Beautiful In White
........
So as long as I live I love you
Will heaven hold you
You look so beautiful in white
And from now till my very last breath, this day I'll cherish
You look so beautiful in white
Tonight....
Shane Filan-Westlife
Gary tahu masalah ini tak akan mudah. Sama sekali tidak mudah. Dia menganggap ini adalah salah satu misi besar seperti ketika masih berdinas. Tapi dengan tujuan dan imbalan yang berdampak pada hidupnya. Dan hidup anak yang teramat disayanginya, Anna.
Anna sendiri, si lima tahun yang memorinya seperti spons, cepat menyerap semua dan paham situasi. Dia sudah mengalami yang lebih parah ketika tiba-tiba tidak bisa merasakan lagi sentuhan sayang kedua orangtuanya. Jadi, Anna tidak khawatir. Dia tidak keberatan menghadapi hal baru ini.
Termasuk membiasakan diri memanggil 'Mama' pada tuan putri cantik yang beberapa hari ini sedang mood untuk menangis dan menjerit-jerit heboh jika ada sedikit saja yang dianggapnya salah. Tapi, Anna mencoba paham. Tiba-tiba hamil lalu dipaksa menikahi orang asing yang punya anak cerewet. Siapa yang tidak histeris?
Dalam seminggu ini Gary dan Anna diminta tinggal di kediaman keluarga Pradipta untuk mempersiapkan beberapa hal.
Pengenalan medan, menurut istilah Gary.
Masuk terowongan horor dulu sebelum masuk pasar malam, menurut Anna.
Suami istri Pradipta sering takjub dengan kecerdasan si bocah kecil. Mereka menyukai Anna.
Tuan Pradipta sering mengajaknya keliling rumah besar itu sambil bercakap-cakap. Topiknya kadang seperti kakek pada cucu, kadang seperti orang asing dalam masa orientasi. Jika Anna terlihat lelah, ia tak segan,segan menggendongnya.
Nyonya Pradipta membelikan banyak pakaian dan mainan. Untuk mengisi kamar di rumah baru, katanya. Dan ketika ia tahu Anna bisa dan suka membaca, ia langsung mengajak si gadis kecil memborong puluhan buku.
Dua minggu setelah pertemuan tak mengenakkan di taman dekat rumah kontrakannya, Gary sudah menyandang status suami.
Upacara pernikahan mereka selenggarakan dengan sangat sederhana dan berkesan rahasia. Hanya keluarga terdekat yang jumlahnya berkisar sekitar sepuluh orang yang diundang ke aula besar kediaman Pradipta.
Sang pengantin yang belum sepenuhnya sembuh dari sakit hati tampak kesal dengan pengaturan yang dibuat orangtuanya. Wajah mendung merengut yang dipasang Isabel saat pernikahan sungguh kontras dengan gaun putih yang dipakainya, yang menurut Gary masih menampilkan kecantikan si tuan putri yang setelah gaun indah itu dilepas, bakal berubah jadi ratu penyihir.
Sebelumnya Isabel sempat protes keras dan berdebat dengan kedua orangtuanya masalah pernikahan mendadak itu. "Ma, ini zaman single parent sudah lazim di mana-mana. Aku bisa membesarkan bayi ini sendiri."
Ayahnya tidak bisa mendukung kali ini. Laki-laki paruh baya itu sudah sepakat dengan istrinya. Ia malah sibuk bermain-main dengan si gadis cilik. "Kau belum paham juga inti masalahnya, Isabel?" kata sang ayah tanpa melepaskan perhatian pada papan catur di hadapannya. "Giliranmu, Anna. Ah, ya. Karena Isabel kita ini belum mengerti juga, bagaimana kalau kau saja yang menjelaskan pada dia?"
Anna tersenyum lucu dan menggeleng.
Isabel mendelik kesal karena tidak ada yang membelanya.
"Kau pikir si Kivandra junior itu akan diam saja? Kau terlalu naif," sela ibunya.
Naif! Gerutu Isabel dalam hati. Huh. Tapi jauh di lubuk hati ia harus mengakui bahwa orangtuanya benar. Ia memang terlalu naif. Dan kenaifannya berakibat fatal. Ia terlalu percaya janji manis dan kata cinta palsu si buaya darat.
"Maaf saja, ya. Mama sudah muak dengan dia dan aku tidak mau berurusan apapun dengan keluarga mereka. Seandainya kau tahu bisnis kotor apa saja yang mereka jalani, Isabel!"
Isabel terdiam. Ia baru menyadari sama sekali buta tentang latar belakang keluarga Tim.
"Kami tidak ingin bayi ini jadi alasan bagi mereka untuk ikut campur dengan kita dan merusak hidupmu nanti," lanjut ibunya tajam.
Isabel semakin kehilangan kata-kata.
"Maaf. Saat ini kami tidak bisa memberimu pilihan," ayahnya angkat bicara.
"Tapi kami janji. Setelah bayi ini keluar dari hidupmu, kau bisa memilih hidupmu sendiri," ujar Silvia Pradipta lagi.
"Eh, bayi ini nanti juga akan dibawa oleh Pak Tentara?" tanya Isabel heran.
Gary mengangguk pasti.
"Kenapa Isabel? Kau keberatan?" Nyonya Pradipta menyela. "Kami sudah setuju. Kalaupun nanti Letnan Bimantara berubah pikiran, kami akan tetap menyerahkan bayi itu pada orang lain."
Daniel Pradipta menarik napas. Ia menganggap ide istrinya ini agak kelewatan, tapi mengingat kondisi yang tidak lagi memungkinkan, ia hanya bisa setuju.
"Saya berjanji untuk mengasuhnya, Bu," kata Gary mantap.
Silvia Pradipta juga mengangguk mantap. Ia percaya laki-laki tegap ini bisa diandalkan mulai dari saat pertama ia melihatnya. Dan kepercayaannya semakin besar setelah mengenalnya beberapa hari ini.
"Tapi ada beberapa syarat yang harus dipenuhi sebelum kalian berangkat ke sana," lanjut sang Nyonya tegas.
Gary memperhatikan seksama seakan itu adalah prosedur pengarahan tugas militer dari atasannya.
Anna juga pasang kuping sementara matanya tertuju pada papan catur di hadapannya.
"Kalian tidak boleh menginjakkan kaki ke ibukota ini sementara kalian tinggal di sana. Komunikasi juga usahakan sehati-hati mungkin. Aku tidak ingin kalian terlacak dan usaha kami jadi sia-sia. Terutama kau, Isabel. Kau harus menghilang sampai bayimu lahir."
Isabel baru akan protes ketika ibunya lanjut bicara.
"Jadi, Anda Letnan Bimantara, harus memastikan dia tidak berkeliaran terlalu jauh dari pengawasan Anda dan lingkungan kalian nanti."
"Ya, Bu. Siap."
Isabel mendengkus sebal. Siap, siap. Kau pikir ibuku komandanmu, hah?
"Kalian akan diberi identitas baru selama tinggal di sana."
"Siap, Bu!" Anna menirukan ayahnya.
Semua tersenyum, tak terkecuali Isabel walau itu hanya senyum tipis. Ia boleh saja sebal pada laki-laki berwajah datar itu, tapi gadis kecil pintar ini, ia tak sanggup untuk tak suka.
"Bu?" kata nyonya Pradipta. Ia mendekati Anna dan meletakkan di pangkuannya.
Lihat kan, kata Isabel dalam hati. Mama yang tegas efisien saja suka pada dia. Anak yang menarik!
"Kau, Anna, harus mulai memanggil kami Opa dan Oma. Kau mengerti?"
Anna mengangguk senang.
"Satu lagi," lanjut wanita itu. "Kalian dua orang dewasa yang harus tinggal serumah dalam waktu yang agak lama. Letnan, jika Anda tidak ingin merusak kesepakatan kita, tolong kendalikan diri kalian. Jangan saling menyentuh. Kau dengar, Isabel?"
"Tentu, Bu. Siap laksanakan," jawab Gary. Dia? Hah. Memang kelihatan cantik, tapi lihat kelakuannya yang mirip angsa liar.
Wajah Isabel semakin masam. Hah. Laki-laki kaku ini? Please, Mama. Bukan tipeku. Bisa mati beku diriku kalau sampai jatuh ke pelukannya yang pasti seperti genggaman ekscavator, Isabel merutuk dalam hati.
"Pa, masih lama tidak adik bayiku lahir?" bisik Anna kepada Gary sambil memandang Isabel yang memasang wajah merengut.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 25 Episodes
Comments