Membuka amplop, menarik kertas yang terselip diantara lembaran uang berwarna biru dan merah.
" Masih sama, jika begini mana cukup!"
Mira Adinda mendesah, menyelipkan kembali selip gaji dan menghitung jumlah uang di dalam amplop tanpa mengeluarkannya.
" Satu juta."
Jumlah gaji Mira bulan itu sudah terinci akan dikeluarkan untuk apa saja, dan sudah dipastikan kalau besok dia sudah tidak memegang uang itu.
" Kak, bayar sekolah." Andre, adik Mira mengulurkan tangan saat Mira masih memegang amplop berisi uang itu.
" 300 ribu kan, nih." Mira menyodorkan 3 lembar merah ke tangan Andre, adiknya.
" Jatah bensin mana?"
Mira melirik sebentar, kemudian mengambil lagi 1 lembar warna biru.
" Ini dulu, yang lain nyusul ya. Mbak harus bayar cicilan motormu." Mira memberikan uang tambahan untuk membeli bensin pada Andre.
" Ok, trima kasih kakakku sayang."
" Hem." Mira mengangguk, " belajar yang bener." pasannya pada Andre.
" Pasti."
Ibu menatap iba pada dua anak yang sedang berkomunikasi di dalam ruang makan itu. Menitikkan air mata, merasa sedih karena menumbalkan anak perempuannya untuk menjadi tulang punggung keluarga. Membiayai sekolah adiknya dan menanggung biaya kebutuhan lainnya. Sedang sang ayah, malah kabur dengan perempuan lain.
" Malang memang nasibmu nak" Ratap Ibu Santi, ibu dari Mira dan Andre.
Mira Adinda, gadis berusia 23 tahun. Gadis cerdas, namun tak beruntung. Harus merelakan kecerdasannya yang tak terfasilitasi karena tidak punya biaya untuk melanjutkan pendidikan, hingga ia memilih bekerja setelah tamat sekolah menengah atas.
Saat ini, ia bekerja menjadi staf tata usaha di sekolah swasta, karena rekomendasi dari guru BK yang menyayangkan kepintarannya. Dengan senang hati Mira menerima tawaran pekerjaan itu, setelah tak lama ia menerima ijazah SMA-nya.
5 tahun berkerja, bukan pundi-pundi uang yang menumpuk ditabungannya, bahkan sekarang ia bingung harus mencari tambahan
pendapatan untuk kebutuhan Andre yang masuk sekolah kejuruan. Sedang sang ibu hanya bekerja menjadi buruh cuci dari rumah ke rumah, pendapatan hanya cukup untuk makan sehari-hari.
* * * * *
" Mbak, jagoanmu kalah tuh." Teriak Andre yang sedang menyaksikan motor balap ditelevisi sore itu, sedang Mira masih masuk mengambil minum di dapur.
" Kok bisa, padahal dia dari tadi di depan, jaraknya sama yang keduakan juga jauh." Mira buru-buru berlari dari dapur, untuk melihat apa yang terjadi dengan sang jago.
" Ya ampun..... Sayang banget, padahal tinggal
dikit lagi. Kok bisa ya?" Mira melihat tubuh rider jagoannya yang sedang ditandu oleh tim medis menuju ambulance.
" Itu namanya nasib kak. Sekarang beruntung, lima menit kemudian buntung." Sok bijak si Andre menimpali keheranan sang kakak.
" Sok-sokan lu!"
Mira berjalan menuju kamar, mengambil hpnya yang berdering.
" Halo San."
San, Sania adalah panggilan sahabat Mira yang bekerja jadi TKW.
" Apa kabar kamu Mir?"
" Alhamdulilah, sehat. Kamu gimana?"
" Sama. Kamu gak mau nyusul gitu? Lumayan lho, disini gajinya gede, bisa cukup untuk biaya adikmu, bantu ibumu."
" Aku bingung San. Kamu tahu sendiri, ibu melarangku pergi, kalaupun boleh aku sudah nyusul kamu dari dulu."
" Tapi kamu sekarang butuh uang banyak lho! Lihat Andre sekarang masuk sekolah kejuruan, butuh biaya gede, terus belum cicilan motormu." Santi terus membujuk agar Mira ikut kebekerja bersamanya.
" Aku bilang sama ibu lagi ya, siapa tahu kali ini boleh." Ucap Mira.
" He'em. Nanti kalau boleh bilang aja, aku bantu biaya buat ke PJTKI, biasanya ada biaya yang dibayar dimuka, kalau mau potongannya kecil."
" Ma kasih lho San." Mira terharu dengan kebaikan sahabatnya itu.
Andai ibu tak melarang, mungkin dia sudah bisa menabung banyak, dan tidak bingung masalah biaya sekolah Andre.
* * * * *
" Ibu pokoknya ndak setuju!" Dengan keras ibu tak mengijinkan niat Mira untuk ikut Sania.
" Kamu tahu, banyak nasib TKW yang jadi korban pemerkosaan. Bahkan banyak yang hilang tanpa kabar, dan parahnya lagi tiap hari Ada yang disiksa. Kamu tidak lihat di berita tentang kasus para TKW!" Ibu mengatakannya dengan nada keras, membuat Andre segera menghampiri kakak dan ibunya yang sedang berada di dapur. Ia mematung disana, menatap iba dengan apa yang diucapkan oleh kakaknya.
" Tapi kan Andre butuh uang banyak bu untuk sekolah. Dan ibu juga tidak harus bekerja jadi buruh cuci lagi kalau aku punya gaji kayak Sania. Dan nyatanya Sania juga baik-baik aja kan bu?" Mira mencontohkan Sania yang sukses bekerja di luar negeri tanpa mengalami nasib seperti yang dikawatirkan ibunya.
" Pokoknya ibu tidak setuju!" Ibu masih kekeh dengan pendiriannya.
" Aku juga kak! Kalau kakak keberatan dengan biaya sekolahku, aku bisa berhenti dan bekerja." Andre ikut melarang Mira.
" Mana bisa begitu. Kamu harus sekolah, setidaknya jika kakak nanti menikah, kamu bisa punya kerjaan bagus kalau sekolah." Ucap Mira.
" Tapi biayanya juga banyak." Andre ingat tadi pagi ada surat edaran dari sekolah tentang biaya PKLnya yang mencapai lebih dari 3 juta, dan dia yakin pasti ibu dan kakaknya tidak punya uang sebanyak itu.
" Jangan kawatir Andre. Nasib orang siapa yang tahu, kamu sendiri bilang begitu kan tadi." Mira mengelus rambut Andre, adik semata wayangnya.
Ia memandang ibu yang malah menangis di sebelah mereka.
" Ibu jangan nangis, semua pasti ada jalannya." Hiburnya dengan merangkul sang Ibu.
" Maafkan ibu."
" Kenapa minta maaf, emang ibu salah apa?" Mira tak ingin ibunya merasa bersalah atas keadaan mereka.
" Karena tidak bisa memberikan kalian nafkah yang cukup."
" Jangan bicara begitu ya bu. Doakan saja kami anak-anak ibu semoga sukses dan keluar dari keadaan ini." Pinta Mira.
" Amin." Ibu dan Andre menjawab bersamaan.
Seandainya ayah tidak pergi dengan wanita itu, mungkin ini tidak akan terjadi!
Andre mengepal tangan di dalam saku celana yang berisi surat edaran dari sekolah yang akan ia berikan pada ibu.
Ingin mencari, namun kemana dia tak tahu. Ia tak mungkin meminta uang sebanyak itu pada ibunya yang hanya buruh cuci, dan kakaknya. Ia tahu persis berapa gaji bulanan kakaknya yang hanya bekerja menjadi staf tata usaha di sekolah.
Aku harus bantu mereka bekerja.
* * * * *
Pagi hari
Mira sudah bersiap pergi bekerja dengan diantar oleh Andre dengan motor cicilan yang ia beli.
Melintasi gang perkampungan, melewati depan rumah Bobby sang pacar Mira yang saat ini sedang kuliah di sebuah Universitas ternama di kota Bogor.
Mira selalu menatap rumah besar milik orang tua Bobby yang bekerja sebagai PNS. Jadi maklum saja jika anaknya bisa sekolah dengan pendidikan tinggi.
Sayangnya pagi itu, rumah yang biasanya sepi kini menjadi ramai dengan beberapa mobil yang terparkir di depan rumah Bobby. Mira heran, dalam pikirannya bertanya-tanya ' ada apa?'
" Dek, pelan." Mira menepuk-nepuk bahu Andre, agar memelankan laju motornya.
Andre menurut, ia paham dengan keinginan kakaknya.
Mira melihat beberapa orang yang mengenakan baju batik berlengan panjang, dan ibu-ibu yang mengenakan kebaya dan tatanan rambut yang dibuat sedemikian rupa agar cocok dengan pakaian yang dikenakan.
Mira semakin menajamkan pandangannya. Namun ia tak berani untuk masuk, karena ia tahu Bobby tak ada di rumah. Yang Mira tahu, kekasihnya itu sedang ada di Bogor, kuliah di sana.
Seorang tetangga Bobby kebetulan lewat, Mira meminta Andre berhenti.
" Maaf bu, mau tanya. Sedang ada acara apa ya di rumah pak Hardi? Kok ramai sekali?" tanya Mira sopan.
" Oh itu, anaknya pak Hardi kan menikah kemaren sama anaknya pak Slamet. Dan hari ini mereka akan mengadakan resepsi di gedung besar dekat plaza itu lho."
Deg
Menikah? Mas Bobby?
" Ya sudah dek, ini saya juga akan siap-siap mau ikut." pamit tetangga Bobby.
Mira tak menjawab, ia masih belum sepenuhnya percaya dengan berita yang baru saja dia dengar. Namun jika hanya berita, belum pasti benar, mana mungkin mas Bobby menikah? Lalu.....
Mata Mira terbelalak memandang iringan yang keluar dari rumah Bobby menuju mobil yang mewah berhias bunga yang terparkir tak jauh dari tempat Mira berdiri.
Pertemuan tak terelakkan antara Mira dan Bobby yang menggandeng mesra sang istri dalam busana pengantin.
" Mas Bobby?" Mira menggumam nama orang yang terkejut melihat dirinya.
" Mira!"
Mira langsung naik ke motor dan meminta Andre pergi dari sana.
Andre juga panas melihat penghianatan yang dilakukan pacar kakaknya itu, langsung melajukan motor dengan kecepatan penuh, meninggalkan Bobby yang mengejar mereka.
" MIRA.... TUNGGU!" Teriakan itu masih menggema di telinga Mira, namun hatinya terlanjur sakit, terluka namun tak berdarah yang ia sendiri tak tahu apakah masih bisa terobati.
Cinta pertamanya meninggalkannya, yaitu ayahnya. Sedangkan kini, pacar pertamanya menghianatinya.
Mira meraung dalam kesendiriannya, merasa tak percaya dengan apa yang terjadi padanya. Begitu berat, semuanya mengecewakan dan menghancurkan.
Mira Adinda Asli Indonesia
Jangan lupa tekan love, biar masuk daftar favorite Ok! 😉
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 143 Episodes
Comments
Lisa Icha
baru baca udah terasa sakit yg dirasakan Mira 😢
2023-04-23
0
Fitri
makin penasaran ceritanya
2022-10-20
0
☠ᵏᵋᶜᶟ༄༅⃟𝐐𝐌ɪ𝐌ɪ🧡ɪᴍᴏᴇᴛᴛ𝐀⃝🥀
mampir di sini kita
2022-01-19
1