Keesokan paginya Naura tengah bersiap-siap berangkat sekolah. Naura duduk di ruang makan menatap layar ponselnya. Sejak semalam Naura terbayang akan wajah Langit.
Naura kemudian mencoba mencari akun milik Langit di aplikasi berwarna biru itu. Bahagia sekali Naura saat menemukan akun menampilkan wajah Langit. Hingga pagi ini tak henti-hentinya Naura memandangi foto Langit yang dia unduh.
Seperkian detik Naura hanyut dalam lamunan menatap foto Langit, sampai akhirnya Naura mengerang kesakitan karena ada lemparan terong tepat mengenai wajahnya.
"Terong siapa--" teriak Naura tertahan, saat melihat wanita berdaster, yang tak lain adalah ibunya berdiri di depan pintu.
"Anak perawan, pagi-pagi udah melamun, cepetan bantuin ibu angkatin belanjaan ini. Mau kesambet hantu kamu, ngelamun melulu?" ucap Bu Santi sambil berkacak pinggang.
Naura menggeleng cepat dan bergegas menuju ibunya mengambil semua belanjaan yang ada di dalam tas kresek.
Naura tersenyum sambil menatap wajah wanita yang sudah melahirkannya itu dengan selebar dan semanis mungkin.
"Biasa aja senyumnya, bukan lagi iklan Pepsodent. Itu bawa ke dapur. Ibu beliin makanan kesukaanmu, makan satu buat sarapan, satunya bisa buat bekal sekolah nanti," ucap Bu Santi sambil menunjuk plastik hitam yang tergeletak di lantai.
"Ashiap, Nyonya Besar."
"Ya ampun, Naura!" Teriakan Bu Santi dari dalam dapur membuat Naura terperanjat. Bau-baunya nggak enak, nih.
Naura segera masuk dan langsung menuju dapur. Benar saja, sayur di panci yang tadi dititipkan Bu Santi saat akan berangkat ke pasar padanya, sudah berubah menjadi hitam.
Naura yang melihat itu, seketika menelan ludah berat.
Bisa-bisanya lupa! Ya ampun ... siap-siap dapat ceramah gratis pagi ini.
Detik berikutnya, ceramah pun dimulai.
Kenapa lagi?" tanya Rika saat mereka berjalan bersisian, hendak berangkat sekolah.
"Lupa matiin kompor pas lagi manasin sayur," jawab Naura sambil meringis.
Rika terbahak dan menepuk pundak Naura pelan. "Yang sabar, kejadian ini bakal diingat terus dan akan selalu dibahas oleh para ibu di dunia."
"Dah kebal, kalau kata ayahku, wanita itu punya daya ingat kuat kalau bahas kesalahan orang lain. Makanya banyak yang doyan gibah."
"Kayak kita," balas Rika. Lantas, mereka tertawa bersama.
Tawa Naura seketika lenyap saat melihat sosok Langit mengendarai motornya pelan melintas di hadapan Naura dan Rika.
Pria beralis tebal itu menoleh sebentar ke arah Naura, lalu mengendarai motornya masuk ke halaman sekolah..
Rika yang tahu kalau Naura naksir Langit, menyenggol lengan Naura pelan. "Pangeranmu, tuh."
"Makin hari, makin ganteng," balas Naura.
"Bucin terooos!"
Naura terkekeh, lalu mulai berjalan kembali. Sesekali mendengarkan celotehan Rika, tetapi lebih banyak melamun membayangkan Langit. Cara dia tersenyum, cara dia berjalan. Cara dia menyugar rambutnya terbayang di lamunan Naura.
"Naura! Naura! Woiii Norak! Ngapain?"
Langkah Naura terhenti saat mendengar seseorang memanggil namanya dengan keras. Seketika Naura tersadar, kalau tengah berdiri di tepian selokan.
Naura mengerjab cepat dan menoleh ke arah sumber suara tadi, Rika menatapnya dengan tawa yang seakan ditahan. Sementara orang-orang di sekitar terdengar celotehan dengan tatapan yang entah.
Tunggu! Jangan sampai Langit melihat ini. Harga diriku dipertaruhkan, gumam Naura.
Naura segera memutar tubuh, mencoba untuk mencari sosoknya. Belum sampai ketemu, tiba-tiba Rika menarik tangan Naura.
"Ayo, mumpung sepi!" ajak Rika, untuk menyeberang.
Naura dan Rika bersiap menyeberang. Namun, langkah Naura melambat saat tahu kalau Langit tengah berdiri di seberang sana.
"Sepertinya, dia tersenyum ke arahku. Ya Tuhan... ada yang berbunga, tapi bukan riba."
Pagi ini kelas Naura mendapat jam pelajaran PJOK. Naura dan Rika sudah berganti pakaian.
Tiba-tiba....
"Pak Guru! Aku mencintai salah satu muridmu!"
Naura berteriak di lapangan basket saat jam olahraga. Semua teman-temannya melihat kearahnya dengan tatapan biasa saja. Karena Naura memang sudah sering seperti itu.
"Hey, obatmu habis?" tanya Rika.
Naura menatap Rika sekilas, lalu kembali meletakkan tangan di mulut sebagai pengganti toa untuk berteriak.
"Pak Guru! Aku benar-benar mencintai muridmu pak." teriak Naura lagi.
"Ish, kamu ini bikin malu aja. Udah ayo kita ke kantin!"
Rika menarik tangan Naura mengajaknya menuju kantin.
"Bentar, aku masih mau menyuarakan aspirasi hati jomblo," balas Naura.
"Udah buruan, itu di kantin ada bakso sapi, tanpa sapi. Mau nggak?" tanya Rika sambil berjalan meninggalkan Naura.
Naura yang mendengar itu langsung memandang Rika dengan tatapan tajam. "Kamu mencoba menggoda imanku, Esmeralda?"
"Itung sampe tiga, nih. Satu ...." ucap Rika sambil terus berjalan.
"Eh, eh, bentar dong." ucap Naura sambil mengikat tali sepatunya yang lepas.
"Dua ...."
"Bentar, Rika. Kamu tuh berdosa banget jadi orang."
"Dua setengah ...."
Bodo amat!
Naura bersiap berlari mengejar Rika, sebelum akhirnya terhenti saat melihat makhluk indah ciptaan Tuhan tiba-tiba muncul dari ruang kelas mereka.
Pria yang mengenakan pakaian olahraga itu terlihat menggerakkan badannya, seperti tengah berolahraga ringan. Jantung Naura berdegup kencang memandangi Langit yang mulai berjalan ke arahnya.
"Ya Tuhan, sungguh indah ciptaan-Mu." ucap Naura tanpa berkedip.
Semakin dekat Langit berjalan kearahnya, semakin susah untuk Naura bernapas.
"Ya ampun...ya ampun...ya ampun... Apa Langit mau meluk aku." ucap Naura halu.
Jarak tiga meter Naura hampir saja tak bisa menahan dirinya untuk berlari memeluk Langit. Naura memejamkan matanya saat Langit hanya berjarak satu meter dari tempatnya berdiri.
Cukup lama Naura menutup matanya, tidak terjadi apa-apa. Sampai suara orang yang dikenal Naura mencubit hidungnya.
"Woy, sadar. Gak usah halu, mikirin apa sih?" ucap Rika.
"Loh, Langit mana? Kok malah kamu sih yang berdiri di depan aku."
"Noh Langit lagi lari-lari. Kamu kenapa malah berdiri sambil merem gitu ditengah lapangan sendirian? Pakai rentangkan tangan segala lagi. Halu ya pengen dipeluk Langit? Hahahaha."
"Sialan kamu."
"Udah ah, ayo ke kantin dulu sebelum pak guru datang. Beli minum, aku haus." ajak Rika.
"Tadi katanya mau beliin bakso." balas Naura.
"Emang kamu belum sarapan tadi dirumah sampai mau makan bakso lagi."
"Udah sih, tapi kamu kan tau sendiri kalau soal bakso aku gak bisa nahan diri."
"Aduh Ra, gimana si Langit bisa naksir sama kamu kalau kamu doyan banget makannya." ucap Rika.
"Ya elah Rika, sekarang itu gak jaman lagi cinta mandang fisik, karena cewek sekarang itu kebanyakan ketebelan makeup walau badannya langsing. Nah liat aku nih sahabat kamu Naura Permata, tampil apa adanya tetep cantik jelita kok." balas Naura.
"Iya...iya cantik tapi doyan makan. Bisa-bisa habis uang pacar kamu cuma buat traktirin kamu makan."
"Sudah jelas." jawab Naura.
Keduanya tertawa sambil berangkulan menuju kantin.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 99 Episodes
Comments
Qori Il Qori
membuat bibirku melengkung ... hhh
2021-04-17
0
Febriyantari Dwi
Bener2 terhibur akuh...makasih Thor5
👍💗👍💗👍💗👍💗👍💗😀
2021-04-15
0