ketindihan” nafasku mulai habis segera saja aku menutup mata seakan menyerah.
Didalam keputusasaan itu kubuka kembali mata, aku terkejut bayangan itu sudah tidak ada perlahan ku gerakan tangan hingga berusaha bangun dari tempat tidur.
“Astagfirrullah..Astagfirrullah” aku berdzikir untuk menenangkan diri
Keadaan sepi bercampur ketakutan masih terasa, “Masih terasa lagi”
“Tolong…to..lo..ng” sebuah suara terdengar dari arah lemari bajuku
“Siapa itu?” aku bertanya dengan nada tegas dan ketakukan
Bukannya membalas pertanyaan ia masih meminta pertolongan “To..lo..ng…”
“Mau minta tolong apa?” aku beranjak dari tempat tidur menuju pintu kamar untuk keluar
“To..lo..ng…” setan kurang ajar aku tanya kenapa minta tolong bukan jawab
“Krek” aku keluar dari kamar menuju ruang tamu tanpa mengenakan baju aku duduk di sofa
“Kasih tahu ibu sama ayah saja lah” itu adalah ide terbaik dan ingin aku lakukan tetapi terhalang alasan “Masa sudah SMA masih takut hantu apalagi nanti ayah dan ibu tidak percaya cerita”
“Sudahlah tidur di ruang tengah saja sambil nonton TV”
Malam itu aku tidak bisa tidur tetap terjaga menonton TV agar tidak ada kejadian aneh lagi, walau masih ada suara-suara memanggil yang tidak tahu dari mana sumbernya aku seolah-olah tidak mendengarnya.
Suara TV-ku besarkan hingga aku memasang headsead ditelinga, berharap malam segera usai dan berganti dengan mentari pagi.
“Allahu Akbar…Allahu Akbar” suara adzan berkumandang dari masjid dan mushala membuat aku tenang, “Akhirnya mau pagi”
Aku beranjak dari sofa jika dihitung aku hampir 4 jam tiduran di sofa tanpa bergerak, segera aku keluar untuk mengambil wudhu.
Karena kejadian ketindihan tadi malam aku masih trauma dan takut, jadi aku putuskan untuk Shalat Subuh di rumah saja.
“Ayah sama Ibu sudah bangun belum, ya?” tanyaku sambil menatap pintu kamar kedua orang tuaku
Sepertinya belum bangun, lebih baik langsung wudhu saja habis shalat langsung bersiap sekolah tidak betah kalau berada di rumah tanpa adik-adikku, sepi dan hening tidak seperti biasanya selalu berisik dan mengundang emosi.
“Wah masih gelap juga” kataku melihat keadaan di luar dari jendela depan
Tapi tidak ingin membuang waktu aku menyegerakan shalat supaya hatiku bisa tenang.
Tempat wudhu di rumah berada di belakang rumah, dengan memakai keran atau mengisi bak wudhu.
Masalahnya adalah belakang rumahku memang agak luas tapi masih di penuhi oleh pohon pisang dan pohon kelapa membuat suasana tidak enak.
Aku memilih menggunakan keran yang langsung mengalir dari pada menggunakan bak karena harus mengisi air terlebih dahulu.
“Krieettt, Bismillahirahmanirrahim” aku mulai berwudhu dengan awal baik-baik saja
“Braakkk, sreekk” suara benda jatuh dengan keras mengejutkanku dari belakang
“Heh!” aku menyipratkan banyak air ke dinding rumah, karena wudhuku belum selesai kulanjutkan saja seolah-olah tidak mendengar apa-apa
“Sini kalian tunjukan diri kalian, aku tidak takut dengan kalian!” tantang batinku kepada mereka yang tidak terlihat
Setelah membasuh telinga entah kenapa rasa penasaran menghingapi, “ Sebenarnya apa sih tadi itu” aku pun menolehkan kepala ke belakang
“Eh…” aku melihat sebuah kain putih turun dari atas pohon kelapa tanpa tangan atau kaki tetapi aku melihat kepala diatasnya seperti sebuah kelapa tua.
“Byur…byur” ku basuh kedua kakiku dengan cepat tanpa tahu sempurna atau tidak
Langkah seribu kulakukan, masuk kerumah dan segera saja kututup pintu “Brakkkk!”
“Hah…hah…hah…astagfirullahalazim” kedua kakiku lemas hingga terduduk di lantai sambil membelakangi pintu yang kukunci
“Hi..hi..hi...hi!” sebuah tawa menyeringai terdengar oleh telingaku, suaranya sama seperti tawa kuntilanak di film-film
“Whaaa..setan!” segera saja aku lari masuk kamar menutupi diri dengan selimut
Kejadian malam itu sangatlah berat untukku sebuah pengalaman membuat jantung berdebar-debar, sosok wanita kepala buntung, suara-suara aneh, dan kuntilanak menghiasi satu malam.
Bahkan aku tidak sempat shalat subuh, aku tetap membaringkan diri di kasur hingga pagi sampai ibu membangunkanku.
Apa yang sebenarnya terjadi…kenapa aku mengalami hal ini…cukup, sejak dulu aku selalu melihat hal-hal aneh tanpa tahu dari mana asal-usulnya dan kenapa makhluk-makhluk itu menggangu tanpa alasan.
Sebuah pertanyaan yang perlu ku cari tahu jawabannya…entah bagaimanapun aku harus menghentikan ini.
***
(SMA Negeri xx Palembang, 6 November 2017)
(Sudut Pandang Akbar)
Aku teringat pada seseorang yang memiliki kemampuan sepertiku disekolah ini, akan lebih baik jika aku bertanya padanya.
Siswi itu telah banyak menolongku, bahkan setelah beberapa bulan sekolah disini aku tidak tahu siapa namanya.
Keputusanku sudah bulat entah apa yang akan terjadi di masa depan aku tidak ingin penasaran.
Istirahat pertama akan kucari siswi itu dengan pergi mencari tahu terlebih dahulu dimana kelasnya.
“Baiklah untuk pengumuman, pada tanggal 28-29 Oktober PMR SMA Negeri xx Palembang mengikuti perlombaan di SMK Negeri 1 Palembang dan memenangkan Juara 1 Pertolongan Pertama Putra di wakili oleh M. Akbar Ferdiyanto dari kelas IPS 2” suara gemuruh tepuk tangan di berikan kepadaku saat maju kedepan mengambil piala kemenangan kami di lomba minggu kemarin
“Selanjutnya juara harapan satu tandu putra, di wakilkan oleh Rian Suwetno dari Kelas X IPS 2”
Rian maju dengan penuh gaya membusungkan dada seakan kesombongan menghingapi.
Ya bisa dibilang sekbid tandu adalah sebuah cabang lomba di PMR yang paling sulit, karena bukan hanya berlomba dengan waktu tetapi kekuatan tandu menjadi penilaian.
Selain itu terdapat banyak peserta di lomba tandu sehingga persentase kemenangan sangat kecil bagi kami yang merupakan pemula.
Berbeda dengan sekbid Pertolongan pertama meski pesertanya lebih sedikit dari peserta tandu kami memerlukan ketelitian dan kekuatan lebih dalam menghadapi rintangan-rintangan yang ada.
“Lalu juara Favorit PMR diwakilkan oleh Azizah dari kelas XI MIPA 2” kak Azizah ketua umum dari PMR maju mengambil piala kemenangan
Walau tidak mendapatkan juara umum paling tidak kami mendapatkan juara favorit karena kami hanya menang di lomba pertolongan pertama saja masih sangat jauh perjalanan untuk mengapai kemenangan
“Akhirnya kemenangan besar bagi PMR setelah kalah di perlombaan sebelumnya, Iya kan kak?” kataku kepada kak Azizah
Kak Azizah tersenyum manis kepadaku “Iya tapi di lomba berikutnya kita harus dapat Juara Umum” katanya dengan semangat
Hari itu adalah hari kemenangan besar pertama bagi PMR sekaligus waktu tepat untuk menunjukan taring kepada ekstrakulikuler lainnya, organisasi yang telah tertidur lama kini mulai bangun untuk memburu banyak kemenangan.
Bukan hanya itu setelah perlombaan kami juga mendapatkan seorang pembimbing hebat bernama kak Gunawan dari PMI, sehingga semangat untuk memenangkan setiap lomba semakin bergelora.
Setelah pengumuman itu semua anggota dan Bu Septi sebagai guru pembimbing Palang Merah Remaja SMA xx Palembang berfoto dan merayakan hasil kerja keras setelah lomba.
Didalam pesta kemenangan itu setiap anggota PMR serasa bebas hari itu, kami telah memberikan kemenangan besar untuk sekolah bahkan kepala sekolah pun turut bangga.
Karena itu kami bebas untuk tidak mengikuti pelajaran hari ini kelelahan dan strees membebani pikiran.
Apalagi aku yang tadi malam tidak dapat tidur karena di ganggu habis-habisan seperti orang berulang tahun mendapat kejutan,
“Kalo kalian mau istirahat di UKS saja jangan keluar-keluar nanti dimarahin Pak Taslim pula” kata Kak Azizah
Di UKS semua anggota beristirahat, laki-laki dikamar pasien laki-laki sementara perempuan berada di sebelah kamar laki-laki.
Kedatangan salah satu senior lainnya Kak Fani tambah membuat suasana semakin meriah, bagaimana tidak ia membawa banyak gorengan dan pempek sementara Rian, Bareta dan Harry membawa cemilan kecil.
“Hore Fani bawa banyak makanan” kata kak Aisyah
“Oi ini pakek duit sisa lomba sama pakai duit aku loh, makannya jangan banyak-banyak” aku hanya tersenyum melihat pemandangan ini, meski kami banyak bertengkar dan konflik tapi ada juga saat suka di dalam duka
“Kelas kita pasti sepi ya” kata Agus kepadaku
“Yah mau bagaimana lagi kelas kita banyak yang jadi anggota PMR”
Setengah dari siswa di kelasku banyak yang masuk PMR entah karena alasan apa tapi saat kami Dispensasi kelas pasti akan sepi dan guru yang mengajar pun ikut bingung.
Bahkan kelas kami di juluki “kelas PMR”, tetapi itu dulu karena sekarang kami sudah menunjukan bukti nyata dengan kemenangan para guru kini memberikan banyak kepercayaan.
(Istirahat Pertama, SMA xx Palembang)
Siapa dia…dimana kelasnya…ku cari tahu tentangnya hingga menemui titik akhir.
Namanya adalah Cindi dari kelas X IPA 2, sangat sulit mencarinya karena ia sangat pendiam dikelas dan jarang aktif dalam organisasi.
Beruntung aku mendapatkan informasi dari Indria teman PMR yang sekelas dengannya.
“Permisi apakah ada Cindinya?” tanyaku dengan seseorang yang duduk di dekat pintu kelas
“Eh Ferdi, ngapain kesini?, wes The Best Leader cuy di lomba kemarin” kata teman laki-laki sekelas Cindi
“Oh iya makasih, aku kesini mau cari Cindi. Apakah dia ada?”
“Kalau Cindi biasanya sih ke perpustakaan saat istirahat. Jarang liat dia di kelas”
“Makasih infonya ya, aku ke perpus dulu kalau begitu”
“Heeeh, Ferdi nyariin Cindi pasti ada apa-apa ni ye?” ejek teman kenalanku bernama Juki
“Nggak kok Cuma ada keperluan bentar” kataku sambil berlalu
Disela kepergianku aku mendengar bisikan-bisikan teman Cindi yang mencibirnya
Entah apa alasan mereka tidak menyukai Cindi sebab aku pun tidak mengenalnya.
“Masa Cindi di cari Ferdi sih, ada urusan apa?”
“Iya ya Cindi yang mukanya serem gitu masa Ferdi mau sih deket-deket dengan dia”
“Heh sudah palingan Cindi di panggil ke ruang guru”
Meski sebuah pernyataan untuk menghentikan percakapan tapi hal itu tidak mempan karena para siswi merupakan seorang wanita.
“Sudahlah yang penting ketemu dia dulu” batinku
***
(Lantai 2, SMA Negeri xx Palembang)
(Sudut Pandang Ainur)
Seorang laki-laki yang kukagumi melewatiku begitu saja, entah apa alasannya terburu-buru tapi ini membuat hatiku sakit.
Kenapa…aku dan dia serasa menjauh padahal kami sekelas bahkan duduk sebangku, memang aku telah mendapatkan banyak tanggung jawab.
Ia pun sering berlatih di ekstrakulikulernya tapi kami tidak pernah bicara sekalipun selain didalam kelas.
Harus kuakui berkatnya hidupku sudah menjadi lebih baik, ia mendorongku untuk maju kedepan bukan sebagai Ainur Putri Es tapi sebagai Ainur Rahma.
Aku selalu mengikuti ke egoisanku saat SMP dahulu berpindah-pindah ekstra hingga mampu memiliki tempat di organisasi sekolah membuat aku di segani.
Namun hasil buruk yang mendatangi, aku ingin membuat semua orang tahu namaku hingga aku dihormati.
(FLASH BACK)
“Hei nur mau ikut ekstrakulikuler apa?” tanya Akbar kepadaku
“Ah kurasa aku mau ikut ekstrakulikuler Sastra saja”
“Oh sastra, kenapa tidak sangar seni saja kan kau punya bakat menanyi dan menari”
“Ah tidak aku Cuma mau meningkatkan pengetahuan mengenai sastra saja karena aku tidak mau banyak tugas”
“Iya juga sih, tapi apa salahnya kalau mengembangkan bakat kan kau bagus dalam menari jadi jangan takut dengan omongan orang lain”
Ucapannya saat itu membuatku menjadi Ainur sekarang, mulai banyak orang menyukaiku bahkan dikelas pun aku sudah tidak menjadi bahan gosipan.
Aku menjadi anggota ekstra Sastra dan Sanggar Seni seperti yang di sarankan oleh Akbar, hasilnya aku memiliki banyak teman, hubunganku dengan teman seangkatan maupun dengan senior lain berjalan baik selama tiga bulan ini.
Banyak orang mengandalkan kemampuanku hingga aku menjadi salah satu pion penting oleh sekolah.
Karena bukan hanya mengikuti ekstra Sastra dan Sangsen saja aku juga mengikuti Organisasi MPK (Majelis Permusyarwarat Kelas) yang tugasnya menjaga kestabilan setiap siswa melalui perantara kelas.
“Aku ingin mengucapkan terima kasih, tapi sepertinya tidak bisa mungkin lain kali saja” kata diriku yang menyedihkan
“Nur bisa antarkan buku ini ke perpustakaan katanya bu Eva mau meriksa buku-buku sejarah” senior Nabila menyuruhku sambil menyerahkan beberapa buku
“Iya kak”
“Kenapa muka kamu kok cemberut gitu?”
“Eh nggak apa kok kak, kalau begitu Ainur pergi ke perpus dulu ya”
“Ainur aku temenin ya” kata Agustina teman sekelas Ainur
“Iya makasih Tn”
Keduanya beranjak menuju Perpustakaan tanpa menaruh saling curiga, Ainur yang menganggap Agustina sebagai sahabatnya begitu pula Agustina…entah apakah ia bisa di percaya atau dapat memperdaya.
***
(Perpustakaan, SMA Negeri xx Palembang)
(Sudut Pandang Akbar)
"Krieett” aku masuk ke perpustakaan dengan mengeser pintu sangat pelan, bau tidak asing kurasakan sebuah bau dari buku-buku baru dan lama
Tentu ini adalah surga untuk ilmu pengetahuan dimana banyak buku sebagai sarana pembelajaran.
Namun tujuanku sesuatu lain, aku mencari seseorang yang dapat membantuku menjawab pertanyaan akan masalahku.
“Hemmm, dimana dia?” aku mencari Cindi dari kanan ke kiri tapi aku tidak melihatnya. “Tidak ada, apakah ia tidak ke perpustakaan?” .
Kuputuskan untuk masuk dan duduk terlebih dahulu karena kakiku sudah lelah “Mumpung sudah disini ya sudah baca-baca buku saja”
Tujuan awalku berubah mungkin lebih baik mencarinya di istirahat kedua saja, kuambil sebuah novel berjudul “Cut Nyak Dien” di lemari buku sejarah.
Dari situ aku berpikir untuk duduk di sudut perpus saja karena tidak kelihatan seseorang, selain tempatnya tenang ditambah nyaman karena dapat angin AC.
“Hei sedang apa kau disini?” sebuah suara mengkagetkan aku
“Whooa, loh ternyata kau Cindi” aku melihatnya duduk di lantai sudut lemari paling ujung perpustakaan
“Aneh apakah aku sudah pernah mengatakan namaku padamu Fer…di?” ia dengan sengaja memanjangkan namaku
“Aku tahu namamu dari teman sekelasmu, Indria…pasti kenalkan?” aku duduk disampingnya ikut bersandar pada lemari dibelakang kami
“Begitu kukira kau seorang penguntit” kata-kata barusan sangat pedas hingga aku baru sadar jika yang kulakukan adalah aktivitas stalking
“Mana mungkinlah, masa aku ngikutin kamu. Kata siapa coba?”
“Mereka!” ia menunjuk seseorang dimana kehadirannya tidak ada
“Heh?” sebuah kata yang membuatku bingung
Mereka siapa, teman sekelasnya tapi ia kurang disukai, apakah Indria merupakan teman dekatnya tapi aku merasa tidak seperti itu.
Kata mereka menunjukan lebih dari satu orang, kebingungan itu membuat mulutku lepas berbicara
“Mereka siapa? Teman sekelasmu” tanyaku serius
Tanpa kata ia menjawabnya dengan jari telunjuk yang menunjuk kearah sesuatu atau lebih tepatnya ke arah seseorang.
Ia hanya menunjuk kearah angin tidak ada siapapun disana, kuanggap ia bercanda tapi matanya mengatakan sebaliknya,
“Ia tidak bohong, apakah aku harus percaya?” keraguan merayapi diri dengan cepat di kala itu diiringi bulu kudukku berdiri tiada henti
“Kau tidak bisa melihat mereka?” ia mendekati wajahku seakan ingin mencium
Wajahnya cukup dekat…rambutnya panjang dan wangi…bibirnya cukup manis…coba ia sering tersenyum mungkin ia akan lebih cantik
“Eh, apa ini?” aku merasa tidak enak dan malu dengan kelakuannya jika diilihat orang lain maka akan terjadi kesalahpahaman
“Braaak…” sebuah buku jatuh mengejutkan kami berdua
Cindi langsung melepaskanku tanpa rasa canggung. Itu bukanlah masalah tapi seseorang melihat kejadian itu yang menjadi masalah.
Kulihat dua orang tampak tidak asing bagiku ya…bagaimanapun ia adalah teman sebangku dan satunya teman ekstrakulkuler-ku…Ainur dan Agustina…kenapa diantara banyak orang mereka yang lihat.
“Eh tunggu Nur…Tn ini bukan seperti yang kalian duga” jelasku
“Ohh begitu” kata Ainur sambil berjalan meninggalkan kami
“Tidak kusangka kupikir Ferdi itu cowok baik makanya aku suka tapi…” sebuah perasaan sedih sekaligus kecewa dilontarkan oleh Agustina
“Weeiii tunggu jangan pergi dulu…” kataku memanggil mereka, tetapi sudah terlambat mereka sudah melewati pintu kaca dan meninggalkan perpusatakaan
Aku bingung harus bagaimana…melakukan apa…hingga aku menyalahkan Cindi atas hal yang terjadi,
“Kenapa kau melakukan itu Cindi? Selain itu kau tampak tenang-tenang saja”
“Aku tidak melakukan apa-apa, aku cuma ingin melihat matamu”
“Melihat mataku? Kenapa?"
“Kebanyakan para pengidap Indigo memiliki warna mata bermata biru, memang ada juga yang tidak karena itu aku ingin melihat matamu apakah kau itu sama sepertiku, istimewa sejak lahir atau hanya sebuah ketidaksengajaan saja”
Mendengar penjelasan Cindi kemarahanku mulai mereda, aku duduk kembali disamping sembari mendengarkan cerita,
“Jadi maksudmu aku melihat mereka karena bawaan dari lahir?”
“Mungkin tetapi kau yang tidak bisa melihat teman-temanku dibelakangmu aku juga berpikir bahwa kau tidak sengaja terseret masalah ghaib”
“Apa kau tahu ketidak sengajaan yang membuatku seperti ini?”
“Aku tidak tahu itu semua adalah buah dari segala perbuatan yang kau buat selama hidupmu, aku tidak tahu perbuatan apa yang menyebabkan mata batinmu terbuka tapi mungkin aku memiliki satu penjelasan”
“Apa itu?”
“Mungkin dari keturunan keluarga, aku melihat penjagamu seekor harimau putih besar, ia selalu mengikutimu menjagamu dari gangguan makhluk-mahkluk jahat. Aku ingin bertanya sejak kapan kau mulai bisa melihat hal-hal ghaib?”
“Dahulu kalau tidak salah sejak kecil, saat aku menginap di rumah nenekku umur 6 tahun dan kebetulan rumah nenekku berada disini sekarang"
"Saat itu aku bermain sendirian dekat dengan rumah nenek ku, entah waktu itu aku berkenalan dengan seorang anak perempuan. Ia selalu ceria dan mengajakku bermain saat menginap,aku selalu bermain dengannya hingga malam sampai ibuku menjemput…” aku yang tidak sadar dengan ceritaku sendiri entah kenapa aku baru mengingat hal ini, padahal aku hanya ingin menceritakan kalau aku pernah mengalami mimpi aneh waktu kecil…apakah ini kebohongan atau sebuah kenyataan…?
“Dia hilang…temanku itu hilang…kalau aku dijemput oleh ibuku. Ia selalu mengajakku pergi ke suatu tempat untuk bermain tapi aku selalu menolaknya. Beberapa tahun kemudian aku pindah kesini dan berusaha mencari teman lamaku itu…tapi rumah kayu tempat tinggalnya sudah tidak ada diganti dengan sebuah rumah cukup megah” aku terus melanjutkan ceritaku entah bagaimana aku ingat semua yang terjadi di masa kecil padahal sudah beberapa tahun hilang dari ingatan
“Sejak itu aku tidak pernah bertemu dengannya…saat aku sudah lama tinggal disini aku mendengar jika rumah tempat tinggal temanku itu dulunya adalah tempat tinggal seorang dukun yang suka dengan alat-alat keramat. Ia tinggal sendirian…dirumah kayu itu hingga ia meninggal dunia”
Ceritaku berhenti sampai disitu karena tidak tahu alasannya tubuhku tidak berhenti bergetar dan air mata mengalir.
Nafasku sendiri mulai memburu sambil memikirkan pertanyaan, “Jika dukun itu tinggal sendiri lalu siapa gadis kecil yang menemaniku dulu?”
“Gadis itu adalah jin yang ingin membawamu kedunia lain” sambung Cindi seperti mengetahui pertanyaanku “Tapi itu bukan pertama kalinya kau melihat mereka karena tidak mungkin pemicunya dari hal itu, kau sudah bisa melihat Jin itu berarti kemungkinan mata batinmu sudah terbuka sejak lahir”
“Begitu ya jadi memang benar aku bisa melihat hal-hal ghaib karena mata batinku terbuka”
“Benar tapi ada juga yang salah”
“Hah apanya yang salah?” tanyaku
“Mata batinmu belum terbuka sepenuhnya oleh karena itu kau hanya melihat bayang-bayang mereka saja. Jika mata batinmu terbuka sepenuhnya kau bisa melihat mereka dengan jelas”
“Jadi itu maksudmu kau bisa melihat dengan jelas apa yang tidak kulihat?”
“Benar” Cindi melirikku sebentar “Ternyata kau cerdas juga, kupikir kata-kataku terlalu tinggi dan sulit dimengerti”
“Orang yang tidak mengerti itu berarti mereka tidak tahu apa makna atau arti dari pembicaraan ini. Kalau bercerita dengan orang yang tidak paham maka kita akan dianggap aneh bahkan gila, oleh karena itu aku tidak pernah cerita pada siapapun”
“Tapi kau berbeda denganku, kau mempunyai banyak teman dan semuanya baik denganmu, mudah bergaul dan selalu bersosialisasi dengan orang-orang”
“Dulu…dulu aku sepertimu. Sampai Aisyah teman pertamaku saat SD membuka pintu ke masa depan yang lebih baik”
“Kalau begitu kau punya teman yang baik”
“Sebelum orang-orang lain menjauhiku, aku sama sepertimu menganggap sendirian adalah hal terbaik tapi kau pun sadar bukan sendirian itu menyakitkan. Bahkan ketika sudah mendapat teman pun kesakitan dan kesendirian masih bisa dirasakan, lebih besar saat kita sendirian”
Cindi melihatku dengan tatapan serius, aku yang tidak tahu asal bicara saja seperti sorang yang sok-sokan member saran tetapi nyatanya aku sendiri lebih suka sendirian.
“Jadi mungkin kau tidak bisa menjadi sepertiku tapi kau bisa merubah sudut pandangmu”
“Hemm” Cindi menganggukan kepala seakan mengerti ucapanku
“Mau kubantu?” tawarku
“Eh bantu apa?”
“Mungkin kayaknya aku terlalu berlebihan tapi aku harap kita bisa jadi teman baik” kataku
“Iya boleh. Terima kasih, mungkin jika kau yang menjadi temanku aku tidak perlu cemas”
“Ha, apa maksud perkataannya?” pikirku setelah mendengar hal itu tapi karena suasana hatinya membaik aku tidak ingin merusaknya
“Ngomong-ngomong kau tadi bicara tentang Indigo? Apa kau sendiri anak Indigo?”
“Iya”
“Wah kalau begitu kau punya keistimewaan dong, apa kemampuan khususmu, kudengar anak indigo itu sangat hebat”
“Aku bisa melukis…..” belum selesai ia berbicara aku tahu jika ia hanya bisa melukis biasa sehingga aku tidak terkejut
“Heeehhh biasa saja” pikirku
“Makhluk dari dunia lain” sambungnya
"Whoooa hebat dong berarti kayak paranormal-paranormal itu ya!” kali ini aku terkejut mendengarnya
***
(Lantai 1, SMA Negeri xx Palembang)
(Sudut Pandang Ainur)
“Apa-apaan itu, ia melakukan perbuatan tidak senonoh di sekolah apalagi di perpustakaan. Apakah dia dan cewek itu punya hubungan kukira dia tidak punya orang yang disukai?” kataku menggumam menahan amarah
“Ferdi benar-benar kelewatan, kukira dia itu cowok yang baik tapi nyatanya dia berciuman dengan cewek lain. Padahal kukira dia jomblo…aku sakit hati!” kata Agustina dibelakangku
“Iya awas saja cowok itu, tapi Agustina kenapa sampai marah begitu dengan cowok sampah itu?”
“Aku suka dengan Ferdi” aku terdiam sejenak mendengar perkataan Agustina ternyata ia juga menyukai Ferdi
“Kau suka dengan Ferdi? Sejak kapan?” tanyaku
“Sudah sejak lama, tapi melihat dia seperti itu kurasa hatiku sakit” katanya sambil menahan emosinya yang sudah tidak tertahan
“Begitu ya…dasar cowok bodoh!” aku sebenarnya tidak percaya Ferdi melakukan hal mesum seperti itu tapi aku tidak bisa mempercayainya begitu saja, aku harus bertemu dan meminta penjelasannya.
Kami kembali ke kelas tanpa sepatah-kata lagi amarah menghingapi rasa sakit hati tak terbendung lagi.
Lebih buruk dari pengalamanku dahulu walau laki-laki hanya mencoba memutuskan hubungan tetapi Ferdi sudah kelewatan.
“Krieett” suara kursi digeser dengan keras
“Loh, kenapa Nur mukanya cemberut. Agustina juga?” tanya teman sekelas mereka Rizky Ayu atau sering dipanggil Dedek
“Nggak ada apa-apa kok?” jawab Ainur
“Iya dek nggak ada apa-apa kok” tambah Agustina
“Oh iya Nur tadi kak Armen kesini cari kamu, katanya seluruh anggota MPK dan OSIS disuruh rapat ke perpustakaan saat jam istirahat kedua nanti” kata Dedek memberitahu Ainur
“Yang bener Dek?, makasih ya sudah ngingetin”
“Oke sama-sama. Ngomong-ngomong kalian sudah ke kantin aku mau beli tahu bude”
“Aku nggak dulu ah, nggak nafsu makan”
“Ayo Dek, Tn juga mau ke kantin mau beli es” kata Agustin menarik lengan Dedek
“Ehh iya bentar, bentar Tn aku ambil uang di tas dulu” setelah mengambil uang didalam tas Tn dan Dedek bergegas menuju kantin sebelum bel masuk berbunyi
Aku yang sendirian mengingat kembali kejadian itu, “Tidak perlu di pikirkan lupakan saja mungkin kejadian tadi hanya kesalahpahaman semata” kataku ingin mempercayai Ferdi
Dalam pikiran sendiri aku melayang ingin mengetahui kebenaran dan kesalahpahaman disaat itu pula aku teringat masa lalu kelam.
Sudah cukup lebih baik aku menghindari Ferdi untuk selama-lamanya sebelum terlambat.
“Nur ada yang cari nih” Haliya salah satu teman sekelasku memanggil
Disana aku melihat seorang laki-laki yang tidak kukenal berdiri di balik pintu kelas saat aku menatapnya ia langsung pergi seperti orang ketahuan mengintip.
“Siapa Hal?” tanyaku kepada Haliya
“Nggak tahu dari kelas sebelah kayaknya. Nih, dia nitip buat suruh dikasih ke Ainur” Haliya memberikanku sebuah coklat Silverqueen yang diberikan oleh seorang siswa itu
“Ciyeee yang dapet coklat ni yeee” ejek seluruh teman sekelasku
“Heh, apa sih ini?” tanyaku bingung hingga aku sadar apakah ini coklat untuk menembakku
“Terima Nur, kayaknya dia suka sama kamu”kata Haliya yang membuatku tersipu
“Dia kan Shata Fadil dari kelas sebelah, IPS 3 aman tidak salah” seluruh teman-temanku berkumpul di tempat dudukku seakan mengintrogasi tahanan
“Yang waktu itu jawab pas MOS di masjidkan?”
“Iya, tidak disangka dia suka sama Ainur. Kalau begini kita punya hubungan langgeng dengan kelas sebelah”
Aku yang di beri pertanyaan terus menerus tidak diberi waktu untuk menjawab padahal aku tidak suka dengan laki-laki itu.
Tapi teman sekelasku terus menekan hingga sebuah masalah lagi datang menghampiri, tidak disangka Shata membawa teman-teman sekelasnya datang menemuiku di kelas.
Saat itu keadaan kelas X IPS 2 sangat ramai dipenuhi orang seperti ada perkelahian, namun yang ada hanya kejadian seorang laiki-laki menyatakan cinta kepada perempuan.
“Ayo Shata tembak saja Ainur” kata teman sekelas Shata
“Ehhh Ainur enak ya” kata teman lamaku dulu yang sekarang sekelas dengan Shata
Kejadian tidak terduga, dahulu aku di tembak oleh seorang laki-laki tidak seperti ini.
Ini terlalu mencolok dan memalukan, teman-teman sekelasku pun memanas-manasiku ditambah kelas sebelah yang membuat aku tambah malu.
"Apa jawabanku…Iya atau tidak”
“Hei sudahlah tidak boleh seperti ini kasihan dia” kata Shata menghentikan teman-temannya
“Yaah Shata sudah ada disini lebih baik langsung tembak” kata Zulkufli menghasut Shata agar menembak Ainur
Agustina dan Dedek yang baru datang dari kantin terkejut dengan keadaan kelasnya, ramai seperti pasar entah apa alasannya mereka pun memaksa masuk ke kelas.
“Hei ada apa ini rame-rame?” tanya Agustina kepada Haliya
“Itu Shata dari kelas sebelah nembak Ainur” kata Haliya
“Whoooa Ain…ditembak oleh Shata…diterima nggak Ain?” tanya Agustin malah memanasi Ainur
Ainur hanya diam tidak berkata pikirannya kosong tidak karuan karena kejadian sekarang,
“Lho kok malah diam sih?”
“Shatanya juga, tembak saja dong”
“Sudahlah Jul ayo kita balik ke kelas aku bisa sendiri kok nanti” kata Shata mendorong Zulkifli untuk kembali ke kelas
“Kringgg….Kringggg…kringggg” suara bel masuk tanda pelajaran dimulai kembali berbunyi
Siswa dikelas itu terdiam sejenak menunggu kejadian selanjutnya, namun laki-laki yang tidak memiliki keberanian mengurungkan niatnya dan sang perempuan diam tak berkata mereka cukupkan sampai disana.
“Hei ayo kembali ke kelas , kita ke Lab. B.Inggris pelajaran Ma’am Erni” kata siswi kelas X IPS 3 mengajak teman-temannya kembali
“Iya ayo ke Lab nanti telat kena marah ma’am Erni lagi” kata Shata menambahkan “Ainur nanti kita ketemu lagi ya” akhirnya
“Cieeeee" sontak seluruh orang yang mendengar sangat terkejut dan senang berdo’a agar terjadi hubungan antara Ainur dan Fadil
Aku sudah tidak mengerti lagi apa yang terjadi tapi anehnya hatiku tidak merasa nyaman melihat Shata, padahal niat baiknya sudah terlihat.
Tapi perasaanku sudah mati sejak melihat Ferdi, aku tidak percaya laki-laki lagi begitulah hingga sebuah kebencian mengalir ke diriku.
“Bagusss Ainurrr….” Sebuah bisikan ditelingaku tidak tahu darimana datangnya membuat aku tergoda
“Buang saja dia punya sifat buruk jangan terima” kata-kata itu terdengar seperti hasutan setan aku sadar tapi tidak bisa melawan
Semua siswa dari kelas X IPS 3 sudah kembali ke kelas coklat yang kupegang kuremas hingga patah menjadi dua.
Hingga aku melihat Ferdi kembali ke kelas menghampiriku di antara kerumunan teman-teman kelas.
“Eh ada apa ini?. Tadi rombongan Shata sama si Julkarnain” tanya Ferdi kepada semua
“Itu Fer, Ainur ditembak oleh Shata, ah kau tidak liat tadi ramai sekali”
“Ohhh, hebat Nur kau ditaksir oleh Shata…ya dia itu pinter baik pula, dia teman SD dan SMP-ku dulu” kata Ferdi menjelaskan
“Diam!” kataku membentak Ferdi “Kau tidak tahu apa-apa! Dasar cowok bodoh” aku langsung mengambil tas dan pindah ke barisan samping duduk bersama Agustina
“Eh, Nur? Kenapa?” tanya Agustina
"Aku duduk dengan Tn saja, aku mau pindah tempat duduk” kataku sambil menundukan kepala
“Oh gitu, Bobi kau mau kan tukeran tempat duduk dengan Ainur?” tanya Agustin kepada teman sebangkunya Bobi
“Iya tidak apa-apa lah biar Ainur tenang dulu. Kalian juga seharusnya jangan panas-panasi Ainur kan jadi begini” jelas Bobi seperti ahli cinta
“Kau pula Bar” tambahnya seperti menumpahkan kesalahan kepada Ferdi
“Lah memangnya aku salah apa?”
“Banyak”
Boby langsung to the point
“Nur tidak apa-apa duduk denganku?” Tn bertanya kepada Ainur dengan nada memelas, sebenarnya di hati Agustin sangat senang karena bisa lepas dari Bobi dan duduk dengan Ainur yang lebih pintar darinya
“Iya tidak apa-apa Tn, dari pada aku duduk dengan cowok mesum kayak dia”
“Woy aku dengar yang itu ya, tadi di perpus itu salah paham tahu!” kata Ferdi dari jauh
“Sudah-sudah Bar biar Ainur tenang dulu”
“Ehhhh, ya sudahlah”
Konflik panas itu selesai dengan kedatangan Bu Hilya guru Sejarah Wajib, semua murid duduk kembali ke kursinya.
Maklum ia adalah guru yang cukup killer, apalagi dalam hal tugas makanya murid diam dan memperhatikan setiap pelajaran yang ia bawa.
Tapi itu semua masih tidak menyelesaikan persoalan yang ku hadapi, masalah ini belum selesai apakah akan tetap begini atau malah semakin membesar?
BAB II "KUNCI UNTUK JAWABAN"..... SELESAI
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments