Orang asing

Fireworks

Do you ever feel like a plastic bag, drifting through the wind

Wanting to start again

Do you ever feel, feel so paper thin, like a house of cards,

One blow from caving in

.........

You just gotta ignite the light And let it shine

Just own the night Like the fourth of July

Cause baby you're a fireworks

Come on show them what you worth, make them oh oh oh

As you shoot across the sky

***             Kathy Perry***

"Saya akan meletakkan Anda di salah satu perusahaan saya. Agak jauh. Di luar pulau," jelas Daniel Pradipta.

"Siap," jawab Gary dengan nada khasnya, tegas dan datar.

"Saya juga sudah menyetel posisi yang paling cocok untuk Anda," lanjut laki-laki berkharisma yang anehnya adalah mertuanya sekarang.

"Kalian akan tinggal di perumahan milik perusahaan. Jangan terlalu khawatir, Isabel. Fasilitasnya cukup bagus dan ada kota kecil di dekatnya," nyonya Pradipta ganti menjelaskan. "Kupikir lingkungannya sangat bersahabat. Kami sudah membuat identitas baru untuk kalian."

Tuan Pradipta mendekati Anna. "Dan untukmu gadis kecil, ada taman kanak-kanak untukmu. Yah, sementara ini."

"Oh, aku masuk sekolah?" Mata Anna bersinar gembira.

"Tapi, kau tahan diri sedikit ya. Jadi anak taman kanak-kanak biasa," pesan ayah Isabel lagi.

Anna mengangguk sambil tampak berpikir.

Daniel Pradipta tersenyum.

"Jika si bayi lahir, kami akan mengirimkan seorang pengasuh bayi berpengalaman yang bisa Anda bawa pergi selama Anda membutuhkan. Tenang saja. Kami yang menggaji dia langsung ke rekeningnya. Tapi Anda dilarang untuk berhuhubungan lanhsung dengan keluarga kami."

"Ya, Bu. Bisa saya mengerti," jawab Gary walaupun dalam hati ia masih belum bisa membayangkan bagaimana ia bisa menghadapi satu lagi anak. Tapi ia sudah bertekad, dan itu harus ia jalankan.

"Jika selama beberapa waktu ini Anda berubah pikiran, Anda tinggal bilang dan kami akan mengambil bayi itu dan menyerahkannya untuk diasuh atau diadopsi orang lain."

Gary melirik si putri untuk melihat reaksinya ketika masalah bayi ini dibicarakan.

Isabel pasang muka acuh dan jengkel, seperti biasa.

Gary tidak melihat setitikpun rasa keibuan dalam ekspresi si putri manja. Ia malah melihat kejengkelan yang masih menggayut jelas.

Isabel malah menyindir ibunya. "Baiklah. Seperti biasa. Ibu selalu punya rencana untuk mengatur banyak hal."

Sang ibu hanya mendelik kesal.

"Okee. Mari kita mulai sandiwara kecil ini. Semoga terasa cepat berlalu supaya aku bisa kembali ke sini dan melanjutkan hidup normalku," lanjut Isabel tanpa beban.

Anna memandang si calon ibu dengan heran. Tidak punya hati, pikirnya. Andai dia merasakan yang kurasa, tanpa seorang ibu lagi....

Dan tiga hari setelah pernikahan, keluarga Bhaskara, begitulah identitas baru yang diberikan ibu Isabel, dikirim diam-diam ke tempat itu. Perumahan karyawan perusahaan pengolahan pulp menjadi kertas itu berukuran sedang.

Sempit, menurut Isabel yang terbiasa hidup dalam rumah besar dan mewah.

Rumah itu memiliki tiga setengah kamar, disebut setengah karena itu adalah kamar bayi yang terhubung dengan kamar utama di sebelahnya oleh sebuah pintu.

"Benar-benar matang rencana Mamaku. Seolah-olah aku mau membesarkan bayi di sini. Huh," rutuk Isabel. "Drama yang sempurna sampai ke detail setting-nya."

Gary hanya melewatinya tanpa menanggapi. Gadis rewel, pikirnya. Pantas saja orangtuamu pusing tujuh keliling menghadapimu.

Rumah itu sudah berperabot lengkap. Mereka datang hanya membawa pakaian secukupnya karena di dalam lemari ada sejumlah pakaian yang sudah disediakan.

Anna berteriak senang setelah membuka pintu kamarnya. Penuh buku dan mainan. Dindingnya berwarna pastel dengan suasana negeri dongeng. "Papa, lihat. Aku jadi peri!"

"Kau akan selalu jadi periku," Gary mengecup kening Anna.

"Kalau boleh, aku mau peluk Opa dan Oma yang baik hati. Aku mau kamar yang seperti ini jika kita pindah ke rumah kita sendiri nanti ya, Pa?"

"Tentu, Sayang. Tentu."

"Nona Isa.... eh, Mama... Ayolah, tersenyum sedikit saja untuk anakmu ini."

Tak bisa menolak, Isabel tersenyum.

"Nah, itu manis sekali. Harus banyak senyum. Apa Mamaku ingin cepat berkeriput?"

Ya, manis, batin Gary. Tapi mulutnya pedas.

Pedasnya mulut Isabel semakin menggigit ketika mereka menengok kamar utama. "Jangan harap aku tidur denganmu," katanya marah.

Gary berusaha tak mendengarkannya.

"Kau ingat perjanjianmu dengan orangtuaku, kan?"

"Huh. Jika aku boleh pilih, aku lebih suka tidur di kamar Anna. Atau di kamar kosong itu," jawab Gary datar.

Isabel benci dengan nada datar suara itu. Terasa meremehkan. Ia menghentakkan kaki dengan kesal.

Nah, aku salah bicara pula? Si rewel ini memang bikin pusing. "Tapi kau kan juga tahu kita harus bisa memainkan drama ini dengan baik. Bagaimana bila tetangga berkunjung dan tak sengaja melihat...."

"Hei, sudah. Aku paham," potong Isabel. "Aku tidak bodoh. Aku hanya tidak ingin berbagi kasur denganmu."

"Oke. Baik. Stop.  Aku bisa tidur di kamar bayi. Tinggal tambahkan kasur, beres. Jangan ribut lagi, Tuan Putri."

"Jangan sebut aku begitu. Aku tidak suka."

"Yeah, right."

"Apa maksudmu?" Isabel menaikkan suaranya.

Hebat, batin Gary. Belum satu jam ia sudah mengajak bertengkar? Putri manja sejati. Selanjutnya Gary menulikan telinga dengan segala ocehan Isabel. Dia menyusun rapi pakaiannya dalam walk in closet, sedangkan si putri melemparkan separuh pakaian yang dibongkarnya dari koper secara sembarangan.

Gadis serampangan, keluh Gary. Ia yang terbiasa hidup teratur secara militer sudah geram dan ingin merapikan kekacauan itu. Tapi biarlah, pikirnya lagi, aku bisa menyusunnya nanti kalau dia sudah kehabisan energi. Dia keluar menjumpai Anna di kamar barunya.

"Lihat, Pa. Lengkap kamarku. Tuan dan Nyonya Pradipta sangat perhatian, kan?"

"Hmm, Sayang. Konsisten. Jangan sebut nama mereka selama kita di sini. Oke?"

Anna mengangguk sambil mengacungkan jempol. Ia kemudian sibuk memamerkan buku, mainan, dan isi lemarinya pada Gary.

"Dan jangan lupa menyebut granat nanas itu 'Mama'," Gary tersenyum ketika menyebutkan lelucon itu.

Anna tertawa. "Mercon banting, Pa. Tapi jenis yang cantik."

Mereka lalu tertawa bersama.

Isabel menutup kedua belah telinganya dengan bantal mendengar tawa mereka. Ya, ampun! Tidak bisakah perutku ditiup saja seperti balon supaya si bayi cepat keluar? Bagaimana aku bisa hidup walau sementara dengan orang-orang asing aneh ini? Isabel kembali menyesal tidak mendengar omongan orang tentang si playboy monyet kudisan. Tapi orang yang sedang jatuh cinta memang cenderung buta-tuli lingkungan. Mengapa oh mengapa!!

Dengan kesal ia melemparkan bantal di tangannya ke arah pintu. Tapi bidikannya meleset dan mengenai lampu meja.

Praaangg!!

"Pa?" Anna berhenti tertawa.

"Tidak apa-apa. Cuma petasan roket yang meledak."

Lalu mereka tertawa lebih keras lagi.

Terpopuler

Comments

Nila Kusuma

Nila Kusuma

istilah" mu pak tentara 🤣🤣🤣🤣

2021-06-27

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!