Malam hari..
Zara yang baru saja selesai mandi dengan handuk yang menggulung rambut basahnya duduk didepan meja belajar, namun pikirannya tetap saja pada Saipul ia tahu dan sangat yakin bahwa Ipul mengenal lelaki yang tadi ditunjuk oleh Zara, tapi entah kenapa Ipul malah berbohong dengan mengatakan tidak mengenal orang itu.
"Si Ipul tuh emang mesti didesak terus biar ngaku." gumam Zara, namun seketika suara dari luar mulai mengusik ketenangan dirinya yang sedang memikirkan Ipul serta anak lelaki yang menggetarkan hatinya sejak pandangan pertama.
Memang Zara begitu mudah mengagumi seseorang padahal baru pertama kali melihatnya bahkan mengenal nya saja tidak.
"Zara lo ngapain?" teriakan melengking milik Dira terdengar begitu mengganggu gendang telinga siapapun yang mendengarnya.
"Zara keluar lo." kali ini diiringi dengan gedoran di pintu bahkan saking kencangnya pintu itupun sampai bergetar.
"Ck, nih orang mulai gila kali ya." maki Zara seraya beranjak menuju pintu yang memang sengaja ia kunci agar tidak ada sembarangan orang yang masuk kedalam kamarnya terutama dua orang ibu dan anak yang begitu membenci dirinya.
Sudah dipastikan kedatangan Dira ke kamar Zara itu untuk mencari gara-gara atau keributan dengan saudara tirinya, ya apalagi yang bisa dilakukan gadis itu selain membuat gaduh di rumah itu.
Meskipun Zara tidak melakukan apapun terhadapnya Dira akan mengusiknya, apalagi saat disekolah Zara sempat membalas kelakuannya sudah pasti saudara tirinya itu akan makin menjadi.
Zara membuka pintu yang masih digedor oleh Dira, hingga saat pintu terbuka tangan Zara cepat menangkap tangan Dira agar tidak mengenai dirinya.
"Berisik tahu nggak, kayak yang punya mulut elu doang apa, sampai lu buka selebar-lebarnya tuh mulut!!" kata Zara ketus memarahi Dira.
"Kok lu kurang ajar ya lama-lama." mata Dira sudah sangat tajam melihat gadis di depannya sekarang, sepertinya kekesalan yang tadi disekolah makin bertambah saat ini.
"Bodo amat, emang gue pikirin." kata Zara mengejek.
"Mamaaaah." Dira berteriak memanggil mamahnya tentu saja ia mencari dukungan untuk menghadapi Zara.
Zara malah menyilangkan kedua tangannya di dada menunggu kedatangan wanita yang dipanggil oleh Dira bak seorang pahlawan.
Langkah kaki yang berjalan cepat mulai terdengar, dan itu artinya orang yang dipanggil oleh Dira akan segera muncul.
"Kenapa lagi kalian berdua?!" suara Dewi langsung terdengar diambang tangga bahkan saat sosoknya belum terlihat.
"Nih Zara mah, dia gangguin Dira." adu Dira yang padahal dirinya sendiri lah yang mengganggu Zara yang dari pulang tadi terus berada didalam kamarnya sendiri.
Padahal dengan adanya Dira didepan pintu kamar milik Zara sepatutnya Dewi sudah bisa menilai siapa diantara kedua gadis itu yang mulai mengusik lebih dulu, namun Dewi tetaplah Dewi sang ibu tiri yang tak pernah memihak pada Zara dan tak pernah mau menyalahkan anaknya sekalipun anaknya sendirilah yang membuat masalah, ia akan terus membela sang anak apapun perbuatannya.
Sungguh tidak adil bukan? memang, bahkan sejak pertama mereka datang kedalam kehidupan Zara kedua wanita di depannya sekarang tidak pernah sekalipun berbuat baik terhadapnya baik didepan atau di belakang mendiang ayahnya perlakuan mereka tetap sama dan mirisnya ayahnya sendiri seolah membiarkan itu terjadi seperti tidak pernah mau ambil pusing untuk membela Zara barang sekalipun.
"Zara! kami bisa nggak sehari aja nggak buat keributan di rumah ini?!" Dewi menghardik Zara.
"Rasain." kata Dira seraya mencibir pada saudara tirinya itu.
Zara hanya mendengus saja tanpa mau meladeni perkataan Dira ataupun sang ibu tiri yang sepertinya akan menjadi lebih murka jika ia menjawab.
Dewi memberikan tatapan yang amat tajam untuk anak tirinya itu.
"Udah belum?" tanya Zara yang mulai malas mendengarkan ocehan-ocehan Dewi beserta anaknya.
Mendapat pertanyaan seperti itu malah makin membakar Dewi, tangannya lantas menunjuk kening Zara dengan kencang hingga kepala Zara bergerak ke belakang.
"Kurang ajar kamu ya makin lama, apa kamu tidak sadar kamu ini numpang di rumah saya!" sentak Dewi.
Zara berdecih lalu tertawa mengejek.
"Sepertinya Zara lah yang lebih pantas berkata seperti itu pada kalian berdua."
Pernyataan Zara membuat Mata Dewi dan Dira membelalak lebar, terkejut sudah pasti karena mereka tidak menyangka bahwa Zara akan berani mengatakan hal itu.
"Sekarang kamu sudah berani menjawab rupanya!" bentak Dewi.
"Loh memang ini rumah saya kan?hanya ayah saya yang terlalu buta mata hatinya hanya karena wanita sepertimu hingga menyerahkan rumah yang sebenarnya adalah milik ibuku kepada kalian berdua!!!" kata Zara pedas yang tentu saja tidak bisa diterima oleh Dewi.
Wanita yang selalu berpenampilan wah itu langsung saja menarik handuk yang menutupi rambut Zara hingga lepas dan rambutnya yang masih basah tergerai.
"Kurang ajar kamu ya, sudah berani melawan saya!!" tak hanya menarik handuk kini Dewi menarik rambut Zara dengan kencang hingga Zara merasakan kulit kepalanya tertarik.
Sedang Dira yang menyaksikan hal itu malah terlihat senang melihat bagaimana ibunya menjambak Zara dengan sangat sadis.
"Terus mah, emang kurang ajar dia nih semakin lama, nggak bisa didiemin." Dira mengompori sang mamah agar bertindak yang lebih lagi untuk menyakiti Zara.
Dewi yang mendapatkan dukungan dari sang anak terus saja menarik-narik rambut basah Zara.
Tangan Zara berusaha untuk melepaskan tangan Dewi dari rambutnya tapi gagal, hingga pada akhirnya tangan Dewi mendekat ke wajahnya Zara pun tidak menyianyiakan nya langsung saja ia menggigit tangan Dewi dengan sangat kencang hingga wanita itu berteriak kesakitan dan melepaskan rambut Zara.
"Aaaawwww, Dira tolongin mamah Dira, tangan mamah digigit." mengadu pada sang anak.
Dira mencoba menarik tangan sang mamah agar lepas dari gigitan Zara yang begitu kencang.
"Cepat Dira, mamah sakit ini." keluh Dewi meminta pertolongan.
"Lepasin mamah gue!" bentak Dira dengan mata yang melotot pada Zara.
Setelah merasa puas Zara pun melepaskan gigitannya dan mendorong kedua wanita itu hingga terjatuh duduk lalu menutup pintu kamar dan menguncinya.
"Woi keluar lo sini." Dira buru-buru bangun dan menggedor pintu kamar namun Zara tidak menggubrisnya.
Zara memungut handuk yang tadi dilemparkan oleh Dewi dan kembali duduk dimeja belajarnya seraya memijit kepalanya yang terasa sakit akibat jambakan yang dilakukan oleh Dewi.
Zara hanya melirik benci kearah pintu yang masih mendengungkan gedoran yang sangat kencang.
"Dira bantuin mamah." pinta Dewi kepada anaknya.
Sadira beralih pada sang mamah dan membantunya untuk berdiri.
"Tangan mamah nggak apa-apa?" tanya Dira.
"Gimana yang nggak apa-apa, nih liat tangan mamah sampai begini." menunjukkan tangannya yang robek serta mengeluarkan darah yang cukup banyak, sepertinya Zara menggigit tangannya dengan sepenuh hati akibat kemarahan yang selalu ia pendam sejak dulu.
Dira tampak tercengang melihat darah yang keluar.
"Harus segera diobatin mamah, takut kena rabies."
ujar Dira.
"Memangnya kamu pikir mamah digigit anjing!" sentak Dewi.
"Iishh siapa tahu aja dia punya penyakit anjing gila." sahut Dira lagi mulai mengatai Zara yang aneh-aneh.
"Iya juga ya, ya udah ayok antar mamah ke dokter buat obatin ini." ucap Dewi menarik Dira pergi dari tempat itu.
"Darah nya makin banyak lagi keluarnya." imbuh Dewi memperhatikan cairan merah yang makin meleleh keluar.
Dira tidak menjawab perkataan mamahnya karena ia sekarang sedang sibuk memesan taksi online untuk mengantar mamahnya ke dokter.
**************
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 180 Episodes
Comments
Masfaah Emah
bru x ini ada anak tiri bisa ngelawan ibu tiri nya 👍👍👍😅😅😅
2022-08-15
0
Neli Allen
kamu harus ngelawan zara .unt apandi diemin orang sperri itu sdh numpak sok menguasai lg dak tau diri benar
2022-04-21
0
Homsiah
lawan aja jgn takut za
2021-12-01
0