Waktu yang di tunggu Dewi pun tiba. Pagi-pagi sekali, bocah kecil itu bangun dan mandi. Ia begitu bahagia sejak bangun tadi. Senyumnya selalu merekah.
Setelah rapih, ia menuju meja makan untuk sarapan bersama mamanya. Di meja makan sudah tersedia nasi goreng, susu, dan lauk pauk yang lain.
"Eh, anak mama pagi-pagi sudah cantik." ujar Sofia seraya mengusap lembut rambut panjang Dewi.
"Iya dong ma. Aku sudah gak sabar ingin bertemu papa." jawabnya dengan senyum yang merekah.
"Ya sudah, ayo kita sarapan dulu." ajak Sofia. Dewi pun mengangguk.
Mereka segera sarapan bersama.
"Ibu yakin mau bertemu bapak?" tanya mbok Narti.
"Iya mbok. Bapak tetap harus tahu kan keberadaan Dewi?" ucap Sofia.
"Apa bapak bisa terima non Dewi Bu?" tanya mbok Narti. Mbok Narti merasa sangsi atas keputusan Sofia itu. Namun apa daya, itu sudah menjadi keputusan Sofia sendiri.
"Terlepas dari itu semua, biar mas Bram sendiri yang mengambil keputusan mbok. Saya tidak akan marah sekalipun mas Bram akan menolak keberadaan Dewi." ucap Sofia.
Mereka bicara sedikit menjauh dari Dewi. Sofia tidak ingin Dewi membenci ayah kandungnya.
"Ma, Dewi sudah selesai sarapan dan minum susu." ucap Dewi setelah sarapannya tandas.
"Anak pintar. Sebentar ya sayang mama mau ambil tas dulu." Sofia pun berlalu ke kamarnya.
Beberapa menit kemudian, Sofia kembali dan berpamitan pada mbok Narti. Sekalian ia berpesan, jika sampai sore ia belum pulang, mungkin ia da Dewi akan menginap di apartemen miliknya atau di rumah peninggalan orangtuanya.
Setelah itu, ia dan Dewi berangkat.
••••••••••
Sebelumnya, Sofia menghubungi Bram melalui sambungan telepon. Beruntung, no ponsel Bram tidak di ganti. Sofia pun masih menyimpan no ponsel Bram, meski ia berganti nomor.
Ada rasa bahagia yang menyusup ke rongga dada Sofia. Meski ia tak menampik, jika ada rasa takut saat Bram menolak keberadaan putrinya. Putri yang selama ini ia sembunyikan dari Bram.
Dalam perjalanan, apa yang tidak pernah Dewi lihat, membuatnya terkagum. Gedung-gedung bertingkat yang menjulang tinggi, jalan-jalan yang di padati kendaraan, bahkan jalan tol serta patung-patung yang berdiri di tengah jalan pun tak luput dari perhatiannya.
Sama seperti layaknya anak-anak lain, Dewi pun selalu bertanya untuk memenuhi rasa ingin tahunya. Untungnya, mereka membawa mobil pribadi milik Sofia dulu.
Biasanya, mobil Sofia akan keluar ketika ia akan membeli bahan untuk membuat pakaian. Tapi kali ini, mobil itu membawa mereka menuju ibu kota yang sudah hampir enam tahun ini di tinggalkannya.
Kembali aku menapakkan kaki ku di ibu kota ini. Setelah sekian lamanya aku pergi meninggalkannya. Apa kau masih mencintaiku mas? Sama seperti aku yang masih dan akan terus mencintaimu. batin Sofia.
"Ma, kita sudah sampai?" tanya Dewi yang entah untuk ke berapa kalinya.
"Sebentar lagi ya sayang." jawaban yang sama dari Sofia.
Dewi kembali duduk diam dan memperhatikan jalan sekitarnya. Matahari tengah di atas kepala ketika mereka tiba di sebuah pusat perbelanjaan. Tempat Sofia berjanji temu dengan Bram.
Tak dapat di pungkiri, betapa jantung Sofia berdegup dengan kencangnya. Rasa senang, cemas, khawatir menjadi satu di dalam sana.
"Ayo sayang kita turun." ajak Sofia ketika ia sudah memarkirkan mobilnya dengan sempurna.
"Kita dimana ma? Bukannya kita mau ketemu papa? Apa ini rumah papa?" tanyanya polos. Sofia tersenyum mendapat pertanyaan beruntun dari putrinya.
"Bukan sayang, ini namanya mall." jawab Sofia.
"Dewi gak mau ah ma. Dewi kan mau ketemu papa." jawab Dewi sambil bersedekap. Wajahnya kini terlihat merajuk.
"Iya nak. Kita akan ketemu papa. Percaya sama mama." Sofia berusaha membujuk Dewi.
"Mama gak bohong kan?" ucap Dewi memastikannya.
"Iya. Mama gak bohong. Ayo, papa sudah menunggu." Sofia kembali mengajak Dewi.
Dewi pun menuruti perkataan Sofia. Mereka turun dari mobil dan masuk ke dalam mall terbesar itu. Sofia, membuka ponselnya dan mencari tempat yang di katakan Bram semalam.
Sofia akhirnya menemukan restoran yang menjadi tempatnya dan Bram janji-temu. Ia menuju kasir dan bertanya tempat yang sudah di reservasi oleh Bram. Setelah itu, seorang pelayan mengantarkannya menuju meja yang telah di reservasi.
Restoran itu adalah restoran dengan menu Thailand.
"Selamat datang nyonya. Silahkan menunya." sapa seorang pelayan.
"Dewi mau makan apa?" tanya Sofia.
"Apa saja ma." jawab bocah itu sambil melirik kanan dan kiri seperti mencari sesuatu.
"Oke, mama yang pesankan ya." Dewi mengangguk. Setelah mengatakan pesanannya, Sofia mengerti bahwa putrinya pasti mencari sosok ayah kandungnya. Karena sejak duduk di resto itu, Dewi terus mengawasi setiap sudut resto.
"Sebentar lagi papa sampai kok. Sabar ya." ucap Sofia seraya mengusap lengan putrinya.
"Tapi kenapa lama ma?" tanya Dewi. Sangat terlihat jelas jika Dewi begitu antusias bertemu ayah kandungnya.
"Hei, mama selalu mengajarkan Dewi untuk sabar kan?" ucap Sofia lembut.
"Maaf ya ma. Dewi tidak akan mengulanginya lagi." ucapnya merasa bersalah.
"Mama percaya."
Tak lama, makanan yang mereka pesan pun sudah berada di meja. Dewi segera melahap makanan di depannya. Selain karena memang sudah masuk jam makan siang, Dewi ingin saat bertemu dengan papanya, tidak terganggu dengan makanan.
Banyak sekali yang ingin Dewi lakukan bersama sang ayah. Pikirannya sudah membayangkan semua hal menyenangkan yang akan mereka lakukan.
Baru saja Dewi menyelesaikan makanannya, ia melihat seorang pria yang terlihat gagah dan tampan berjalan ke arah mereka. Ia terpanah melihat sosok pria itu.
"Sofia." sapa pria itu. Pria itu pun tersenyum melihat Dewi. Dewi balas tersenyum dan terlihat sangat antusias.
"Mas. Loh, sendiri? Mana Rianti dan Brian?" tanya Sofia ketika pria itu duduk di sampingnya.
Ya, pria itu adalah Bram.
"Mereka sedang memilih sebuah hadiah. Katanya, malam ini Brian di undang ke acara ulang tahun temannya. Jadi minta Rianti memilihkan hadiah." jawabnya.
"Oh, iya. Siapa gadis kecil ini?" tanya Bram kemudian.
"Papa, kenalkan aku Dewi." ucap Dewi yang langsung memanggil Bram dengan sebutan 'papa'.
Bram tertegun. Ia memandang Sofia.
"Bisa jelaskan ini?" tanya Bram dengan wajah terkejut.
"Iya mas. Dewi adalah putrimu." Bram semakin terkejut. Ada rasa tak percaya dalam benaknya. "Saat aku pergi, aku tak menyangka jika aku sedang mengandung dirinya. Maafkan aku mas, karena aku tidak pernah memberitahumu tentang keberadaannya."
Bram tak bisa bicara. Ia memandang Gadis kecil itu. Gadis yang keberadaannya tidak ia ketahui sejak hampir enam tahun ini. Bahkan, yang keberadaannya tak pernah ia duga.
Benaknya, di penuhi dengan banyak pertanyaan. Haruskah ia percaya?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 119 Episodes
Comments