Esok harinya, Sofia mendatangi Wijaya Group. Perusahaan yang di bangun Bram Wijaya bersama dengannya dari nol hingga sesukses saat ini. Tiba di gedung Wijaya Group, semua karyawan menunduk hormat padanya.
Sofia menuju ruangan CEO tempat suaminya. Ia pun di persilahkan masuk oleh Luna sekertaris suaminya.
"Langsung saja nyonya. Tuan sudah menunggu." ucap Luna. Sofia mengangguk dan masuk.
Di dalam ruangan...
"Ada apa Sofia, apa tunjangan yang kuberikan ada yang kurang?" tanya Bram tanpa melihat ke arah Sofia.
"Lihat aku mas. Katakan kau sudah tak mencintaiku lagi." ucapnya dengan nada bergetar menahan tangis.
"Hem... Rasa cintaku padamu sudah tak ada. Sekarang pergi lah." ucap Bram. Ia menatap mata Sofi.
Bohong. Aku tahu kau berbohong. Tapi ku akui, rasa cintamu sudah tak sebesar dulu. batinnya.
Maafkan aku Sofi, sejujurnya aku masih sangat mencintaimu. Tapi aku tahu kau terluka karena belum bisa mewujudkan keinginanku dari dirimu sendiri. Maaf. batin Bram.
"Kalau begitu, aku hanya ingin membawa mbok Narti bersamaku. Aku tidak butuh yang lainnya. Aku akan segera meninggalkan rumah itu. Aku pergi." ucapnya dengan meneteskan air matanya.
"Kemana kau akan pergi?" tanya Bram.
"Kau tidak perlu mengetahuinya. Aku tidak akan datang ke sidang perceraian kita. Apa pun keputusan hakim, aku akan menerimanya." Sofi segera berlalu meninggalkan Bram.
Bram tahu, Sofi saat ini semakin terluka. Sama sepertinya yang tak rela menjauh dari Sofi. Tapi ia tak ingin Sofi di bayangi rasa kecewa. Ia tahu, Sofi masih mengharapkan hadirnya buah hati mereka sendiri. Entah mengapa, Tuhan memberikan mereka cobaan seberat ini.
Perih... Hati Sofi dan Bram terasa amat perih.
Tiba di kediaman Wijaya, Sofia menemui mbok Narti dan menjelaskan segalanya. Mbok Narti begitu iba dan prihatin dengan masalah yang di hadapi nyonyanya. Ia pun menyetujui permintaan nyonyanya untuk meninggalkan rumah itu sebelum Rianti dan Brian kembali.
Siang itu, Sofia dan mbok Narti, meninggalkan segala kemewahan yang selama ini, mereka rasakan. Ada rasa sesak di dada Sofi, mengenang semua kenangan indah di rumah itu.
Sofi segera tersadar ketika mbok Narti menepuk pundaknya lembut. Mereka, segera meninggalkan ibu kota.
•••••••••••
Tiga bulan sudah, Sofia tinggal di kota yang sangat jauh. Ia yakin, perceraian sudah di kabulkan.
Namun, ia menyadari ada yang lain pada tubuhnya. Ia merasa semakin berisi.
"Nyonya, nyonya terlihat seperti sedang hamil." tutur mbok Narti.
"Jangan panggil nyonya lagi mbok. Saya juga tidak tahu mbok. Saya juga merasa heran." jawabnya.
"Apa tamu bulanan nyonya– maksud saya ibu, sudah datang kembali?" tanya si mbok.
"Entahlah mbok saya juga tak ingat. Biar nanti saya coba ke dokter." jawab Sofi.
Mbok Narti pun melanjutkan pekerjaannya. Siang hari, ia mendatangi puskesmas di desa itu. Setelah memberitahu masalahnya, ia di suruh menemui bidan.
Sofi pun melangkah menuju tempat pemeriksaan kehamilan di puskesmas tersebut. Ia yakin, bahwa dirinya tidak mungkin hamil.
Setelah menunggu, ia mendengar namanya di panggil. Ia pun menjalani serangkaian tes. Setelah itu, tak lama kemudian hasilnya keluar. Sofia dinyatakan positif hamil. Dengan perkiraan usia kandungan tiga belas Minggu.
Ia terkejut sekaligus bahagia. Buah hati yang dinantinya selama sepuluh tahun, kini hadir di dalam rahimnya. Sekarang, ia bingung. Haruskah ia memberitahunya pada Bram? Akankah Bram percaya janin itu miliknya?
Ia berperang melawan batinnya. Tiba di rumah, ia memberitahu berita bahagia itu pada mbok Narti. Mbok Narti, turut merasakan kebahagiaan yang di rasakan Sofi. Ia juga tahu, saat ini Sofi tengah bimbang.
"Jika ibu ingin memberitahu bapak, silahkan ibu beritahu. Tapi jika ibu ragu, pikirkan dulu dengan masak. Saran saya, ibu beritahu pada bapak tentang janin itu." ucap mbok Narti.
"Saya sudah mengambil keputusan mbok, biarkan Bram tidak mengenal anak ini. Tapi, suatu hari nanti, saya akan beritahu anak ini tentang ayah kandungnya." ucap Sofi.
Terlalu banyak pertimbangan dalam hati Sofi. Hingga ia memutuskan tidak memberitahu keberadaan janin buah cintanya dengan Bram, pada Bram. Termasuk kebahagiaan Bram dan Rianti sekarang.
Biarlah, buah hatinya ini menjadi pelipur laranya. Biarlah, Bram tak mengetahui keberadaan buah cinta mereka.
••••••••••
Waktu terus bergulir. Saat ini, usia kandungan Sofi, sudah memasuki delapan bulan. Sebentar lagi, ia akan bertemu buah hatinya.
"Sayang, sebentar lagi mama akan melihat kamu. Mama senang sekali kamu ada bersama mama. Sehat-sehat ya nak." ucap Sofi seraya mengelus perutnya yang membuncit.
Sofi kini tengah menggeluti usaha yang ia jalankan ketika tiba di desa itu. Ia tak ingin bergantung terus pada uang yang di kirim kan Bram.
Sofi membuka usaha menjahit. Ia merancang sendiri baju-baju itu, dan mengembangkan sumberdaya manusia di sana dalam penjualan. Beruntung, usahanya cukup maju.
"Bu, jangan terlalu capek. Kasihan si dedek bayi." ucap mbok Narti yang membawakan susu untuk Sofi yang tengah menggambar rancangan yang sudah di pesan jauh hari sebelumnya.
"Gak mbok. Ini juga sudah mau selesai kok." jawabnya dengan tersenyum.
••••••••
Satu bulan kemudian, Sofi tengah merasakan mulas pada perutnya yang hilang dan timbul dalam sekejap. Sofi berjalan mondar mandir seperti nasihat bidan.
Saat rasa mulas itu semakin tak tertahan, ia segera memanggil mbok Narti dan pergi ke puskesmas. Untungnya, saat itu masih pagi menjelang siang.
Sofi pun di tuntun menuju ruang bersalin. Setelah berjuang selama beberapa jam, lahirlah seorang putri cantik, yang kelahirannya pun tak pernah di duga. Kehadirannya, tak pernah di ketahui ayah kandungnya.
Sofi, menamainya Dewi Adianna. Sofi merasa sangat bahagia. Ia merasa menjadi ibu yang sesungguhnya.
Hari-hari yang di lewatinya, kini semakin berwarna. Tidak ada hari tanpa rasa bahagia. Menjalani hari, ditemani sang buah hati dan melihat tumbuh kembangnya secara langsung.
Apalagi, Dewi adalah anak yang pintar. Sepertinya, gen kedua orangtuanya, menurun pada anak itu. Para tetangga pun, menyayangi Dewi. Mereka mengenal sosok Sofi. Karena rumah yang di tempati Sofia adalah peninggalan kakek dan neneknya.
Sementara, rumah peninggalan kedua orang tuanya, berada di ibukota. Termasuk apartemen. Semua itu, Sofi siapkan untuk masa depan putrinya.
Termasuk, usaha yang tengah di gelutinya ini. Ia yakin, ada bakat yang terpendam dalam diri Dewi. Entah itu bakat dari Bram ayah kandungnya, atau dari dirinya sendiri.
Sofia percaya, anaknya akan tumbuh menjadi gadis yang baik dan penuh percaya diri. Sofia bertekad, akan memberikan semua yang terbaik bagi masa depan putrinya.
Dewi, adalah anugerah terindah yang Tuhan ciptakan di tengah masalah yang merundungnya. Ia hadir, menjadi pelipur lara bagi Sofia.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 119 Episodes
Comments
Lestari Lestari
semangat thor
2022-03-17
1
re
Kasihan, heh laki lakinya ngak sabar sih,mn dicerai alasannya supaya tdk menyakiti sopi lg
2021-05-27
2
Ida Ismail
bagus ga usah beritahu sibajingan sialan
2021-05-25
4