Di pol Bus Malam
Mira menunggu jemputan yang dijanjikan oleh bosnya hampir 1 Jam.
" Berasa jarak antara Jakarta-Bogor aja sampai 1 jam. Apa Jarak Cibinong-Bogor sejauh ini?" Gerutu Mira. Melihat jam yang ada di layar hp miliknya. Namun jemputan belum juga datang.
" Pekerjaan paling menyebalkan.... Pufh!"
Mira berdiri, melihat arah jalan masuk, siapa tahu ada mobil atau motor yang datang. Namun nihil, tidak ada sama sekali.
Menyeka keringat yang meleleh di pelipis. Meminum minuman dingin yang ia beli dari pedagang keliling. Lumayan, ketimbang dia harus masuk mall besar yang ada di samping pol bus yang ia tumpangi. Setidaknya jika nanti jemputannya datang, dia tak harus meminta sang sopir untuk menunggu, hanya gara-gara ia tinggal beli minuman.
Mobil berwarna putih masuk dan berhenti tepat di depannya. Menurunkan kaca samping, sang pengemudi melakukannya agar bisa melihat apakah benar wajah yang tengah duduk sambil minum itu adalah orang yang sama dengan orang yang fotonya dikirim padanya oleh mbak ipar.
Mengamati lebih lama sampai orang itu selesai menegak minumannya. Dan ternyata benar bahwa itu adalah orang yang sama.
Terpana.... Terpesona....
Serasa tak ingin mengalihkan pandangan matanya pada sosok gadis manis berambut hitam yang tengah menatapnya.
Bagai adegan yang di pause... Saat pertama kedua pasang mata itu bertemu. Seakan tak ingin beralih pada objek lain yang sedang menunggu di belakang mobil sang pengendara.
Tiiiinnnn...!!
Barulah sang pengemudi tersadar jika mobilnya menghalangi mobil lain yang akan lewat. Dengan enggan ia melajukan mobil menuju tempat lain.
" Dasar aneh!" Mira kembali menggerutu melihat mobil berhenti di depannya, memandangnya, namun akhirnya meninggalkannya.
Kembali berdiri, ia memakai tas ransel berisi keperluannya selama ia bekerja di tempat baru.
Menggendongnya di belakang dan mengambil botol minum yang masih berisi setengah.
Semakin jenuh saja ia menunggu jemputan.
Jika aku tahu rumahnya, mending aku datang kesana sendiri.
Mira melangkah, mendekat ke jalan raya. Siapa tahu jemputan sudah terlihat.
Mana mungkin aku tahu seperti apa mobil atau motor yang akan menjemputku.
Mira menengok arah laju mobil, ke kiri, karena jika ke kanan berarti melawan arus. Kembali menyeka keringat dengan sapu tangan yang sudah lusuh, karena walaupun masih jam 9 pagi, namun entah kenapa udara sangat panas terasa.
Mobil berhenti dari arah dalam tepat di pintu keluar tempat Mira berdiri. Mira memperhatikan
mobil yang sama yang tadi berhenti di depannya, dan kini kembali berhenti lagi di depannya. Kembali menurunkan kaca mobil, namun kini tepat di kemudi, hingga terlihat dengan jelas siapa yang ada di dalam.
Mira memandang tak minat, karena ia tak kenal dengan siapa pengemudi itu. Hingga sang pengemudi membuka pintu mobil dan keluar berdiri di hadapannya.
" Mira Adinda ya?" Tanyanya.
Mira mengangguk, namun tak menjawab dengan suara. Mendongak pada sosok yang sedang mengajaknya bicara tanpa melepas kaca mata hitam yang bertengger di hidung mancung pria bule di depannya.
" Yang akan bekerja di tempat bu Rita?" Tanya orang itu sekali lagi.
Dan Mira hanya mengangguk.
" Saya adiknya." Rayyan mengulurkan tangan, mengajak kenalan, namun Mira hanya menatap tangan Rayyan yang mengulur padanya.
Tahu tangannya tak bersambut, Rayyan menarik kembali tangannya dan tersenyum menahan malu.
" Panggil saja Rayyan." Lanjutnya, namun kini ia mengantongi tangan yang tadi ia ulurkan.
" Mira."
Heemmmm.... Suaranya alus pisan euy.....
Kembali terpana dengan suara Mira, Rayyan terpaku pada sosok yang membuat hatinya serasa tergelitik sejak melihat foto orang yang kini berdiri di depannya.
" Saya menunggu jemputan dari bu Rita."
Satu kalimat Mira menyadarkan Rayyan akan tugasnya datang kesini.
" Oh... Maaf. Saya yang jemput. Masuk yuk."
Rayyan membimbing Mira berputar menuju arah sebelah kemudi, dan membuka pintu depan untuk Mira. Mira hanya menurut tak banyak bicara. Begitulah Mira jika bertemu dengan orang asing. Cenderung tak banyak bicara.
" Maaf menunggu lama ya."
Rayyan melajukan mobil, keluar dari tempat Mira tadi menunggu.
" Lumayan." Mira melepas tasnya agar tak mengganjal dipunggungnya dan meletakkan di atas pahanya.
Rayyan memperhatikan sekilas, karena ia harus membagi fokus pandangannya dengan jalanan yang padat merayap.
" Kalau berat, letakkan di belakang."
Mira tahu yang dimaksud Rayyan, namun ia menolak dengan alasan bahwa itu tak berat sama sekali.
Mira memperlihatkan senyuman manis saat mengucapkannya, dan itu terlihat jelas dari balik kaca mata hitam yang Rayyan kenakan.
Manis
Rayyan semakin terpana, namun ia sadar bahwa ia saat ini sedang menyetir. Berusaha untuk tak begitu kentara jika senyuman itu begitu mempesona, Rayyan memasang earpiece bermaksud menghubungi kakaknya, padahal ia ingin mengalihkan bayangan senyum yang diberikan oleh Mira untuknya.
" Hallo mbak, aku udah ketemu ini." Rayyan memberitahu mbak Rita saat sambungan teleponnya sudah terhubung.
" Kamu antar langsung ke rumah ya, Geby udah gak sabar mau ketemu ma encus."
" Tapi mama bilang suruh ke rumah dulu." Ucap Rayyan.
" Kanapa?"
" Mama mau titip sesuatu untuk Gembrot."
" Jangan panggil begitu, nanti anaknya marah lagi sama kamu!"
" Kan emang Geby Gembrot... Hahaha..."
Rayyan tertawa mendengar kakaknya melarang memanggil anaknya dengan sebutan gembrot, walaupun kenyataannya emang gendut. Kadang melirik Mira dari balik kaca mata hitam, modus agar tak diketahui jika sedang mencuri pandang. Mira tentu saja tak tahu itu, karena ia sedang memperhatikan angkot yang hampir sama warnanya, yaitu biru dan hijau yang bertebaran di jalanan.
Benar juga kalau bogor selain dijuluki kota hujan, namun juga kota sejuta angkot.
Rayyan membelok menuju rumah mama Sarah.
Mira hanya diam namun membatin apakah ini rumah majikannya.
Tak begitu besar, namun mewah, apik dan asri. Banyak tanaman hias yang beraneka macam di sana, membuat sang tamu yang berkuntung akan terpesona dengan taman indah di halaman rumah itu.
Seorang wanita paruh baya keluar. Mira masih di dalam mobil, namun bisa melihat dengan jelas wanita yang sedang berjalan menuju tempatnya. Sudah tua, namun masih terlihat cantik, karena terawat. Berbeda dengan ibunya yang masih belum tua, namun tak terawat. Bagaimana akan merawat diri, jika untuk kebutuhan sehari-hari saja harus banting tulang. Namun belum cukup juga.
" Rayyan, mana dia." Suara perempuan itu kini terdengar. Mira membuka pintu mobil dan keluar menemui ibu dan anak yang ada di depan mobil.
" Selamat siang Bu, saya Mira."
Mama Sarah memandang dari atas ke bawah calon pengasuh anak dan cucunya. Tersenyum ramah dan menyambut tangan terulur milik Mira.
" Panggil oma." Ucapnya.
" Semua panggil begitu, kecuali anak nakal ini." Mama Sarah melihat ke Rayyan yang pura-pura tak melihat mereka, padahal ia senang dengan antusias sang mama menyambut sang bidadari
yang ia bawa.
" Iya oma." Mira tersenyum.
" Manis sekali, pasti Geby dan Gea senang punya encus sepertimu." Puji mama Sarah, sambil melirik ke arah Rayyan.
" Mudah-mudahan oma."
" Ayo masuk dulu. Sarapan baru nanti ke rumah Geby, nanti biar oma yang antar."
" Aku aja ma, sekalian ke bengkel." Rayyan langsung menyahut, mendengar mamanya akan mengantar Mira. Padahal itu hanya akal-akalan mama Sarah untuk melihat reaksi sang anak.
" Oma juga pengen ketemu sama cucu oma, apa salahnya." Mama belum menyerah.
" Kemarin kan udah ma, nanti aku bawa ke sini deh ya. Sayang kan bensinnya kalau cuma buat bolak-balik. Enak sekalian jalan aja." Saran Rayyan.
" Bensin tinggal minta papa, kan dia punya pertamina." Mama tak terima alasan Rayyan yang tak masuk di akal.
Rayyan meluruhkan bahunya, tanda ingin meminta belas kasihan pada mamanya, namun mama Sarah tak mau kalah dan membawa Mira
masuk ke rumah.
" Ayo masuk dulu, sarapan. Belum sarapan kan tadi."
" Belum oma."
" Rayyan, mana kunci mobil mama."
Dengan berat hati Rayyan memberikan kunci yang ia pegang pada mamanya.
" Bi Ijah, tolong sarapan untuk Mira ya."
Mama mencegat bi Ijah yang kebetulan lewat.
" Beres oma, ini encusnya Geby oma? Masa Allah, geulis pisan. Bisa tak jadiin mantu ini." Bi Ijah mengusap lengan Mira dengan gemas. Mira hanya tersenyum. Sedang mama Sarah melirik ke arah Rayyan yang cemberut, melepas
jaket dan kaca mata tepat saat Mira memperhatikannya.
Mira memandang dengan tak percaya pada sosok yang hanya mengenakan kaos putih dan celana hitam panjang yang duduk di sofa sambil melirik ke mama Sarah yang membaca majalah.
Bi Ijah menarik lengannya dan mengajak ke meja makan yang tak jauh dari sana. Namun matanya masih tetap memperhatikan sosok laki-laki bernama Rayyan. Baginya seperti tak asing. Tapi ingatannya seperti abu-abu, tak jelas. Kadang ia menemukan sosok itu seperti pambalap yang ia idolakan, tapi kadang kemustahilan lebih dominan di otaknya. Hingga ia memandang beberapa foto yang berjejer di ruangan keluarga.
Mira berdiri berjalan mendekat ke beberapa foto yang memperlihatkan seorang pembalap dengan motornya, ada juga dengan piala dan yang sangat membuatnya terkejut adalah foto yang sama dengan poster yang terpasang di kamar Andre.
" He'em! Itu foto den Rayyan neng." Bi Ijah meletakkan nampan berisi sarapan untuk Mira.
" Rayyan Aquino bi?" Tanya Mira memperjelas.
" Ya iya neng, emang siapa lagi. Tuh orangnya."
Mira mengikuti telunjuk tangan bi Ijah yang mengarah pada sosok yang sedang berdiri mengambil minuman di kulkas yang tak jauh dari tempat Mira berdiri.
" Apa?" Rayyan bertanya pada bi Ijah.
" Ini, neng Mira tanya tentang Aden." Jelas bi Ijah.
Rayyan mengalihkan pandangannya pada Mira yang takjub memandangnya, bahkan matanya kini bersinar penuh kekaguman dan senyum itu yang tadi hanya sedikit terlihat, kini dengan sangat jelas lebarnya. Membuat Rayyan terheran dengan apa yang ia lihat pada Mira.
Pandangan matamu? Apakah kau juga menyukaiku Mira Adinda?
Jempolmu semangatku ...... Ayo! Mainkan jempol kalian setelah membaca, agar likenya bertambah. Vote hadiah juga boleh... Komentar jangan lupa.... Luv U all.... 😍😍😍
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 143 Episodes
Comments
Abdillah 104
wah Cibinong,, makasih author udah sebut nama tempat tinggal aq 😁
2023-04-23
0
tatah tutuh
💪💪💪💪💪
2022-12-21
0
Fitri
seruu thor
2022-10-20
0