Janji Suci
Rayna Arumi Arzeta adalah namaku. Aku terlahir di tengah keluarga yang tidak sehat secara mental. Bagaimana tidak, kedua orang tuaku selalu beradu mulut setiap hari. Dan pertengkaran itu mereka lakukan di depanku dan adik ku, Arya yang masih berusia 16 tahun, yang terpaut enam tahun dengan usiaku sekarang. Orang tuaku bersitegang tanpa memikirkan bagaimana perasaan kami ketika melihat dan mendengarnya.
Hari masih pagi, dan kami mengambil makan untuk sarapan di pagi hari.
Sarapan pagi terhidang di meja makan, menu sederhana tapi sehat. Ada sayur sup dengan lauk dadar jagung dan juga telor dadar.
Ayah menelan satu sendok lalu meletakkan sendok ke piring, menatap Ibu dengan mata melotot.
"Bisa masak tidak sih. Apa ini yang kau masak ? Aku menggigit pecahan kulit telur !"
Ayah menunjukkan kulit telur pada telur yang ia makan dengan marah.
"Kulit telur hanya sedikit saja, kau mengomel. Tinggal buang saja, ambil yang lain, beres." jawab Ibu menimpali.
"Kau membuatku tidak berselera makan. Harusnya kau lebih teliti lagi saat memasak. Kau tidak pernah becus melakukan hal apapun !"
"Ayah ini masalah sepele, tidak perlu sampai seperti itu. Ini aku ambilkan yang lain." ucapku memilih telur dan mengambilnya untuk Ayah, namun malah menampik tanganku.
"Tidak perlu. Aku sudah tidak nafsu makan lagi !"
Ayah kembali marah. Aku segera pindah dari dapur dan makan di ruang keluarga agar tidak mendengar omelan nya lagi.
"Kakak, tunggu aku."
Arya memanggil ku lalu mengikuti ku berjalan ke ruang keluarga. Kami makan sambil melihat TV.
brakk
Terdengar suara gebrakan meja yang keras dari dapur. Aku menutup telinga sambil menyalakan TV dan mengeraskan volumenya, sampai makan Kami selesai. Beberapa saat kemudian ku tatap jam dinding yang yang menunjukkan pukul 07.30, lalu aku aku berangkat kuliah, dan Arya pun juga berangkat sekolah.
Aku naik motor bersama Arya dan menoleh ke belakang. Aku melihat Ayah keluar dari rumah dan mengendarai motornya menuju ke tempat kerja dengan wajah kesal. Selama di jalan aku merasa sesak, karena selalu mendengar pertengkaran di rumah. Walaupun aku mencoba untuk tidak memikirkannya namun aku tidak bisa membohongi hatiku. Hal itu membuatku depresi.
Aku mengambil kuliah jurusan pendidikan bahasa Inggris di Universitas Bumi Pertiwi Kediri dan sebentar lagi wisuda. Aku ingin segera bekerja setelah lulus kuliah nanti.
"Rayna kamu baru datang ? Ayo duduk sini." ucap Bella sambil memegang kursi kosong di sebelah kanannya.
Rayna menatap kursi lainnya yang penuh dan akhirnya dia duduk disebelah Bella.
"Kenapa kamu pilih tempat duduk paling depan ? Aku sebenarnya ingin duduk di belakang, tapi karena penuh aku duduk di sini." bisik ku di telinga Bella karena melihat dosen memasuki ruangan.
Bella adalah teman dekatku selama kuliah. Dia selalu ada di saat aku susah maupun sedih. dia selalu menghiburku ketika aku menangis karena teringat pada kedua orang tuaku yang selalu berseteru setiap hari.
Pelajaran hari ini berakhir, semua mahasiswa keluar kelas. Bella mengajakku duduk di depan kelas.
"Rayna aku mau es krim, kamu mau ikut tidak ?"
"Boleh, cuaca panas begini memang enak kalau minum es krim. Ayo kita beli."
Bella menarik tangan Rayna dan berjalan ke toko es krim tak jauh dari kampus.
"Rayna kau lihat tidak lelaki di pojok itu ? Dia memperhatikanmu." ucap Bella sambil menunjuk seorang lelaki.
Rayna melihat lelaki yang ditunjuk bella, seorang lelaki yang terlihat dewasa dan manis. Dia mengalihkan pandangan saat Rayna menatapnya.
"Ayo kita kembali ke kampus dan menghabiskan es krim ini." Rayna menggandeng tangan Bella dan kembali ke kampus. Mereka duduk di dekat tempat parkir, menghabiskan es krim.
Beberapa saat kemudian mereka pulang. Sepanjang perjalanan Rayna teringat pada sosok lelaki yang dilihatnya tadi.
Rayna masuk rumah dan melihat Ibunya yang duduk sendiri di kamar. Ia melihat ibunya tampak sedih, lalu ia duduk mendekat ke ibunya.
"Ada apa ibu, apa yang terjadi ? Apakah Ayah habis memarahi ibu lagi ?"
Ibu menarik ku duduk lalu memegang tanganku.
"Ibu tidak apa-apa, Nak."
wajah ibu seperti menahan dan menyembunyikan sesuatu.
Aku memandangi Ibu lekat-lekat. Aku menatap satu per satu bagian tubuh Ibu mulai dari kaki dan tangan, lalu aku melihat lengan kiri ibu yang memar, dan aku menyentuhnya.
"Apakah Ayah memukul Ibu lagi ?"
"Tidak apa-apa, Ibu sudah biasa. Kau jangan pikirkan. Maafkan Ibu karena setiap hari selalu bertengkar dengan Ayahmu. Ibu harap suatu saat Ayahmu tidak temperamen seperti sekarang ini.''
Beberapa saat kemudian Ayah pulang dan masuk ke kamar Ibu.
"Aku ingin kopi. Buatkan aku sekarang." ucap ayah setelah menaruh tas kerja di meja. Ibu berdiri dan berjalan menuju ke luar pintu.
Aku mengikuti Ibu lalu menarik tangannya, "ibu biar aku yang buatkan kopi untuk Ayah, Ibu di sini saja."
Rayna menuju ke dapur membuatkan kopi, kemudian kembali ke kamar dan menaruh kopi di meja.
"Kau ini, aku menyuruh mu membuatkan kopi. Kenapa kau biarkan anakmu yang membuatkan ?" Ayah menatap ibu dengan marah.
"Ayah tidak apa-apa, aku ingin membantu Ibu. Tolong Ayah jangan marahi Ibu. Pikirkan perasaan Ibu dan Adik. Jika Ayah sering bertengkar di depan Adik, itu akan berpengaruh ke psikisnya." ucapku pelan.
"Kau masih kecil berani menjawab Ayah. Apakah ini didikan Ibumu ? Mendidik mu untuk berani sama Ayahmu."
"Maaf Ayah aku tidak bermaksud berani sama Ayah."
"Rayna kau keluar saja, sudah malam, tidur lah." ucap ibu padaku agar aku segera keluar dari kamar, dan aku tahu sebenarnya Ibu ingin melindungi ku dari amarah Ayah.
Rayna berdiri di depan pintu kamar ibu.
"plak…"
Suara Ayah menampar pipi Ibu.
"Kenapa kau selalu marah tanpa alasan, karena hal sepele ? Kau seperti mencari mencari-cari salahku, atau kau sengaja melakukannya untuk menutupi sesuatu. Apakah kau punya wanita lain di luar sana ?"
"Jika aku mau Sudah lama aku meninggalkanmu.''
Aku mendengar suara tangis Ibu dari balik pintu lalu berjalan ke kamar dan berdiri di depan cermin.
Rayna melepas ikatan rambut dan membiarkannya tergerai. Rambutnya yang hitam panjang menjuntai menutupi matanya, lalu ia menyibakkan nya dan terlihat bola matanya yang besar berwarna coklat. Butiran air bening menetes ke pipinya yang bersemu merah.
Wajahnya yang cantik, kecantikan gadis khas Jawa terlihat sendu. Bibirnya yang merah bergetar menahan tangis. Lesung pipit di pipinya masih terlihat Walaupun dia tidak tersenyum. Dia merasa sesak mendengar pertengkaran orang tuanya yang setiap hari terjadi dan tidak bisa melakukan apa-apa.
Entah sampai kapan hal ini akan berakhir. Ia merasakan hidup bagai di neraka setiap mendengar perang mulut Ayah dan Ibunya. Ia bersandar pada cermin kemudian duduk melihat bulan yang terlihat dari dalam jendela berharap ada seseorang yang bisa membawanya keluar dari situasi ini dan membuatnya tersenyum.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 139 Episodes
Comments
Dharni Dharmawan
mampir ya
2023-03-17
1
Lilis Afrini
aku mampir kakak....
2022-03-22
1
Mak Aul
aku juga hadir disini kak, ih novel mu meni bagus2 pisan euy,
Salam dari Fatimah dan Rojali
2021-10-02
0