(Lapangan SMA Negeri xx Palembang)
(Sudut Pandang Akbar)
“Satu…dua…tiga” hitungan serempak para anggota PMR melakukan Push-up atau sering di sebut “Seri”
Seri di bedakan menjadi set 1 set sama dengan 25 kali push-up, 1 seri sama dengan 50 kali push-up. Mulai hari ini kami di latih oleh pelatihresmi dari Palang Merah Indonesia, Gunawan Santoso tapi panggilannya “Kak Gun”. Tubuhnya cukup berisi, rambut selalu di cukur botak dan selalu memakai pakaian khas PMI. Umurnya 40-an memiliki satu istri dan 3 anak, salah satu anaknya teman seangkatanku sama di SMA xx, Indah Permata, aku juga cukup dekat dengan Indah saat di SMP.
“Oke kita langsung latihan 7 cabang kepalang merahan, minggu depan kita akan lomba di SMA 8, jurinya dari PMI, penilaiannya nanti aku jelasi” kata kak Gun
“Kemarin sudah aku kakak jelaskan mengenai setiap cabang lombanya dan sudah kakak bagi tim-timnya”
“ Kepemimpinan, 10 orang “ yang di pilih adalah aku, Agus, Harry, Bareta, Rian, Adrian, Fahri, Osama, Aurel dan Venita
“Gerakan Kepalangmerahan” anggotanya Venita dan Khairina
“Pertolongan Pertama” tim Putra adalah Aku, Agus, Adrian, Harry, Osama dan Fahri sedangkan tim Putri Rahmadania, Haliya, Agustina, kak Azizah, Kak Diajeng, dan Kak Salsa
“Kesehatan Keluarga” anggotanya Sari dan Alisa
“Remaja Sehat Sebaya” anggotanya kak Aisyah dan Indria
“Siaga Bencana” anggotanya kak Rizki dan Kak Fani, dan
“Donor Darah sukarela” anggotanya Osama, Agus dan Adrian
Semua latihan dengan tim yang sudah di bentuk, meski ada yang merangkap tidak ada keluhan karena setelah perlombaan terakhir tujuan kami cuma satu yaitu "Juara Umum"
(Istirahat Latihan, SMA Negeri xx Palembang)
Latihan keras dan berat sangat terasa hari ini, kupikir dengan adanya pelatih keringanan akan di berikan dan para senior akan lebih lembut sedikit kepada junior.
Tapi faktanya kak Gun tidak memperdulikan senior dan junior karena dianggap sama, setelah latihan tadi kami di suruh oleh kak Gun untuk makan di toilet.
Harus makan di tempat kotor dan bau pesing banyak teman-temanku mual dan hanya makan sedikit, yang bertindak untuk menghabiskan semua sisa makanan tentu saja aku, beruntung Osama dan Agus juga membantuku karena nafsu makan mereka besar.
“Gila makan WC, nasinya di campur jadi satu lagi males makan laju aku” kata Bareta mengeluh
Kami yang baru selesai makan duduk di gazebo kolam luar sekolah, udara sejuk serasa di keluarkan oleh air dan tumbuhan laut di dalamnya menghilangkan beban pikiran latihan.
Terlihat ikan-ikan kecil sedang berenang, aku sendiri ingin memancing mereka bagaimana tidak, ada ikan gabus sebesar lenganku berenang kesana kemari dan terlihat seperti mengejek.
“Kalau di goreng enak pasti” pikirku
“Oh iya kita lombanya minggu depan ya, jadi nggak sabar” Fahri terlihat semangat
“Kenapa semangat sekali Ri? Padahal materinya susah, beda dengan yang kita pelajari selama ini, materi dari kak Gun juga lebih luas lagi jadi makin berat persiapannya. Kita juga nggak tahu bagaimana format lombanya” kata Osama memberi wejangan
“Bisa jadi juga Os, tapi perlombaan ini juga baru pertama kali dilakukan oleh setiap sekolah. Jadi kurasa siapa yang menang masih belum bisa di tebak” kataku
“Aku tidak mengerti omongan kalian, levelnya terlalu tinggi. Gus temani beli es didepan yuk” ajak Harry
“Oke” Agus menemani Harry “Tunggu aku juga ikut” Rian ikut menyusul mereka berdua
Bareta pun masuk ke UKS tanpa sepatah kata sepertinya mereka tidak suka denganku, “Kayaknya tinggal kita ber-empat ya” kata Fahri membuka percakapan
“Ngomong-ngomong aku ingin tanya, kalau malam bagimana ya siswa bisa masuk ke sekolah bagian dalam?” tanyaku kepada Osama, Fahri dan Adrian
“Kalo mau masuk sih dari pintu depan, itu loh yang ada lampu-lampunya. Waktu kita menginap kemarinkan aku, agus dan kak Fani keliling sekolah malam-malam, kami masuk ke kelas untuk cari barang berharga” Adrian menjawab pertanyaanku
“Jadinya kayak maling ya kalian”
Aku berpikir jika jawaban Adrian masuk akal dan akan kulakukan nanti malam, “Oh gitu ya, okelah makasih yan”
Akhirnya aku menemukan petunjuk, karena kemarin malam aku ke sekolah untuk memenuhi permintaan Cindi. Entah aku salah dengar atau salah perhitungan Cindi kemarin malam tidak datang “Malam sabtu atau sabtu malam” dua pernyataan yang berbeda.
Rencana ku adalah menunggu Cindi sambil selesai Shalat Magrib tetapi ia tidak datang dan aku kembali menunggu sampai selesai Isya’. Namun Cindi tak kunjung datang mungkin aku salah tanggap, tetapi sebelum pulang aku berusaha mencari jalan masuk ke sekolah bagian dalam tetapi semua pintu gerbang tertutup. Pikirku semua jalan sudah tidak ada, tapi mendengar jawaban Adrian aku akhirnya menemukan jalan.
“Kuharap malam ini Cindi datang” harapku di dalam hati
***
(SMA Negeri xx Palembang, Sabtu 20.20 WIB)
Aku melihat jam di tanganku, “Baru pukul delapan lewat masih lama. Tapi apa Cindi benar-benar datang sudah tiga hari tidak masuk sekolah?”
Pucuk di cinta bulan pun tiba baru saja orangnya di bicarakan Cindi muncul dari gerbang masjid, "Sendirian” tidak ada seorang pun di sekitarnya.
Di lihat dari dekat Cindi sangat berbeda saat memakai baju sekolah dengan baju bebas, “cantik”, berpakaian sederhana berwarna hitam dan memakai jaket hitam, celana jeans berwarna abu-abu sangat cocok dengannya. Rambutnya terurai oleh angin, bau harum shamponya masih tersisa membuat aku terpana.
“Cindi!” sapaku kepadanya
“Ternyata kamu benar-benar datang, kupikir kamu tidak mau” Cindi mengeluarkan tangannya dari kantong jaket
“Yah karena banyak hal terjadi saat kau tidak ada aku jadi berubah pikiran, tapi ada satu hal yang harus di bicarakan”
Cindi terlihat kaget sekaligus bingung melihat ekspresi seriusku “Apa itu?”
“Tujuan dan rencanamu. Kalau kau mau aku bantu lebih baik katakan semua hal yang kau ketahui lalu apa rencanamu malam ini?”
“Tampaknya kau sudah jadi lebih berani ya Ferdi”
“Saat kau bilang penunggu sekolah ini banyak, aku bertemu dengan salah satunya selain siswi berdasi merah itu”
“Begitu ya, baiklah akan aku beritahu semuanya”
Semua informasi yang di ketahui oleh Cindi mulai di ceritakan padaku, ya bagiku ini seperti persiapan sebelum menghadapi perang,
“Ini” Cindi memberikan botol berisi air
“Air ini sudah ku jampi-jampi kalau mereka muncul tinggal di siram saja”
“Oh jadi ini air jampian ya”
“Selain itu akan aku ceritakan semua saat di perjalanan saja, sekarang kita masuk ke dalam sekolah dulu”
Aku mengikuti perkataan Cindi saja seperti murid mendengarkan pelajaran dari guru,
“Pertama kita akan ke gudang sekolah, kita lewat gerbang utara saja” ia berjalan menuju utara setelah melihat keadaan pintu terkunci Cindi merasa sudah tidak ada jalan “Benar juga aku lupa kalau setiap malam pintu masuk sekolah ditutup, apa kita memanjat saja?” tanya Cindi
“Ah kurasa tidak perlu, lebih baik kita cek pintu selatan dan pintu masuk tengah juga mungkin bisa di buka” saranku
“Boleh, baiklah kalau begitu”
Aneh…malam itu aku baru terpikir mengapa aku mengikuti cewek ini, padahal belum 24 jam kenal tapi aku sudah percaya dan mengikuti permintaan gilanya. Bisa saja dia orang sakit jiwa yang berkhayal mempunyai kemampuan spiritual, ya…bisa saja begitu.
Tapi kenapa aku terpikir sekarang, apakah yang aku lakukan, apa tujuanku kemari dan lebih penting…apa tujuannya kemari?
“Sekarang bisa kau katakan apa rencana dan tujuanmu?” tanyaku sambil berjalan di belakangnya
“Yah mungkin lebih baik begitu karena rasa kepercayaanmu kepada ku semakin kecil, sebenarnya saat pertama kali masuk sekolah ini aku sudah melihat beberapa dari mereka. Aku pernah bilang bukan di sekolah ini penunggunya banyak, tapi aku tidak suka menyebutnya penunggu aku lebih suka menyebutnya arwah gentayangan. Kasus bunuh diri beberapa tahun lalu itu benar adanya tapi pihak sekolah menutupinya diam-diam karena bukan hanya sekali siswa yang bunuh diri tetapi dua kali”
“Hah dua kali” mendengar cerita Cindi aku terkejut bukan main “Dari mana kau tahu?”
“Mereka sendiri yang bilang, kasus bunuh diri yang pertama adalah seorang siswi yang gantung diri di ruangan kosong lantai 2. Namanya Siti, aku tidak tahu apa alasannya bunuh diri tapi melihat dia memakai pakaian sekolah dengan dasi merah kurasa hari itu adalah hari berat baginya”
“Lalu kasus siswa bunuh diri kedua adalah seorang siswa yang lompat dari atap sekolah, dilihat dari bentuk nya kurasa kepalanya pecah saat terjatuh jadi hantu itu sekarang tidak memiliki kepala utuh”
“Ya, aku pernah melihatnya, bentuknya menyeramkan tidak ada kepala”
“Lalu ada beberapa arwah gentayangan lainnya, satu anak kecil dan satu lagi adalah hantu penunggu gudang. Kau sendiri pernah melihatnya kan tapi ia tidak pernah menunjukan wujud aslinya tapi aku tahu kalau aura kekuatannya sangat besar dan dia sangat berbahaya”
“Setelah mendengar ceritamu jadi apa tujuanmu kemari”
“Tujuanku kemari ada dua, pertama mencari tahu asal-usul para arwah gentayangan itu lalu yang kedua adalah mengembalikan mereka ke alam akhirat”
“Heh, bagiamana cara mengembalikan mereka ke akhirat? Memangnya kau bisa?”
“Itu tergantung dengan cerita dan keadaan mereka, kau tahu kan jika mereka masih ada di dunia karena ada urusan yang belum selesai. Jadi yang perlu kita lakukan adalah membantu mereka menyelesaikan urusan itu”
Tujuan baik dengan tingkat kesulitan luar biasa sedang menantiku, “Apa kau sudah pernah melakukan hal ini?”
“Belum, ini pertama kalinya” jawab Cindi dengan cepat
“Begitu ya,” sudah terlambat untuk mundur selain itu aku juga memiliki tujuan lain selain membantunya karena kami sudah berada di pintu sekolah depan, setalah kucoba buka ternyata bisa, aku benar-benar salah menilai kupikir Adrian itu anaknya suka berbohong.
“Lalu aku ingin bertanya, kenapa kau jadi setuju untuk membantuku?”
“Ada dua alasan kenapa aku ingin membantu, pertama aku berubah pikiran untuk membantumu terlebih setelah mendengar penjelasanmu barusan, lalu yang kedua…aku ingin tahu lebih jauh” kataku sambil memasuki koridor utama sekolah
Jalan gelap di penuhi udara lembab itu yang kurasakan saat memasuki koridor utama sekolah, kami berjalan memutar menuju gudang sekolah salah satu tempat yang tidak kusuka. Di sebelah kanan aku melihat pemandangan kolam dalam sekolah, di remangi oleh lampu-lampu kecil lalu ada pepohonan yang ditiup angin menambah kepanikan dalam diriku.
Di sepanjang koridor sekolah gelap walau terdapat lampu penerangan, “Pakai handphone saja lah” aku mengeluarkan HP untuk membuka aplikasi senter di dalamnya agar terdapat penerangan,
“Cin kau bawa handphone tidak? disini gelap” kata ku memberitahu
Bukan handphone yang Cindi keluarkan dari jaket tapi sebuah senter sedang yang cahayanya cukup terang, “Dasar kalau punya senter dari tadi ya keluarkan kek” emosiku datang setelah mengetahui hal itu
Kami berjalan cukup jauh, setiap kelas di lantai bawah, Lab. Computer, lab. Kimia dan Lab. B. Inggris kami lewati hingga kami sampai di depan koperasi.
“Siapkan alat penerangan dan cermin itu Ferdi” aku segera mengeluarkan cermin pemberian Cindi dari sakuku
Sebuah tempat di sebelah koperasi, yaitu gudang sekolah kali ini aku tidak lari tapi akan kuhadapi baik itu setan maupun bayangan.
“Nanti dulu” aku mengecek pintu gudang ternyata masih terkunci rapat bahkan sampai di gembok
“Bagaimana ini pintunya masih di gembok nggak bisa masuk” kataku kepada Cindi
“Apa tidak bisa kita bongkar gembok dan dobrak pintunya?”
“Janganlah nanti kita ketahuan, lebih parah kita nanti kena hukum pihak sekolah” tegasku
“Sudah kuduga akan ada yang seperti ini, aku masih punya cara jika kita bisa masuk lebih baik tinggal suruh mereka keluar. Bagaimana?”
Aku tidak mengerti apa maksud perkataan Cindi tapi aku melihat dia bersiap-siap, ia mengeluarkan kapur dan sebatang lilin. Tak lama ia menggambar lingkaran di lantai seperti lambang pemanggil arwah, di letakan lilin itu di tengah lingkaran.
“Gawat apa ini, apa dia ini penganut aliran sesat” seketika aku berpikir negative
“Ini bukan seperti yang kau pikir, aku bukan penganut aliran sesat seperti orang-orang kafir. Aku mempelajari ini sendiri sejak dulu aku juga sering menggunakan ritual ini untuk berkomunikasi dengan mereka”
Aku menganggukan kepala tetapi hatiku berbeda, “Setelah malam ini aku tidak akan dekat-dekat dengan Cindi lagi”
Persiapan ritual pun selesai dilakukan, Cindi pun merapalkan mantra atau do’a-do’a yang tidak ku mengerti tapi aku tahu maksud dari rapalan itu adalah untuk memanggil hantu.
“********************” Cindi merapal dengan serius
Seketika tubuh terkejut seperti ada angin lewat berhembus melewatiku, bulu kudukku berdiri dan perasaan buruk datang menghingapi. Aku merasa sedang melihat seorang penyihir yang memanggil makhluk ciptaannya untuk mengahancurkan sebuah desa.
Ku pikir ini adalah kemampuan spiritual terhebat yang pernah kulihat pertama kali, setelah matra selesai di rapal aku menunggu sebuah kejadian, apakah hantu itu akan muncul dan berkomunikasi atau dia malah menyerang kami.
Namun setelah beberapa menit kemudian setelah rapalan tidak ada kejadian mengejutkan, hanya terasa malam gelap ditambah sebuah tiupan angin, rasa penasaranku ku buktikan dengan melihat apakah ada makhluk halus menggunakan cermin Cindi, kucari ke sana kemari seperti bermain pokemon go tapi tidak ada satu pun makhluk halus terlihat.
“Aneh kenapa dia tidak muncul ya padahal aku merasakan aura pekat dari dalam gudang” kata Cindi menjelaskan
“Jadi maksudmu ritual ini gagal?” tanyaku
“Mungkin atau karena dia tidak ingin di ganggu. Baiklah ayo kita pergi dari sini”
“Pranggg…krakkk” tiba-tiba suara gaduh dan ricuh terdengar dari dalam gudang, suara kaca pecah dan meja-meja berjatuhan ke lantai
“Gawat Ferdi ayo pergi” Cindi mengambil lilin di lantai dan langsung lari, aku yang tidak mengerti ikut berlari tapi saat aku berlari suara gaduh semakin besar terdengar
“Apa itu suaranya dari dalam gudang?” aku bertanya kepada Cindi tentang hal yang terjadi sambil berlari
“Aku tidak tahu, makhluk itu sepertinya marah atau…juga ingin memberitahu kita sesuatu…tapi auranya semakin pekat jadi lebih baik kita pergi sebelum dia tambah marah” wajah Cindi yang cukup manis dan percaya diri mulai berubah ketakutan
Setelah cukup jauh berlari kami berhenti di depan Lab.kimia suasana mencekam terasa seakan berangan, ”Apakah makhluk itu mengikuti kami sampai kesini?”
“Hah…hah…ha…jadi apa yang kita lakukan sekarang, pulang saja yuk” ajakku sambil ngos-ngosan
“Hem…ha..kha…ha…ha…ha” Cindi tertawa kecil seakan menikmati kejadian ini “Ini hebat seperti petualangan yang aku idamkan”
“Petualangan bapakmu, ini seperti cari mati tahu”
“Tapi masih ada satu hal yang perlu kita selidiki”
Perasaan Cindi mulai membaik, ia melanjutkan perjalanan dengan menaiki tangga,
“Sekarang mau kemana?”
“Kita ke kelasmu. Sebenarnya prioritas utamaku adalah siswa kasus bunuh diri di sekolah, kalau makhluk di gudang tadi cuma tambahan karena makhluk di gudang itu masih menjadi misteri”
“Kalau begitu kenapa tidak prioritaskan yang pertama saja, kenapa malah ke gudang sekolah? Dasar kau ini, selain itu kau tampak senang” kami berjalan menaiki tangga aku yang masih mengingat kejadian tadi tidak bisa berhenti ketakutan
“Iya lah tapi aku ingin tanya, katanya ada guru yang menjaga sekolah dengan sengaja menginap?”
“Iya ada, itu pak Hamzah. Katanya dia ngekost di ruangan lantai tiga sih, tapi tadi selesai shalat Isya’ aku ketemu dengan pak Hamzah dan pak Riko, mereka sedang keluar buat malam minggu. Jadi kita punya waktu sebelum pak Hamzah pulang” jelasku
“Kalau begitu ayo kita bergegas” Cindi berlari di lantai 2 menuju kelasku
Aku mengikuti dari belakang melihat ke kanan dan kiri, di sebelah kanan aku melihat bagian bawah sekolah yang gelap sedangkan di sebelah kiriku terdapat kelas-kelas kosong hanya ada meja dan bangku.
“Tapi kenapa kayak ada muridnya ya” setelah ku teliti pikirku
Aku tepat di depan kelasku, Cindi yang sudah masuk dari tadi mulai mempersiapkan ritual pemanggilan di ruangan kosong belakang kelasku. Aku hanya menunggu di dalam kelas, berdiri di depan pintu ruangan kosong itu. Sekali lagi Cindi merapalkan ajian atau do’a untuk memanggil makhluk halus.
“Apakah kali ini berhasil atau tidak? Tapi kali ini aku punya firasat buruk”
Cindi yang telah selesai melakukan pemanggilan diam tidak bergerak, aku merasakan suasananya berubah,
“Deg…deg…deg…” detak jantungku menjadi cepat kembali seperti kejadian di gudang sekolah
“Prankk…krekkk…prankk” jendela bergerak sendiri, suara yang dihasilkan kaca jendela sangat keras membuat aku menunduk, gorden-gorden berterbangan di tiup angin yang entah dari mana asalnya
Di depan ku terlihat sebuah penampakan hantu yang tidak asing. Hantu tanpa kepala berdiri di depan kelas menghadap ke arahku dengan tubuh melayang di udara, mataku tak bisa berhenti menatap sosok hantu itu bahkan tanpa cermin pun aku bisa melihatnya tapi setelah kesadaranku kembali ketakutan merasuki.
“Hek, Cin…Cindiiii, Setannn!” aku masuk ke ruangan kosong itu dan langsung memeluk Cindi, aku bersembuyi di belakang Cindi tidak berani melihat sekeliling menutup mata tanpa membukanya sedikitpun
Aku tahu seharusnya laki-laki yang melindungi, aku serasa seorang pengecut tapi kali ini aku rasa laki-laki biasa sepertiku mungkin akan melakukan hal sama ketika berada di keadaan ini.”Cin, ada yang datang” kataku ketakutan
“Iya aku tahu, dia juga ada disini, mereka sudah berkumpul”
“Mereka?” aku mencoba mengitip sebentar
Tidak kusangka, perempuan berdasi merah berdiri di hadapan kami, tepat di depan jendela, tubuh melayang dan darah di sekujur tubuh.
Pandanganku mulai kabur seakan aku bisa pingsan kapan saja, nafasku memburu seperti habis berlari marathon, tapi kejutan sebenarnya adalah ketika aku melihat ke depan kelas, hantu tanpa kepala itu masih ada disana dan sudah mendekati pintu ruangan kosong ini.
“Heh hantunya ada dua Cin…Cinnnn” keberanian mulai terkikis habis aku pun duduk lemas di atas lingkaran lantai buatan Cindi
“Tenang saja mereka tidak akan mengganggu, kan sudah kubilang tujuan kita adalah membantu mereka, selama niat kita baik pasti mereka akan baik kepada kita” aku tidak bisa merespon Cindi walau aku masih mendengar kata-katanya
Beberapa menit berlalu atau lebih terasa setengah jam, disaat itu aku mengumpulkan keberanian sedikit demi sedikit kulepas peganganku pada kaki Cindi. Kubuka mata perlahan, kulihat Cindi sedang berkomunikasi dengan hantu perempuan berdasi merah itu sedangkan hantu tanpa kepala itu pergi entah kemana tidak terlihat lagi.
“Begitu…jadi…baiklah” Cindi sedang berkomunikasi dengan hantu dasi merah, aku yang tidak mengerti hanya diam saja kerena aku hanya melihat Cindi saja bicara tapi hantu itu diam saja
“Jadi bagaimana?” tanyaku kepada Cindi
“Oh kau sudah bangun” Cindi mulai menanggapiku
“Itu benar-benar hantu berdasikan selain itu aku juga lihat hantu yang tidak ada kepala. Apa ini mimpi?”
“Bukan, ini nyata semua yang kau lihat adalah kebenaran. Lalu aku juga sudah tahu masalah kedua makhluk halus ini”
“Hah, bagaimana kau bisa berkomunikasi dengan mereka?”
“Pegang tanganku” aku yang tidak mengerti langsung saja memegang tangan Cindi “Mata batinmu masih belum terbuka seluruhnya, banyak orang yang bisa melihat makhluk halus tapi sedikit yang mau berkomunikasi dengan mereka”
Setelah aku memegang tangan Cindi aku serasa di bawa ke dunia lain, tempat berbeda dimensi membuat jantungku berdegub lebih cepat,
"Mereka berdua adalah siswa-siswi sekolah kita bisa di bilang mereka adalah pasangan kekasih, saat tahun kedua hantu perempuan itu mengalami pelecehan seksual oleh salah satu guru sekolah menyebabkan dia hamil diluar nikah. Dia merasa sangat tertekan karena sang guru tidak ingin bertanggung jawab, sementara kekasih siswi itu tidak mengetahui keadaannya yang sebenarnya. Ia takut hubungan mereka putus tapi mau tidak mau ia mengandung seorang anak”
Aku mendengarkan cerita Cindi dengan seksama dan aku melihat hantu perempuan itu diam menunduk terus seperti ada rasa malu melanda,
"Beberapa bulan kemudian hubungan terlarang guru dan murid itu terbongkar karena siswi melaporkan pada kedua orang tuanya, pihak keluarga maupun pihak sekolah sangat terkejut dengan kejadian itu"
"Kekasih siswi yang mengetahui hal itu langsung memutuskan hubungan, sang siswi sangat tertekan, pihak keluarga dan sekolah sudah tidak mempercayainya padahal dia adalah korban ditambah kekasih yang meninggalkannya. Sang siswi yang sudah tidak ingin masalah membesar dan di ketahui oleh teman-temannya di sekolah akhirnya dia memutuskan untuk mengakhiri hidup”
“Hari senin, setelah sekolah bubar, diruangan ini saat senja hari ia menyiapkan tali dan kursi untuk gantung diri, seketika tanpa di ketahui siapapun siswi itu mengakhiri hidupnya di sekolah ini sampai keesokan pagi mayatnya di temukan tergantung di ruangan kosong ini. Namun saat itu pihak sekolah menutupi kasus ini secara diam-diam dan hanya sedikit siswa yang tahu tentang kejadian itu”
Mendengar cerita Cindi ketakutan dalam diriku lenyap dan sedikit demi sedikit berubah menjadi amarah, "Tapi tidak sampai disitu…kejadian terus berlanjut…sang kekasih siswi yang mengetahui ia bunuh diri merasa bersalah. Hal itu karena kekasih siswi itu masih mencintainya, beberapa hari setelah peristiwa gantung diri sang siswa merasa bersalah dan berniat untuk menyusul kekasih tercintanya. Ia pergi ke atap sekolah, disana ia melompat dari ketinggian dan berakhir tragis, saat jatuh kepalanya jatuh terlebih dahulu dan pecah banyak mengeluarkan darah”
Aku menahan amarah sekaligus rasa mual dari cerita masa lalu sekolah ini, muak dan jijik itu yang kurasakan dari perbuatan mereka,
“Pihak keluarga laki-laki yang mengetahui kejadian itu menyalahkan pihak keluarga siswi karena putrinya anak laki-laki satu-satunya meninggal bunuh diri. Kejadian inilah yang sangat mengemparkan sekolah bahkan masih menjadi cerita turun-temurun sampai sekarang, tapi yang sering muncul adalah hantu siswi padahal cerita turun-temurun adalah kasus siswa laki-laki. Saat itu pihak sekolah yang mengurus masalah ini tetap menutupi kasus ini rapat-rapat hingga kebenaran menjadi kabur, sang guru sebagai dalang di pecat dari sekolah lalu dibuatlah alasan seorang siswa yang stress belajar bunuh diri di sekolah”
“Kamp***!, gila!” karena emosiku sudah tidak tertahankan aku memukul dinding dan berkata kasar
“Sekarang kau tahu kan kebenarannya”
“Hemmm” aku masih mencerna semua kejadian ini dalam-dalam
“Jadi apa yang akan kita lakukan sekarang, mencari guru baji*** itu?. Dia masih hidup kan?” tanyaku kepada Cindi dan hantu perempuan itu
“Tidak!,…maksudku aku juga ingin seperti itu, tapi dia bilang itu adalah kesalahannya”
‘Ha? Apa maksudnya?”
“Jika dia tidak menerima guru itu mungkin dia tidak akan seperti ini, selain itu kurasa guru itu sudah menerima balasannya. Tapi yang menjadi masalah adalah pihak kedua keluarga”
“Tunggu aku masih belum mengerti beberapa hal, jadi dua hantu ini adalah sepasang kekasih yang bunuh diri di sekolah, alasannya adalah pelecahan seksual dari seorang guru, sampai saat ini mereka bergentanyangan sebagai hantu perempuan dasi merah dan hantu tanpa kepala itu”
“Benar”
“Lalu kau bilang kita disini ingin membantu mereka kan? kalau begitu kita harus mencari guru bajingan itu untuk bertanggung jawab bukan, kalau begitu mereka bisa tenang dan pergi ke alam lain kan?”
“Sayangnya mereka tidak mau” ketika pembicaraanku dan Cindi memanas aku baru sadar kalau hantu perempuan itu sudah tidak ada pergi begitu saja. Dengan kepergiannya hatiku mulai dingin dan aku bisa bernafas lega,
“Lalu apa yang harus kita lakukan, katamu masalahnya ada di keluarga mereka bukan pada guru itu?”
“Lebih kau tenangkan dulu pikiranmu, sesaat aku berpikiran sama sepertimu menyeret sang guru untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya itu adalah sebuah jalan yang baik” aku sangat setuju dengan perkataan Cindi tapi, “Itu tidak akan menyelesaikan masalah” tiba-tiba Cindi mulai membuatku kesal
“Aku sudah bilangkan kalau kita akan membantu urusan mereka yang belum selesai, urusan yang membuat mereka masih disini bukan karena sang guru tapi pertikaian antara pihak keluarga siswa dan siswi. Setelah kejadian bunuh diri itu keluarga laki-laki tidak pernah memaafkan pihak keluarga perempuan, selain itu dari kedua pihak keluarga masih belum mengikhlaskan kepergian mereka berdua bahkan sampai saat ini” sekarang aku mulai mengerti alasan Cindi
“Jadi?”
“Sekarang tugas kita adalah membantu kedua pihak yang bersangkutan saling memaafkan dan mengikhlaskan kepergian mereka berdua”
Aku mengerti dan mengalah karena semua sudah jelas meski masih sedikit emosi, setelah penelusuran itu kami setuju untuk pulang dan melanjutkan masalah ini besok, “Baiklah aku paham” kami segera keluar dari sekolah sebelum pak Hamzah dan penjaga sekolah datang.
Kulihat keadaan handphoneku, baterai merah tersisa 5% sebelum mati, aku melihat jam, “Gila jam setengah dua belas malam, kalau tidak cepat kembali aku pasti kena marah” menyadari Cindi yang datang kemari sendirian berarti dia akan pulang tanpa seseorang.
“Cin kau pulang dengan siapa?”
“Aku jalan kaki saja” jawabnya ketus
“Hah! Jalan kaki malam-malam begini? Tidak biar aku antar saja naik motor” aku segera mengambil motor di parkiran masjid, sungguh sebuah keajaiban motorku tidak hilang padahal keadaan sangat sepi begini
“Breemmm, brreemmm” suara motorku
“Ayo naik, eh tunggu buka dulu pagarnya”
Beruntung aku tahu kalau pintu gerbang sekolah tidak di tutup sebelum jam 12 malam karena saat menginap untuk perlombaan kemarin aku berbincang dengan Pak Uban penjaga sekolah. Pak uban selalu berada di sekolah saat malam karena memeriksa bagian sampah untuk di jual, sebelum jam dua belas pak Uban masih disekolah dan gerbang masih di buka.
Aku mengeluarkan motor sedangkan Cindi menutup kembali gerbang sekolah,
“Ayo cepat nanti ketahuan” tegasku kepada Cindi
Cindi naik motor bututku dan langsung saja ku gas dengan cepat untuk menghantarnya pulang kerumah, maklum hari sudah larut malam dan jarak rumah Cindi cukup jauh. Sekitar 15 menit aku mengendarai motor dan akhirnya sampai ke rumah Cindi, rumahnya cukup antik dan besar, tapi aku merasa aura aneh di rumahnya.
Sesampai di rumahnya aku melihat sebuah penampakan kain putih berdiri seperti “Pocong” tegak di pepohonan dekat rumah Cindi, namun aku tidak ingin menanggapi dan langsung mengalihkan perhatian,
“Gila kau mau jalan kaki sampai rumahmu,jauh tahu kalau ada apa-apa bisa gawatkan?” kataku menasehati Cindi
Cindi hanya menganggukan kepala, serasa sifatnya berubah kembali menjadi semula, pendiam berbeda saat di sekolah tadi ia sangat senang dan bahagia. Tak ingin lama-lama sebelum sesuatu yang buruk terjadi aku pun berpamitan dan pulang, “Ya sudah aku pulang dulu ya”
Aku pulang dengan kecepatan penuh dimalam yang gelap ditambah perasaan campur aduk kejadian hari ini, lelah selepas latihan dan lelah karena penelusuran. Tapi di dalam hatiku perasaan aneh muncul entah perasaan puas atau gelisah tak dapat kujelaskan karena ini masih belum berakhir.
Tujuan kami adalah mengungkap misteri kasus bunuh diri 10 tahun lalu, dimana hal ini menjadi lembar kedua cerita kehidupan baruku menginjakan kaki di dunia gelap dan mengerikan bersama seorang anak “Indigo”
BAB IV "AWAL CERITA...?"..... SELESAI
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments