Chapter 5

Semenjak rencana pernikahan Auris dan Aziel terdengar oleh Elina, secara terang-terangan Elina menunjukkan kebenciannya pada Auris.

Hari ini sudah tiga hari semenjak Aziel menjelaskan pernikahan yang akan dijalaninya bersama Auris.

Bahkan, hari ini Auris dan Aziel akan menggelar pernikahan yang sangat tertutup. Hanya akan ada penghulu yang menikahkan Auris dengan Aziel, Ayu, dan Elina.

Pernikahan tersebut dilakukan di masjid kecil yang berdekatan dengan masjid.

“Kamu sekarang memang kakak iparku, tapi aku tidak akan menganggap seorang penyanyi café sebagai kakak iparku. Bagiku kamu tetap penyaki café yang bekerja di café kak Grize dan hanya kak Grize yang akan menjadi kakak iparku,” sinis Elina pada Auris di belakang masjid setelah acara Akad selesai.

Auris tersenyum mendengar ucapan adik ipar sekaligus adik tingkatnya itu.

“Aku akan segera menyelesaikan pekerjaan ini dan akan segera menjauh dari kalian semua,” balas Auris.

“Lakukan sebaik mungkin. Aku tidak ingin ada yang tau kalau menantu keluarga Bior hanya seorang penyanyi Café.”

Setelah berucap demikian, Elina meninggalkan Auris. Auris meluruhkan dirinya ke tembok dibelakangnya dan menghembuskan nafasnya.

“Oh Tuhan, orang yang berteman baik denganku, yang aku kira tulus selama ini, yang aku kira memiliki hati baik ternyata sama saja, memandang orang dari pekerjaan, jabatan, dan harta. Sabar Auris, kamu hanya perlu bekerja dengan cepat dan segera pergi dari keluarga glamor itu,” ucap Auris pada dirinya sendiri.

Auris berjalan perlahan keluar dari kamar mandi masjid setelah mengganti pakaiannya.

“Auris!”

Auris menoleh untuk melihat siapa yang memanggilnya. “Aziel?”

“Aku ingin berbicara sebentar,” pinta Aziel,

“Berbicaralah.”

“Kamu sekarang adalah istriku, maksudku untuk sementara waktu ini, jadi kamu akan tinggal di rumah Bior bersama adikmu.”

“Tidak, aku masih memiliki rumah. Rumahku masih layak untuk kutinggali bersama adikku. Aku juga bisa bekerja dari rumahku.”

“Kalau kamu tinggal berdua di rumahmu itu bisa membuat kamu dan adikmu dalam bahaya lagi. Pembunuh itu bisa datang lagi sewaktu-waktu. Aku bisa memastikan keamananmu kalau kamu tinggal bersama ku di rumah Bior. Sekarang, penjagaan di sana sangat baik.”

“Huhhh,, baiklah akan aku fikirkan baik-baik. Sekarang aku harus membawa Ayu kembali ke rumah sakit.”

Aziel mengangguk dan mempersilakan Auris untuk pergi.

Auris membawa Ayu perlahan kembali ke rumah sakit. Dari masjid ke rumah sakit berjarak sekitar 500 meter, jadi Auris memutuska untuk mendorong saja kursi roda adiknya perlahan.

“Kak, setelah aku sembuh kita pulang ke rumah atau ke rumah kak Aziel? Emmm kalau boleh jujur aku sangat trauma untuk kembali ke rumah itu, Kak,”ucap Ayu.

“Kamu tenang saja ya, kakak akan pikirkan baik-baik tentang hal ini.”

Blukkk…

“Ada apa kak?” tanya Ayu yang mendengar suara sesuatu menghantam kakaknya.

“Kakak tidak tahu, ini hanya batu. Tidak usah di fikirkan.”

Mereka melanjutkan perjalanan, tapi dam-diam Auris menyimpan batu itu ke dalam sakunya.

“Siapa yang melempar batu berbungkus kertas ini? Sepertinya di kertas ini ada tulisannya. Aku akan membacanya nanti.”

“Elina, bersikaplah dengan baik kepada Auris dan Ayu. Mereka sudah menjadi saudara iparmu sekarang,” tegas Aziel kepada Elina.

“Aku sudah bilang kan, Kak. Aku tidak akan bersikap baik pada kak Auris dan Ayu.”

“Setidaknya jangan menyakiti mereka. Auris akan membantu kita, kalau kamu tidak mau bersikap layaknya adik ipar setidaknya bersikaplah dengan baik. Jaga mulut cabaimu itu agar tidak menyinggung mereka.”

“Kakak bilang mulutku mulut cabai?”

“Iya, mulutmu itu mulut cabai, kalau terbuka langsung menyurakan aura pedas!”

“Terserah!! Yang jelas aku tidak akan bersiakap baik pada kak Auris dan Ayu,” tandas Elina.

“Dasar bocil, kebanyakan dimanja sama mommy jadinya kayak gini,” batin Aziel mendesah menghadapi sikap adiknya.

Tiba di depan rumahnya, Elina langsung turun dan masuk ke dalam rumah besar yang nyaris seperti istana itu. Sedangkan Aziel kembali melajukan mobilnya ke rumah sakit.

...Di rumah sakit...

“Kamu berani bermain denganku Auris!!! Kamu akan menerima balasanku lebih dari ini!!!” ucap Auris membaca tulisan yang ada di kertas bersama dengan batu tadi.

“Ini pasti dari pembunuh ibu dan ayah. Tapi, siapa yang melemparkan ini? Aku tidak melihat siapapun di tempat tadi,” gumam Auris seorang diri. Sekarang ini dia sedang duduk di sofa ruangan adiknya dan Ayu yang tengah tertidur.

“Apa aku terima saja untuk tinggal di rumah Aziel? Setidaknya di sana Ayu akan dijaga dengan baik saat aku harus berkuliah. Tapi, Elina tidak menyukai kehadiranku dengan Ayu. Memang Ayu akan aman dari pembunuh itu, tapi dia tidak akan aman dari Elina.”

Auris diam sebentar seperti sedang memikirkan nasib adiknya.

“Apa aku minta tolong pada bibi Ani saja? Aku bisa minta tolong pada bibi Ani untuk merawat Ayu sementara waktu. Toh, majikan bibi Ani orang yang sangat baik. Baiklah aku akan menghubungi bibi Ani.”

Auris mengambil ponselnya yang ada di meja.

“Hallo bibi, apa bibi sedang sibuk?”

“Tidak, bibi baru saja menyelesaikan pekerjaan bibi.”

“Oh syukurlah, emm Aku mau minta tolong, Bi.”

“Apa Auris? Katakan saja.”

“Bi, aku sudah menikah dengan Aziel. Tapi, aku tidak bisa membawa Ayu bersamaku ke rumah Aziel. Aku juga tidak bisa meninggalkan Ayu di rumah sendirian. Jadi, aku ingin minta tolong agar Ayu di bawa bibi ke tempat kerja bibi. Bisakah bibi minta izin ke majikan bibi?”

“Baiklah, bibi akan coba bicara ke majikan bibi. Semoga saja mereka membolehkan dan tidak keberatan.”

Auris berbinar mendengar jawaban bibinya. “Terimakasih bibi, bibi memang sangat baik.”

“Kebaikan bibi ini tidak ada apa-apanya bila dibandingkan kebaikan orang tuamu apda keluarga bibi saat kedua orang tuamu masih ada.”

“Huuhh bibi juga sangat baik, aku seperti memiliki sosok ibu lagi setelah ibu pergi.”

“Sudah-sudah, bibi akan coba bicara dulu ke nyonya. Jaga diri kamu baik-baik Auris.”

“Pasti, Bi.”

Panggilan berakhir dan Auris kembali meletakkan ponselnya ke meja di depannya.

Di lain tempat.

“tok,, tok,, tok,, permisi nyonya, ini saya. Apakah saya boleh masuk?”

“Iya, bi. Masuk aja.”

Bibi masuk ke dalam kamar majikannya.

“Kenapa, Bi?”

“Begini nyonya, keponakan saya baru saja terkena musibah. Mereka kehilangan kedua orang tuanya karena pembunuhan. Jadi, bolehkah untuk sementara waktu keponakan saya yang masih kecil ikut dengan saya ke sini? Saya akan menjaganya agar tidak membuat kegaduhan.”

Mendengar cerita bibi Ani, Laila sedikit tersentak karena dia tiba-tiba mengingat tentang kedua orang tuanya yang meninggal karena pembunuhanm

“Tentu saja boleh, Bi. Bibi boleh membawanya ke sini,” ucap Laila dengan tersenyum.

“Terimakasih banyak nyonya,” bibi Ani berterimakasih pada Laila kemudian keluar dari kamar Laila.

Bibi Ani mengirimkan pesan singkat kepada Auris yang isinya bahwa majikannya menyetujui kalau Ayu di bawa ikut bersamanya.

“Alhamdulillah, jadi aku bisa tenang karena Ayu akan aman bersama dengan bibi.”

Setelah itu, Auris berniat keluar, namun secara bersamaan pintu terbuka dan mengagetkan Auris.

...****************...

Bersambung..

like comment janlup yuhuu

Terpopuler

Comments

Afseen

Afseen

elina mulutnya kya cabe, cabe setan😏😏😏

2021-08-08

0

Joen Marlina Lengkey

Joen Marlina Lengkey

siapa ya yg ngelemparin batu itu🤔🤔🤔🤔🤔

2021-04-15

1

ARSY ALFAZZA

ARSY ALFAZZA

like + rate bintang ⭐⭐⭐⭐⭐😇 saling mendukung ya Thor 👌

2021-03-03

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!