“Kakak Auris, ayah dan ibu baik-baik saja kan?” tanya Ayu yang sepertinya pagi ini dia sudah merasa sangat baik. Mungkin ini juga karena pelayanan maksimal dari rumah sakit.
“Makan dulu, Ayu,” saat ini Auris sedang menyuapi adiknya untuk memakan sarapan yang disediakan rumah sakit.
“Aku sudah menghabiskan banyak makanan, sekarang kakak juga harus makan.”
Auris menurut dan memakan makanan yang sempat dibelinya di kantin rumah sakit.
“Ayu, kakak ingin mengatakan sesuatu. Tapi, Ayu harus berjanji pada kakak kalau Ayu nggak akan bersedih.”
“Apa kak?”
“Ibu dan ayah sudah meninggal, mereka sudah dimakamkan kemarin. Kamu juga harus bersaksi atas kejadian ini karena hanya tinggal kamu satu-satunya saksi yang bisa memberikan keterangan.”
Ayu yang masih kecil memang merasa terpukul akan kepergian kedua orang tuanya yang secara bersamaan ini.
“Kakak berbohong, bukan? Ibu dan ayah masih hidup kak. Mereka hanya berpura-pura mati,” lirih Ayu menahan air matanya.
Auris memeluk adik satu-satuya itu. “Kakak tidak berbohong, saat Ayu sudah baikan nanti, kakak akan ajak Ayu ke makam ibu dan ayah. Ingat, Ayu nggaj boleh sedih.”
“Jadi ibu dan ayah sudah pergi untuk selamanya?”
“Sstt, masih ada kakak yang akan selalu menyayangi Ayu. Ayo kita bersiap-siap karena kamu harus menjalani serangkaian pemeriksaan.”
Masih ada kesedihan diraut wajah Ayu.
Ayu POV.
Malam itu seperti berbeda dari malam-malam sebelumnya. Aku berada di kamarku sedang belajar untuk menyiapkan ujian esok harinya. Aku mendengar suara asing yang terdengar mengerikan dari ruangan kamar ayah dan ibu.
Karena penasaran, aku putuskan untuk melihat ke kamar ayah dan ibu. Tapi saat aku sampai di kamar ayah dan ibu, aku sudah melihat ayah dan ibu berlumur darah di lantai kamarnya. Aku berlari mendekat dan memeriksa ayah dan ibu.
Awalnya ibu masih bernafas, kemudian aku lari keluar untuk meminta pertolongan. Baru saja aku menyentuh daun pintu, ada seseorang yang menarikku dan membekap mulut ku dengan sangat kuat. Dia menggunakan topeng dan pakaian yang serba hitam. Aku fikir awalnya dia malaikat Izrail, karena aku pernah mendengar cerita bahwa malaikat Izrail akan berpakaian serba hitam atau serba putih.
Dia terus membekap mulutku dan membawaku ke kamarku. Aku banyak bergerak bermaksud untuk memberontak. Dia membawaku masuk dan mengunci pintu kamarku. Aku masih terus memberontak dan berteriak.
Dia menembakku, tapi tembakan pertamanya meleset dan hanya mengenai bahu kiriku. Aku berusaha kembali untuk lari, tapi sayangnya tembakan keduanya mengenai tepat di punggung belakangku dan aku langsung ambruk. Setelah itu aku tidak lagi mengingat, yang aku ingat hanya saat kakak datang dan membawa ku ke rumah sakit.
Ayu POV end.
“Ayu?” panggil Auris karena adiknya diam termenung.
“Eh iya kak,” jawab Ayu.
“Kamu kenapa diam?"
“Aku hanya mengingat malam itu kak.”
“Sudahlah, jangan terlalu diingat. Kakak akan selalu berusaha melindungi kamu.”
“Terimakasih, kak. Emm ngomong-ngomong biaya pengobatanku siapa yang membayar kak?”
Auris mendongak menatap adiknya. Dia berusaha menyusun kata-kata untuk mengatakan yang sebenarnya pada adiknya. Biar bagaimana pun Auris menyadari bahwa yang dia punya sekarang hanya Ayu.
“Biaya pengobatan kamu sudah dilunasi oleh teman lama kakak. Dia minta imbalan kepada kakak untuk membantunya mengungkap penjahat yang mencelakai keluargany dan dia juga akan membantu kita menemukan si pembunuh.”
“Ah syukurlah, jadi kita tidak akan punya hutang karena kakak akan membyarnya dengan kemampuan kakak. Aku yakin kakak pasti akan bisa menemukan pembunuh itu.”
“Doakan saja sayang.”
Auris bersiap bersama Ayu untuk melakukan pemeriksaan lanjutan atas keadaan Ayu.
Di Kamar Lain
“Mom, bangun mom. Come wake up, please!! Apa mommy tidak lelah terus-terus an tidur seperti ini? Daddy juga, kenapa kalian berdua kompak menutup mata seperti ini? ayolah, Lina sudah sangat merindukan kalian. Ini bahkan sudah tiga bulan.”
“Elina.”
Gadis yang tadi sedang berbicara dengan mommy dan daddynya mendongak karena merasa namanya dipanggil oleh orang yang sangat dia kenal suaranya.
“Aku merindukan mommy dan daddy, Kak. Kenapa mereka tidak juga membuka mata padahal ini sudah bulan ke tiga.”
“Bersabarlah, jangan berhenti mengajak mommy dan daddy berbicara. Dokter bilang itu cara yang baik untuk merangsang saraf mommy dan daddy.”
“Tentu saja aku akan selalu mengajak mommy dan daddy mengobrol walaupun mereka tidak menjawab ucapanku.”
“Kakak harus ke perusahaan, nanti kakak akan kembali dengan seseorang yang akan membantu kita.”
Elina yang merupakan adik satu-satunya Aziel mengangguk dengan ucapan kakaknya. Elina merupakan anak kedua keluarga Bio. Aziel D Bior dan Elina L Bior.
Aziel keluar dari ruangan rawat kedua orang tuanya. Di lorong rumah sakit, dia bertemu dengan Auris yang sedang mendorong kursi roda adiknya.
“Auris!!!” panggil Aziel.
Auris menoleh dan melihat Aziel tengah berlari ke arahnya, sehingga dia memilih berhenti dan menunggu laki-laki yang sudah juga sekaligus akan menolongnya itu.
“Aziel?”
“Iya, ini adik kamu?”
“Ah iya, ini kenalkan Ayu.”
“Ini siapa kak?” tanya Ayu penasaran dengan Aziel.
“Ini teman lama yang kakak ceritakan, namanya kak Aziel, dia yang membantu kakak membayar biaya pengobatan kamu,” jelas Ayu.
“Oooh.. hay kak, aku Ayu adiknya kak Auris. Terimakasih kakak sudah membantu kakakku.”
“Tidak masalah, oh iya kalian mau kemana?”
“Kami mau ke ruangan dokter Deril, Ayu harus di periksa secara menyeluruh untuk memastikan tidak ada efek apapun karena operasi kemarin,” jelas Auris pada Aziel.
“Oh baiklah. Emm,, Auris, petang nanti aku akan mengajakmu bertemu dengan seseorang. Aku harap kamu bisa.”
Auris melihat ke arah Ayu. “Di mana? Aku tidak bisa meninggalkan Ayu sendirian.”
“Tenang saja, hanya di ruangan Paviliun Dharma. Ruangannya ada di sebelah utara paling ujung. Kamu bisa membawa adikmu.”
“Baiklah, petang nanti aku akan ke sana."
“Oke, aku harus pergi sekarang. Sampai jumpa nanti.”
Auris tersenyum membalas sapaan Azil.
“Adik kecil jangan terlalu banyak bergerak agar luka-luka mu bisa segera pulih,” nasihat Aziel pada Ayu .
“Pasti, Kak,” jawab Ayu sambil tersenyum.
“Ayo, Kak Auris.”
“Iya ayo.”
“Dia baik ya kak? Coba aja dia nanti yang jadi suami kakak, pasti Ayu ikutan bahagia punya kakak ipar yang baik banget kayak kakak Aziel.”
“Hhhh,” tawa Auris. “Sekarang ini, Ayu hanya boleh fokus kepada kesembuhan Ayu. Jangan memikirkan yang lain.”
“Baiklah kakakku.”
“Kakak memang akan menikah dengan dia, tapi itu hanya pernikahan sementara sampai misi ini selesai dan kita akan bercerai. Apakah keputusanku ini benar? Aku akan mempermainkan pernikahanku sendiri? Haahhhh semoga saja jalan yang aku ambil nanti adalah yang terbaik,” batin Auris sambil mendorong kursi roda adiknya.
Pemeriksaan untuk Ayu telah selesai dan hasilnya akan dijelaskan oleh dokter Deril malam nanti. Sekarang Auris akan menuju ruangan yang diberitaukan Aziel siang tadi bersama dengan Ayu.
“Tok..tok..tok,” ketuk Auris pada pintu ruangan Paviliun Dharma.
Pintu terbuka, menampilkan seseorang dari dalam.
“Kak Auris?!*
...****************...
Bersambung….
jangan lupa like dam comment ya
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 59 Episodes
Comments
Epijaya
cerita ini aneh,Aziel mau membantu auris mengungkap yg membunuh ortu auris,tp dia sendiri tidak tau siapa yg mencelakai ortu nya sendiri.
2022-08-04
1
mojang banten
semangat
2021-05-04
1
Joen Marlina Lengkey
next
2021-04-15
2