Tawaran

Daddy's Little Girl

.......

He said you can be anything

You want to

In this great big world

But I'm always gonna be

Daddy's little girl

The Shires

Anna harus segera dibawa ke rumah sakit.

Luka bakar di punggungnya cukup parah. Rumah sakit lokal tidak bisa menjanjikan kesembuhan total. Mereka merekomendasikan beberapa rumah sakit besar di ibukota. Gary menjual semua peninggalan orangtuanya. Ditambah gajinya yang lumayan selama mengabdi di dinas militer, ia optimis bisa menyembuhkan Anna sekaligus membuka kehidupan baru di ibukota.

Dia selalu waspada dengan bahaya yang mengintainya. Sendiri, ia tidak takut dan sanggup menghadapi, tapi sekarang ia bersama gadis kecil rapuh yang begitu disayanginya.

Ia membawa Anna berobat dari satu rumah sakit ke yang lain, juga berpindah-pindah rumah kontrakan. Sampai Anna sembuh. Sampai lukanya kering walaupun masih meninggalkan satu garis memanjang sisa transplantasi kulitnya sendiri.

Gary takjub akan ketabahan si kecil selama menjalani perawatan. Hampir tanpa keluhan, rengekan, apalagi tangis seperti anak kecil seusianya. Tapi memang Anna bukan anak kecil biasa. Dia hanya mengernyit dan menggigit bibir bila efek obat penahan nyeri habis dan rasa sakitnya menyerang. Rasa sakit yang begitu dalam saat kehilangan orangtua, terutama sang ibu di depan matanya sendiri, di usia sangat dini membuatnya jadi seperti itu.

Anna anak istimewa. Di usia tiga tahun ia sudah lancar membaca. Entah bagaimana. Mungkin bakat dari lahir. Jack tidak pernah menyinggung masalah ini. Hanya saja hal ini membuat Gary bertekad untuk mengirim Anna ke sekolah yang pantas untuk si cerdas cilik.

Pada dasarnya, Anna dan Gary adalah dua pribadi yang serupa, tabah dan kuat tertempa bencana.

Pekerjaan apa saja dilakoni oleh Gary untuk menyambung hidup mereka. Dia bisa saja mendapat pekerjaan bagus dengan mudah dengan menyodorkan CV pengalaman kerja yang dia punya. Tapi itu bisa membuatnya terlacak dengan mudah. Tidak mudah hidup dalam batang-bayang.

Anna sudah empat tahun lebih. Sudah harus sekolah. Paling tidak sekolah biasa jika Gary belum sanggup mencari sekolah khusus untuknya. Tabungan semakin menipis. Sebagian besar habis untuk pengobatan Anna. Seringkali terpikir oleh Gary untuk kabur dari hiruk pikuk kota, kembali ke kampung halamannya. Biaya hidup jauh lebih toleran di sana. Tapi tempat itu adalah sasaran utama yang paling mudah dicari musuh-musuhnya. Dan ia khawatir, arang-arang menghitam sisa reruntuhan rumah Jack, akan menghantui pikiran Anna kembali.

Jadi mereka bertahan sementara di pinggiran kota, menyewa sebuah rumah murah, paling murah karena tidak diminati orang karena digosipkan berhantu, dan membeli sebuah pick up jelek yang hampir setiap minggu

diutak-atik mesinnya oleh Gary, untuk usaha angkutan barang.

Tanpa sadar Gary menggenggam erat kemudi mobilnya setelah mengingat perjalanannya bersama Anna sampai sejauh ini dan mendadak ia merasa cemas. Ia mencemaskan masa depan Anna. Beberapa hari belakangan ini ia terus menimbang-nimbang kemungkinan yang paling aman untuk mendapatkan pekerjaan yang layak untuk menghidupi Anna. Ia tersadar dari lamunan ketika Anna dengan suara keras menyuruhnya berbelok setelah membacakan dengan nyaring nama jalan yang mereka tuju. Untung saja si kecil itu menyimak saat Gary membaca alamat rumah Isabel yang didapatnya dari kartu pengenal dalam dompet wanita itu.

"Papa, rumah wanita ini sangat besar," kata Anna kagum ketika mereka diizinkan satpam penjaga gerbang untuk masuk ke halaman rumah keluarga Pradipta yang luas. "Dia pasti luar biasa kaya," katanya lagi.

Beberapa orang menunggu dengan raut muka cemas di pintu utama yang besar dan terang. Gary sudah menelpon ayah Isabel melalui ponsel yang urung dijarah olah para bandit.

Mereka mengangkat Isabel masuk, diiringi ibunya yang panik. Hanya Daniel Pradipta yang tetap tenang. Ia mengundang Gary dan Anna untuk masuk. Gary merasa tidak enak dan bermaksud langsung pulang, niatnya hanya membawa pulang si putri pingsan, tapi permintaan tuan rumah yang baik itu untuk meminta mereka tetap tinggal tak bisa ditolak.

Daniel Pradipta menyuruh para pelayannya menyajikan makanan dan minuman untuk mereka dan mengajak mengobrol. Gary menjawab pertanyaan lelaki berwibawa itu seaman dan sebiasa mungkin.

Tapi Anna yang bermulut cerewet mulai berkicau. "Papa mengusir bandit-bandit itu hanya dengan sekali

pukul. Maksudku para bandit, Tuan. Bukan Tuan Putri itu. Kalau dia pingsan sendiri."

"Anna..." sergah Gary.

Daniel Pradipta yang langsung menyukai si gadis cilik tersenyum. "Ah, Papamu kuat sekali. Beruntung Isabel bertemu kalian."

"Tentu saja. Papaku dulu prajurit hebat."

"Anna!" Tapi Gary sudah terlambat untuk menghentikan kata-kata Anna.

"Militer?"

Gary dengan terpaksa mengangguk.

Dua hari kemudian, secara mengejutkan suami istri Pradipta datang ke rumah sewaan Gary.

"Aku punya beberapa teman di dinas militer ehm maaf, mengecek tentang Anda, Letnan Gary Bimantara," ujar Daniel Pradipta lugas.

Wajah Gary langsung menegang.

"Prestasi Anda sangat mengesankan di pasukan khusus." Nada suara ayah Isabel semakin serius.

"Kami perlu bantuan Anda," giliran sang ibu bicara.

"Maaf, Nyonya. Tapi saya rasa Anda sudah tahu, saya sudah tidak berdinas lagi di sana."

Daniel Pradipta menatapnya lurus. Tatapan itu menyiratkan permintaan yang sungguh-sungguh.

Nyonya Pradipta melayangkan pandang ke seluruh ruangan. "Saya yakin Anda butuh sejumlah uang sekarang..."

Gary masih membisu tapi ia mulai mengikuti arah pembicaraan itu.

"Kami akan memberikan sejumlah besar uang, atau barang, yang jumlahnya bisa Anda gunakan untuk menjamin kelangsungan hidup keluarga Anda dan pendidikan anak Anda dengan sangat layak."

"Dengan syarat apa?" tanya Gary langsung.

Silvia menatap suaminya yang memberinya isyarat persetujuan. "Anda harus menikahi Isabel, anak tunggal kami, yang Anda tolong dua hari lalu, sampai ia melahirkan bayinya."

Anna jadi ikut serius mendengarkan. Ia mengerutkan kening sambil duduk dan menumpu kepala dengan satu tangan.

Gary yang jarang terkejut, terserang shock. Penawaran yang sangat menggiurkan tapi syaratnya sungguh gila, pikirnya.

Belum selesai kebimbangan dalam kepala Gary, Silvia Pradipta kembali angkat bicara. "Dan bayinya harus Anda bawa pergi."

"Atau nanti kita bicarakan alternatif lain jika Anda kurang nyaman," tambah Daniel Pradipta dengan cepat. Nampaknya ia sangat ingin mendapatkan persetujuan Gary.

Hah? Dia hamil? Gary berdiri dan mulai berjalan mondar-mandir.

"Kami lihat Anda sangat sayang pada gadis cilik ini, meskipun kami tahu dia anak kawan Anda. Jadi kami pikir satu anak lagi tak akan masalah, kan?" cecar Nyonya Pradipta.

"Anda tidak harus memutuskan sekarang," lanjut Tuan Pradipta. "Tapi kami sangat mengharapkan Anda menjawab 'ya'."

"Tunggu sebentar," Gary buru-buru menggendong Anna ke ruangan lain. "Anna, Papa ingin kehidupanmu di masa depan terjamin baik. Dan ini adalah kesempatan emas yang datang pada kita. Kuharap kau mengerti. Oke?"

Anna mengangguk penuh pengertian. Dia tersenyum lebar.

Dan dengan senyum Anna, Gary memperoleh kekuatan untuk mengambil tawaran dan misi paling aneh dalam hidupnya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!