..."Aku tidak akan menyerah untuk membuatnya menderita!"...
...\=×\=×\=...
Kringggg ...!
Suara bel kembali menggema di seluruh sudut sekolah. Akan tetapi, kali ini bukanlah bel istirahat. Melainkan bel yang mengisyaratkan agar semua pembelajaran dihentikan dan para murid diperbolehkan untuk kembali ke rumahnya masing-masing. Bunyi bel yang paling dinantikan oleh semua. Ya ... ini adalah bel pulang sekolah.
Semua murid memasukkan semua peralatan sekolahnya ke dalam tas dan lalu berjalan keluar sambil menggendongnya. Begitu juga dengan aku dan Rey.
“Ai, rumahmu jauh atau tidak? Mau aku antar?" Rey menawarkan bantuan, dia ingin mengantarku.
“Ee ... tidak usah, Rey. Aku bisa pulang sendiri kok." Aku menolak halus. Sebenarnya, aku tahu maksud baik Rey. Namun, aku tidak mau, Rey mengetahui kehidupanku yang sebenarnya. Jadi, aku pun menolak tawaran Rey.
Rey menghela napas berat. Raut wajahnya terlihat sedikit kecewa karena keputusanku. “Hmm ... baiklah jika memang itu keputusanmu," kata Rey sambil tersenyum ramah.
Senyuman Rey berhasil membuatku menjadi goyah. Namun, pilihanku sudah bulat. Pada akhirnya, aku dan Rey pulang ke rumah masing-masing.
“Sampai ketemu besok, Ai! Hati-hati di jalan, ya!" Rey melambaikan tangannya seraya mengatakan ucapan selamat tinggal.
Aku dan Rey berjalan ke arah yang berlawanan. Saat berpisah dengannya—hati ini terasa sangat sakit. Seperti kehilangan sebuah cahaya. Padahal, kita hanya berpisah semalam saja. Sebenarnya ... apa yang terjadi padaku ...? Mungkinkah ... aku telah mencintainya?
...💓💓💓...
Aku berjalan pulang di tengah keramaian Kota Tokyo. Karena jadwal pulang sekolahku bertepatan dengan pulangnya para pekerja kantor. Video cuplikan trailer salah satu anime populer terpampang jelas di layar lebar di atas gedung. Inilah suasana petang di Kota Tokyo. Aku masih terus berjalan, sesekali aku melihat jam tangan untuk melihat waktu.
Saat sampai di gang, tiba-tiba aku dihadang oleh sekumpulan orang bertubuh kekar. Mereka mendekatiku dengan tatapan penuh nafsu. Sorot matanya menjelaskan hal yang dipikirkan oleh mereka saat ini.
“Hei, Nona. Jangan pulang dulu, bermainlah dengan kami, ya!" ajak salah satu dari mereka memegang dagu-ku.
“Lepaskan!" Aku menolak karena aku tahu maksud dari ajakan mereka. Dengan menggunakan tangan mungil-ku, aku menepis tangan pria itu.
Aku lalu menginjak kakinya dengan sangat kencang.
“Aaarrrghhh ....!" teriak orang itu—kesakitan. “Gadis sialan ...! Cepat, tangkap dia!" sambungnya, memerintahkan rekan-rekannya untuk menangkapku.
Langkahku terhenti dan tidak bisa berlari lagi. Kini, aku sudah dikepung. Tidak ada jalan untukku kabur. Hhh ... bagaimana ini?
“Hihihi ... Nona manis, jangan terburu-buru. Temani kami bermain sebentar saja, ya!" ujar Pria kekar lainnya.
“Tidak! Aku tidak akan sudi menjadi pemuas nafsu kalian! Lepaskan, atau aku akan berteriak!" ancamku meski badan sudah gemetar ketakutan.
Pria yang tadi kuinjak kakinya berdiri dan berjalan mendekatiku. Tentu saja hal itu membuatku semakin gemetar ketakutan.
“Hei jangan mendekat! Atau aku benar-benar akan berteriak!" ancamku sekali lagi, berharap mereka tidak mendekatiku. Akan tetapi, tampaknya pria itu tidak menghiraukan ancamanku. Langkah demi langkah dia mulai memangkas jarak denganku. Oh tidak ... apa yang akan terjadi denganku?
Pria itu kemudian menghempaskan tubuhku dan menindihinya. Dia memegang kancing-kancing baju seragamku dan mulai melepaskannya satu per satu.
“A-apa yang ingin kamu lakukan? Hei hentikan! Atau aku akan berteriak!" Aku berusaha memberontak, tetapi tampaknya itu adalah hal yang sia-sia. “Hhh ... Tolo—" Saat hendak berteriak, tiba-tiba saja sebuah bibir mendarat dan menutupi bibirku.
Pria itu menutup mulutku dengan ciumannya. Sehingga aku tidak bisa berteriak. Tangan nakal pria itu mulai meraba-raba ke bagian tubuhku yang lain. Aku berteriak di dalam ciuman ganasnya.
“Aku mohon siapapun ... tolong aku!" batinku memohon agar ada orang yang bisa menolongku.
Pria itu semakin beringas. Sementara aku hanya bisa menangis, meratapi nasibku yang selalu menyedihkan ini. Saat aku sudah pasrah dan tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Tiba-tiba seorang laki-laki berlari secepat kilat dan menerjang pria kekar tersebut.
Dia berdiri di depanku dengan satu tangan menyerong ke bawah. Ia seperti ingin menghalangi upaya jahat para pria bejat itu.
“Hei, Bocah! Apa kau mencari mati?!" sinis pria yang tadi diterjang olehnya.
Tapi bukannya malah takut, laki-laki tersebut malah memiringkan bibirnya—membentuk sebuah senyuman sinis yang sulit diartikan.
“Hmm ... tampaknya kalian yang akan mati!" Dia merubah posisi kepalanya menjadi tegak. Dan pada saat itulah aku mengetahui bahwa laki-laki itu ternyata ... Rey!
“Apa kau bercanda ...? Pftt ... hahaha ...." Sekelompok pria kekar tersebut tertawa secara bersamaan, meremehkan Rey.
Namun, Rey tidak menggubrisnya. Dia hanya mengibaskan tangan kanannya ke arah depan dan lalu ke belakang. Rey ingin memulai pertarungannya.
"Hehhh ...." Karena merasa direndahkan, amarah pria kekar tersebut memuncak. Pria itu kemudian maju dan menyerang Rey.
Namun, Rey tampak tidak panik sama sekali. Dia menghindari pria kekar tersebut dengan sangat luwes. Rey lalu melepaskan sebuah pukulan ke arah rahang pria itu dengan sangat keras.
”Ughhh ...," rintihah kesakitan pria itu terdengar.
Tetapi hal itu tidak membuat Rey berbelas kasihan. Rey menginjak kepala pria itu sambil berkata, “Badan kekar tetapi mental seperti bocah ingusan!"
Pria itu terlihat tidak berkutik lagi. Melihat temannya terluka parah, tentu saja pria-pria yang lain tidak akan tinggal diam. Mereka maju secara bersamaan ke arah Rey.
Namun, hal itu tidak membuat Rey gentar sedikit pun. Berbagai serangan diluncurkan ke arah Rey. Akan tetapi, Rey dapat menghindar serangannya lagi dengan sangat baik.
“Bagus ... sekarang giliranku!" Rey melesat layaknya seorang tokoh utama film anime fantasi. Rey menyerang para pria itu tanpa ampun.
Setelah cukup lama bertarung, pada akhirnya Rey lah yang memenangkannya. Pria-pria kekar tersebut tergeletak di tanah dengan tubuh babak belur.
“Cih ... lemah!" ucap Rey lirih.
Aku yang sedari tadi melihat pertarungan mereka hanya bisa melongo karena kagum. Aku tidak bisa berkata-kata lagi.
“Rey!" Aku berlari menghampiri Rey.
“Ai? Kamu baik-baik saja, 'kan?" tanya Rey yang ingin memastikan bahwa aku baik-baik saja.
Aku tersenyum sambil mengangukkan kepala.
“Aku baik-baik saja, Rey. Arigatou!" Aku berterima kasih kepada Rey karena telah menyelamatkan hidupku.
Rey tidak mengucapkan sepatah kata pun. Dia mendekatkan tubuhnya dan lalu merangkulku. “Syukurlah kalau kamu baik-baik saja. Aku benar-benar khawatir tadi."
Meski sebenarnya aku terkejut. Tapi entah kenapa saat berada di pelukannya aku merasa sangat nyaman.
“Jangan khawatir ... aku baik-baik saja." Aku menenangkan Rey.
Saat kami sedang saling berpelukan, ternyata seseorang dari kejauhan sedang menatap kami berdua. Raut wajahnya terlihat sangat kesal.
“Huhhh ... kenapa Rey harus menolongnya, sih? Rencanaku jadi gagal semua. Haahh ... tapi, aku tidak akan berhenti sampai di sini saja. Aku akan membuatmu menderita," batin gadis itu yang ternyata adalah Reina.
Reina berjalan pulang dengan perasaan kesal. Dia berjalan menuju mobil hitam mengkilap yang sedang terparkir di depan toko. Ternyata, di sana juga ada keempat teman Reina. Ya ... mereka adalah 'Black Blood'.
“Bagaimana rencananya, Reina?" tanya Akari Tamaguchi, rekan Reina yang sekaligus anggota 'Black Blood'.
“Huhh ... semuanya gagal. Rey malah datang dan menolongnya!" ujar Reina kecewa.
“Hmm ... lalu apa rencanamu selanjutnya?" tanya Hana Suzuki salah satu anggota 'Black Blood' lainnya.
“Hmm ... pokoknya sebelum Rey menjadi milikku, aku tidak akan menyerah untuk membuatnya menderita," ujar Reina sambil tersenyum sinis. Keempat rekannya juga tersenyum jahat.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments
Azzkayy
Salam manis Kak Miku
2022-05-13
1
Yona
mantap 👍😌
2021-10-18
0
Senja Cewen
Aih aih kasihan Ai...
Aku ngirim like, vote 10, favorit untuk novelmu ini...
2021-04-10
0