Orang bilang, jatuh cinta masa SMA disebut cinta monyet, padahal jatuh cintanya sama manusia, bukan sama monyet. Entah siapa pencetus istilah itu pertama kali.
Selama perjalanan pulang Naura bersenandung.
"Aku suka dia semoga dia juga suka. Tapi kenapa sih mama bilang kalau ini cinta monyet. Oh... Padahal hatiku sering deg-degan, saat ku dengan si dia iyih masa cinta ini cinta monyet."
Naura memeluk pohon yang ada dihadapannya.
"Pacaran sama pohon kayu ya Mbak?"
"Allahu akbar!" Naura terperanjat saat mendengar pertanyaan dari seseorang yang belum diketahui wujudnya. "Nggak ada orang?"
"Saya di bawah, Mbak."
Refleks, Naura mengalihkan pandangan ke arah sumber suara.
"Eh, ada orang ternyata. Bapak ngapain di situ?" tanya Naura saat melihat seseorang berada di gorong-gorong selokan besar.
"Menurut Mbak, saya lagi ngapain? Pacaran?" Pria berkaus biru itu balik bertanya sambil meletakkan tumpukan sampah yang ia ambil dari dalam selokan.
"Saya ngejar Lee Min Ho dulu, ya, Pak," pamit Naura berlari karena malu.
"Anak jaman sekarang, segala pohon pake dipeluk. Aduh cantik-cantik kok gak waras." ucap pria itu.
Naura baru saja sampai di rumah, dia langsung menatap pria berkumis yang sudah berada di atas motor.
"Lho, baru aja Ayah mau jemput."
Senyum Naura kembali mengembang, lantas segera menghambur ke pelukan Ayahnya. "Kapan Ayah sampai?" tanya Naura setelah melepaskan pelukan.
"Baru saja, mau langsung ke sekolahan jemput kamu pas Ibu bilang kalau kamu belum pulang." jawab Pak Ahmad, Ayah Naura.
"Ayo cepat masuk, Ayah bawain oleh-oleh buah stroberry kesukaan kamu. Entar keburu dihabisin Ibu mu loh" ujar Pak Ahmad sebelum masuk ke rumah.
************
Setelah berganti pakaian, Naura masih memikirkan bagaimana jadinya besok saat dia harus belajar berdua dengan Langit.
"Naura! Sini, Nak."
Teriakan Bu Santi dari luar membuat Naura berhenti melamun. "Nama yang Anda panggil, sedang sibuk. Cobalah beberapa saat lagi," balas Naura dari kamar.
"Yah! Kata Naura nggak mau oleh-olehnya. Kasihkan siapa aja sana yang mau."
Ha? Oleh-oleh? Waduh, gawat.
"Nama yang Anda panggil tidak jadi sibuk!" teriak Naura sambil berlari keluar kamar.
"Giliran oleh-oleh nomor satu, suruh bantu kerjaan rumah nomor satu juga, tapi dari belakang. Anak muda jaman sekarang–" celetuk bu Santi.
"Sudah, Bu. Jangan marah-marah, nanti cepet tua, katanya mau awet muda kayak Luna Maya." ucapan Pak Ahmad berhasil memotong omelan Bu Santi seketika.
Bu Santi menghela napas sambil mengelus pipinya. "Oh, iya. Sini," titah wanita berdaster bunga setaman itu pada Naura.
"Ini ada oleh-oleh dari Ayah. Nanti tolong kamu bagiin ke tetangga." lanjut bu Santi.
Naura menatap sekeranjang stroberry dan beberapa ikat buah nanas.
"Buah-buahan doang Yah? Terus oleh-oleh spesial buat aku mana?" tanya Naura.
"Kayaknya ini deh. Coba lihat." Bu Santi mengambil kerdus berlogo merk sepatu dan menyerahkan pada Naura.
"Wuaaah, sepatu. Uhuuy! Makasih, Yah."
Naura mengeluarkan sepatu kets berwarna putih bergaris hitam itu dari kardus dan langsung mencobanya. "Pas banget. Mantap."
Pria paruh baya yang mengenakan kaus polos putih dan sarung kotak kotak itu hanya tersenyum lebar sembari menggeleng-gelengkan kepala menatap anak gadis semata wayangnya.
*************
Malam tiba, Pak Ahmad dan Bu Santi pergi keluar rumah, sedangkan Naura disuruh jaga rumah. Nasib, nasib ....
"Kamu diem di rumah ya. Jaga rumah baik-baik." ucap Bu Santi.
"Rumah kok pakai dijaga, kan nggak akan bisa kabur Bu." balas Naura. "Emang Ayah sama Ibu mau kemana sih?" tanya Naura lagi.
"Mau tau aja urusan orang tua." balas Bu Santi.
Pak Ahmad menyalakan motor kesayangannya.
"Ayah sama Ibu mau pergi kencan dulu." ucap Pak Ahmad kemudian melajukan motornya meninggalkan rumah.
"Uuuhh mentang-mentang seminggu nggak ketemu." ucap Naura.
Naura kemudian mengambil ponselnya.
[Rik, lagi ngapain?]
Naura mengirim pesan WA pada sahabatnya itu, lalu segera berganti pakaian dan bersiap mengantar oleh-oleh tadi.
[Bisa nggak sih, panggil nama lengkap aja, kebiasaan! Rak, Rik, Rok, nggak enak bacanya!]
Naura terbahak membaca balasannya.
[Iya, iya, Rika Mentari Wangi Sepanjang Hari Seperti Bunga Bangkai]
[Sialan, wangi kok bunga bangkai, bunga mawar kek.. Ada apa? Aku baru aja selesai shalat nih.]
[Temenin anter oleh-oleh buat tetangga kuy, ini ada juga buat kamu.] balas Naura sambil berjalan keluar rumah.
[Sekarang?]
[Dua tahun lagi, ya sekarang lah. Keluar cepetan. Ini aku udah di depan rumahmu.]
Naura mengetik sambil terkekeh di depan rumahnya.
"Ini bukan ngajak namanya, tapi maksa!" Rika mengomel saat membuka pintu.
"Udah, ayo. Habis ini cuss ke rumah, aku punya film drakor baru," rayu Naura.
"Bentar, pamit dulu."
Rika kembali masuk, lalu kembali keluar setelah berpamitan.
"Ayo jalan." ucap Rika.
Keduanya mulai mendatangi beberapa rumah tetangga terdekat dan membagikan oleh-oleh yang dibawa Pak Ahmad.
Setelah semua selesai, Naura tak sengaja melihat Langit yang tengah mengendarai motornya.
"Eh itu Langit bukan?" ucap Naura.
"Ya elah Ra, mentang-mentang lagi jatuh cinta semua orang kau anggap Langit."
"Beneran Rik, tuh lihat." tunjuk Naura.
Rika menatap tajam orang yang ditunjuk Naura.
"Eh iya Ra. Itu beneran Langit." balas Rika.
"Aku bilang juga apa, itu Langit."
Langit tengah berhenti di sebuah kios, terlihat tengah menanyakan alamat pada pemilik kios.
"Tapi Langit ngapain ya disini?" tanya Naura.
"Mana aku tau Ra." jawab Rika.
Langit terlihat berjalan ke arah rumah Naura yang berhadapan langsung dengan kios tersebut.
"Loh...loh kok dia malah kerumah kamu Ra." ucap Rika.
"Jangan-jangan, dia mau ngelamar aku Rik." balas Naura.
"Iiihh mulai halu. Udah sana ayo temuin dia." ajak Rika.
Mereka berdua kemudian berlarian menuju rumah Naura.
Langit masuk perlahan dan berdiri di depan pintu rumah Naura yang masih tertutup.
Sementara Naura berjalan dengan perasaan tak karuan.
Jantung Naura berdetak semakin kencang. Tangannya mendadak dingin, keringat dingin pun tiba-tiba keluar di dahi. Matanya terpejam beberapa saat, lalu mencoba mengatur napas agar lebih tenang.
Saat sudah di depan rumah, tiba-tiba Rika berlari meninggalkan Naura berdua dengan Langit. Seketika Naura jadi celingukan.
"Dasar temen gak ada akhlak." gumam Naura.
Naura mencoba tersenyum manis dan fokus berjalan mendekati Langit yang tengah berdiri melihat kedatangannya.
"Fokus, fokus Naura, jan sampe jatuh."
"La-Langit, ada apa? Kok kamu bisa ke rumah aku?" tanya Naura gugup.
Langit menyodorkan beberapa lembar kertas ke arah Naura.
"Nih, ada titipan dari Pak Rudi, pelajarin. Besok siang aku gak bisa belajar bareng sepulang sekolah. Belajarnya sore aja habis shalat ashar di taman depan sana." ucap Langit dengan ekspresi datar.
Naura jadi tidak fokus, karena dia begitu larut dalam pikirannya sendiri. Untuk pertama kalinya dia bisa ngobrol sedekat ini dengan Langit.
"Woy, gimana? Mau gak?" tanya Langit membuyarkan lamunan Naura.
"Aku mau kok jadi pacar kamu." balas Naura.
"Hah!! Pacar?" seru Langit heran.
"Eh maksud aku, iya aku mau kok belajarnya besok sore aja. Lagian kalau siang suka ngantuk." ucap Naura.
Tanpa basa-basi Langit langsung meninggalkan Naura yang berdiri mematung.
"Aduh, apa-apaan sih aku ini. Malu-maluin aja." ucap Naura mendorong kepalanya sendiri lalu membuka pintu rumahnya dan masuk.
Bersambung....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 99 Episodes
Comments
Muhammad Rizky
Yuk mampir juga di Novel saya judulnya Pangeran Sekolah dan Putri Kelas IPS... tinggal klik profil aja..
2021-06-19
0
Febriyantari Dwi
😀😀😀👍💗👍💗👍💗👍💗👍💗
2021-04-16
1
Dinda Natalisa
Hai author aku mampir nih kasih like jangan lupa mampir di novel ku "menyimpan perasaan" mari saling mendukung.
2021-03-12
0