"Kamu??" teriak mereka berdua bersamaan. Para orang tua hanya tertawa menyaksikan mereka berdua.
"Kalian sudah saling kenal?" tanya Indra. Mereka menggeleng. "Itu motor punya siapa?" tanya Muti.
"Punyaku lah, kenapa?" jawab Sigit datar.
"Oooo, jadi kamu yang selalu saja hampir menabrak ku? Jumat pagi, lampu merah, dan malam ini. Masih pura-pura lupa?" Muti bersidekap. Sigit mengingat lagi.
"Aaah, ternyata kamu orang yang punya mobil silver itu? Tahu tidak? gara-gara kamu aku kehilangan sesuatu yang penting" kini Sigit tersulut emosi.
"Ehm ehm, kami bukan penonton pertunjukan debat lho. Muti, apa kabar sayang?" Anin menghampiri Muti dan memeluknya.
Muti membalas pelukan itu dan menangis. "Kok nangis? Sigit ngapain kamu?" Muti melepaskan pelukan itu dan menghapus air matanya.
"Muti nangis karena kangen sama tante, bukan karena cowok itu!" terangnya sambil tersenyum ke arah Anin.
"Cowok itu namanya Sigit, dia anak tante sama om Bagas. Ayo kenalan" Anin meraih tangan Muti dan berjalan menuju Sigit.
"Ayo kenalan" Muti membuang mukanya. Sigit mendapatkan sikutan dari papahnya. "Denger perintah mamah kan?" kata Anin.
Sigit berdiri dan menyodorkan tangannya. "Sigit Nagendra Ardhitama, panggil saja Sigit" Muti menerima uluran tangan itu. Dan mereka berjabat tangan.
"Mutiara Insani, panggil Muti" Anin menarik tangan Muti untuk duduk. "Pah, kamu pindah sebelah bang Indra. Mamah mau kangen-kangenan sama calon mantu mamah"
Muti kaget. "A-apa maksudnya dengan calon mantu tante?" tanya Muti bingung.
"Kami sepakat menjodohkan kalian" ucap Indra cepat sebelum Sigit buka suara.
Muti kesal. "Yah, Ayah apa-apaan sih?? Muti gak mau!"
"Harus mau! Gak ada penolakan! Urus berkas nikah kantor kalian dalam waktu satu minggu" perintah Indra. Sigit hanya diam. Tak tahu harus bagaimana. Dia teringat akan ucapan Sani, yang begitu dalam. Untuk menjaga anaknya.
"Ayah keterlaluan! Ayah seenaknya sendiri! Apa Ayah pikir Muti akan bahagia dengan menikahi orang lain?? Ayah salah besar!" Muti menitikkan air matanya. "Permisi semuanya" Muti meninggalkan semuanya.
"Bang, kamu terlalu keras terhadapnya. Itu lah mengapa dia menjadi pembangkang terhadapmu. Cobalah sedikit melembut" terang Bagas. Anin bangkit dari duduknya dan menuju kamar Muti.
"Muti sayang, ini tante nak. Buka pintunya sayang"
"Muti ingin sendiri tante"
"Besok tante sudah harus pulang lho, kamu gak pengen kangen-kangenan sama tante?" bujuk Anin dengan sedikit berbohong.
Akhirnya Muti membuka pintu kamarnya dan mempersilahkan Anin masuk.
"Maafin ayah kamu ya? Jangan sedih. Tante gak suka lihat kamu nangis. Kenapa menolak dengan perjodohan ini?" tanya Anin
Muti menghapus air matanya dan mulai tersenyum. "Muti mencintai orang lain tante. Maaf sebelumnya" Anin membelai rambut Muti dan tersenyum.
"Sewaktu kamu lahir, ibu kamu pernah berpesan kepada Sigit yang saat itu berusia 3 tahun lebih sedikit. Ibu kamu bilang 'Sigit, tolong jaga anak tante' katanya sebelum 3 hari akhirnya meninggalkan kita semua"
"Tapi Muti mencintai orang lain tante. Sayangnya Ayah tidak setuju"
"Kenapa Ayah tidak setuju? Muti, dengarkan tante ya, semua orang tua pasti menginginkan yang terbaik untuk anaknya. Jika Ayah menolak lelaki yang kamu cintai itu artinya dia bukan yang terbaik untuk kamu. Apakah Ayah bilang apa alasannya?" Muti menggeleng. Anin menghela nafasnya. Inilah alasan kenapa Muti berubah menjadi anak pembangkang dan playgirl. Karena Indra terlalu mengekangnya tanpa ada alasan yang disampaikan.
"Tante tahu alasan kenapa Ayah menolak Humam?" tanya Muti penasaran. Anin mengangguk mantap. "Tapi itu masih kemungkinan, jika kamu bersama lelaki bernama Humam itu, kamu akan bahaya sayang. Tante tidak bisa memberitahu kamu, karena itu bukan hak tante"
"Apa Sigit ehm maksud Muti mas Sigit, mendapat perintah dari Ayah untuk menikah dengan Muti?"
"Bukan Sigit langsung yang mendapat perintah itu, tapi om Bagas. Ayah kamu ingin putrinya aman" terang Anin. Muti tampak sedang berpikir.
"Memang tante ikhlas kalau mas Sigit dapat perempuan yang tidak akan mencintainya?" Anin tersenyum. Dia berpikir jalan pikiran Muti bisa dibelokkan agar terlepas dari Humam.
"Cinta tumbuh karena selalu bersama sayang, dan tante yakin kamu akan jatuh cinta sama Sigit nantinya. Menurut kamu Sigit bagaimana?"
Muti menatap Anin. "Ganteng, hitam manis, gagah, tapi galak"
Sedangkan di luar kamar Sigit menyandarkan tubuhnya pada tembok dan tersenyum mendengar pujian itu.
"Mau ya jadi mantu tante? Ayolah Muti, mau ya?"
"Muti bingung tante"
"Kalian masih punya waktu seminggu untuk kenalan. Tante harap kamu kali ini manut dengan keinginan Ayahmu. Semua yang dilakukan Ayahmu adalah untuk kebaikanmu sayang" Sigit muncul diambang pintu.
"Ehm, mah, dipanggil papah" Mereka menoleh. "Ayo keluar Muti, masa tante datang kamu malah sedih sih" Muti mengangguk.
"Eh, Mut, kamu disuruh bikin minum sama Ayah kamu" Muti menautkan alisnya. Bingung dengan panggilan Sigit terhadapnya.
"Mat mut mat mut, kamu pikir aku marmut apa? nama aku Muti ya" Anin hanya tertawa saat mereka cekcok.
"Salah sendiri punya nama gak enak banget dipanggilnya"
"Sigit! jangan begitu ah, nama itu doa orang tua lho. Bales aja dengan panggilan Sisi. Itu nama masa kecil Sigit"
"Ya Allah si mamah, kenapa dibuka aibnyaaa?" protes Sigit kepada mamahnya. "Sebenarnya Sigit nih anak mamah apa bukan sih? Jatuh harga diri Sigit mah"
"Hahaha. Hai Sisi" goda Muti. "Ish, tuh kan, ngelunjak ni anak ya!" Sigit menjitak kepala Muti. Membuat si empunya mengaduh kesakitan.
"Sigit! Jangan begitu sama perempuan, dia bukan Maryam yang tahan dengan segala tingkah laku kamu yabg kadang kelewat batas" hardik Anin.
Muti berjinjit dan menjitak kepala Sigit ganti. "Impas!" Anin geleng kepala. "Kalian ini sama saja, Muti, dia calon suami kamu, jangan begitu sama mas Sigitmu"
"Mas Sigitmu? Ih kok aku jadi merinding ya mah? Hiiii, ngeri dengernya. Kabuuuurrr" Sigit meninggalkan mereka berdua. Dia menahan senyumnya saat dipanggil mas Sigitmu.
"Huft, keep calm Git, jangan salah tingkah" katanya pada dirinya sendiri.
Anin membantu Muti membuatkan minum. Sigit bercengkrama dengan mereka. Saat Muti dan Anin datang membawakan minum, Sigit sedang tertawa lepas dengan Bagas dan Indra, membuat lesung pipitnya terlihat. Hingga dia tak sadar terpesona oleh senyuman itu.
Dia tak fokus membawa minuman itu hingga menabrak tubuh Anin dan menumpahkan minumannya. Semua menoleh padanya.
"Eh, maaf tante, Muti gak sengaja" Anin membersihkan tumpahan di bajunya. "Gak papa"
"Kamu gimana sih Muti, bawa nampan isi minuman saja sampai tumpah" heran Indra dengan putrinya
"Sudah bang, jangan dimarahi terus Muti nya. Eh, sudah pada makan malam belum? Pesan makanan saja ya"
"Biar Sigit saja yang beli mah" kata Sigit dan segera beranjak untuk membeli makanan.
"Muti, ikut Sigit sana" perintah Indra. Muti cemberut tapi akhirnya ikut juga. Dia menyusul Sigit keluar.
"Ikut" katanya
.
.
.
Like
Vote
Komen
Tip
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 25 Episodes
Comments
Bunda Aish
kok bisa kelewat ya baca ttg Sigit - Muti ?! ga bikin cerita baru lagi Tah Mak? kangen lho
2023-09-03
0
Neli Allen
di kasih kesempatan loh berdua biar tambah dekat
2023-01-04
0
Ari Martiana
Seru Sigit Muti ....
2021-03-03
0