Naura dan Rika kembali dari kantin. Tatapan Naura kembali bertemu dengan Langit, membuat dada Naura berdebar cepat. Detik berikutnya, tangan Langit terangkat seolah melambai pada Naura.
Tangan Naura yang bersiap terangkat untuk membalas lambaian Langit, seketika diurungkan. Karena ternyata lambaian itu bukan untuknya, karena semakin dekat, terlihat jelas kalau tatapan mata Langit yang tak tertuju pada Naura.
"Hari ini ulangan bahasa inggris, kan? Jan lupa contekin, ntar aku traktir main PS sejam."
Suara dari belakang membuat senyum Langit kian mengembang, lalu disusul sosok lelaki berseragam serupa yang berjalan melewati Naura dan merangkul leher Langit. Kemudian, keduanya berjalan dengan saling canda.
Naura langsung menyimpan tangan di balik badan dengan wajah memanas.
"Ngapain, ih?" Rika menyenggol pundak Naura, ia baru menyadari tingkah aneh yang dilakukan Naura.
"Itu, anu ... pegel tanganku, semalem abis ngitungin ubannya Ayah pegelnya ke bawa sampai sekarang."
Rika menatap Naura dengan alis saling mengait. "Beneran geser kayaknya kamu, Ra!"
Naura hanya terbahak, lalu merangkul pundak Rika dan mulai berbaris mengikuti siswa yang lain sesuai perintah guru PJOK, sembari menatap punggung Langit yang berdiri di barisan paling depan.
************
Selesai jam olahraga, Naura dan Rika menuju kelas untuk mengambil tas, lalu menuju toilet untuk berganti pakaian.
Ini adalah tahun kedua mereka belajar di SMA, kalau kata orang, usia segini itu masa pencarian jati diri, tetapi bagi Naura masa sekarang adalah masa menikmati hidup sebelum akhirnya nanti masuk ke fase yang lebih pelik. Menjadi dewasa dengan segudang masalah serta tanggung jawabnya.
"Naura!" teriak Andin, salah satu primadona di kelasnya.
Naura membalas dengan deheman dan mengangkat sedikit dagu. "Ada apa?" Sementara tangannya sibuk merapikan seragam putih abu-abu yang dia kenakan.
"Dipanggil Pak Rudi, tuh."
Dahi Naura mengernyit saat mendengar nama wali kelasnya itu.
"Sekarang?" tanya Naura mencoba menyakinkan.
"Nggak! Tahun depan."
Naura terbahak. Lalu berpamitan pada Rika dan menitipkan tasnya untuk dibawa ke kelas.
Sembari berjalan ke arah ruang guru, Naura berpikir keras.
"Perasaan aku anak yang baik, nggak macem-macem, gemar menabung, selalu buang sampah pada tempatnya, cantik lagi." gumam Naura.
Naura merapikan ikatan rambutnya sebelum masuk ke ruang guru.
Matanya spontan membulat saat melihat Langit juga ada di sana. Lelaki berseragam putih abu-abu itu hanya melihat Naura sekilas, lalu kembali menatap Pak Rudi.
Ada apa ini? Jangan-jangan aku mau dinikahin? Atau tunangan dulu? Atau .... pikiran Naura berkecamuk.
"Duduk, Naura," perintah Pak Rudi membuyarkan lamunan Naura.
"Di-ma-na, Pa-k?" mendadak Naura jadi gagap.
"Terserah kamu, asal jangan di pangkuan Langit."
Naura menggaruk kepalanya yang tak gatal, lantas duduk di kursi samping Langit.
"Semoga Langit nggak denger kalau ada gendang yang lagi ditabuh di jantungku." gumam Naura.
"Langsung saja. Jadi begini, sekolah kita akan mengadakan lomba debat bahasa inggris untuk menentukan siapa yang akan dikirim ke tingkat kabupaten, setelah itu akan dikirim ke tingkat nasional. Nah, Bapak rasa ... kalian cocok untuk–"
"Sah!" teriak Naura tiba-tiba, yang membuat Langit dan Pak Rudi menatapnya dengan wajah kebingungan.
Seketika Naura langsung tersadar dan mencoba bersikap santai.
"Maksud saya, ba–gus, ya, bagus sekali acara ini, Pak. Saya sampai terbawa suasana akad nikah, eh, maksudnya suasana bahagia dan excited. Maaf ...." Suara Naura memelan, menahan malu.
Naura memijat kepala pelan saat Pak Rudi mulai melanjutkan ucapannya.
"Bapak rasa kalian berdua cocok mewakili kelas kita untuk mengikuti lomba tersebut. Karena menurut informasi yang Bapak dapat, kalian berdua itu pintar berbahasa inggris. Nah jadi untuk selanjutnya Bapak harap mulai besok sepulang sekolah kalian belajar bersama untuk lomba debat. Bapak akan berikan kalian materi mengenai apa saja yang akan di bahas pada lomba debat nanti."
"Baik, Pak." Naura dan Langit menjawab hampir berbarengan. Lantas, berpamitan keluar ruangan.
Langit berjalan mendahului, tanpa menyapa atau berbincang. Ia pergi begitu saja. Naura menghela napas panjang dan menatap punggung itu kian menjauh.
***********
"Seriusan? Ciee ciee yang seneng," goda Rika saat Naura sudah kembali dan menceritakan padanya.
"Rika jangan lupa panggil Bu Ratih," ucap sang Ketua Kelas. Sebagai sekretaris yang baik, Rika mengangkat jempol sebagai tanda OK.
"Tapi Rik, aku sebel banget sama Langit. Kok gak ada peka-pekanya sedikit ya. Cuek terus sama aku." ucap Naura lagi.
"Namanya juga baru kenal Ra, ya wajarlah masih cuek-cuek bebek. Entar kalau udah kenal si Norak Permata lebih dalam, aku yakin dia bakal klepek-klepek sama kamu." balas Rika.
"Emang Langit ikan apa, bisa klepek-klepek." ucap Naura.
Rika tergelak, lalu beranjak meninggalkan Naura dan berlari untuk memanggil guru yang mengisi di jam pelajaran selanjutnya.
***
Usai sekolah, Naura bergegas pulang. Hari ini ayahnya pulang dari luar kota, pekerjaan menjadi supir pribadi seorang direktur membuat ayah Naura sering bepergian dan tak tentu pulangnya. Hari ini, ayahnya pulang setelah seminggu berada diluar kota untuk mengantar sang Bos pembukaan hotel baru.
"Duluan, ya!" pamit Naura pada Rika, yang masih berada di kelas untuk mengerjakan tugas, bersama teman kelompoknya.
Karena Rika akan lama di kelas, jadi Naura memutuskan untuk pulang terlebih dulu.
"Ati-ati. Awas, kalau jalan lihat-lihat. Entar kalau jatuh bangun sendiri ya. Gak usah pakai sebut namaku tiga kali."
Naura terkekeh mendengar ucapan Rika.
Selama berjalan menuju gerbang, sesekali Naura bertegur sapa dengan teman sekelas saat kelas satu dulu. Sedikit berbasa-basi atau sekadar haha hihi membahas hal-hal receh yang kadang membuat mereka bahagia.
"Woi, Langit!" Tiba-tiba, Dito lelaki yang sedang mengobrol dengan Naura berteriak sambil melambaikan tangan.
Namanya orang jatuh cinta, ya, denger nama orang yang dicinta disebut saja, rasanya cenat-cenut setiap ada kamu. Selalu peluh pun menetes setiap dekat kamu. Kenapa salah tingkah tiap kau tatap aku. Selalu diriku malu tiap kau puji aku. Laahh kok jadi lirik lagu Smash.
Posisi Naura berhadapan dengan Dito, otomatis membelakangi Langit yang sepertinya akan berjalan mendekat.
Perlahan, Naura mulai merasakan Langit mendekat.
"Pulang bareng?" suara Langit.
Dia ngajak pulang bareng? Serius? Semalam aku mimpi apa ya, kenapa malah hoki banget sih.
"Iya, aku–" Baru saja Naura bersiap memutar tubuh tiba-tiba suara Dito membuat Naura terdiam.
"Yo'i, Bro! Ayo kita kemon! Mampir PS-an bentar, ya. Kemarin kamu janji traktir. Kalau bohong, ntar jomblo terus sampai kakek-kakek!" Dito merangkul pundak Langit, lalu berjalan beriringan menuju gerbang.
"Ya Tuhan, aku mulai halu lagi." ucap Naura kemudian berjalan pulang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 99 Episodes
Comments
Febriyantari Dwi
👍💗👍💗👍💗👍💗👍💗
2021-04-16
1
Zulfa
Salken kak, JIKA mampir membawa like nih. Mari saling dukung kakak 😍
2021-04-15
1