Malam itu Sigit masih memikirkan kedatangan orang tuanya. Tak biasanya mereka tak mengabarinya terlebih dahulu. Sigit merasa tak tenang.
"Ada apa ya? Aoa mungkin tentang Maryam?" tanyanya pada dirinya sendiri. Maryam adalah adiknya Sigit. Dia lahir saat umur Sigit 4 tahun. Maryam mengikuti jejak ayahnya. Dia memilih menjadi tentara wanita alias Kowad.
Saat sedang asyik dengan pikirannya, ponselnya berbunyi. Dia ditelpon oleh Yudi, temannya. "Halo assalamualaikum" kata Sigit.
"Waalaikum salam. Dimana bro?" kata Yudi.
"Di rumah, ada apa?"
"Merapaaaat, operasi lagi. Personil kurang satu orang. Penyamaran"
"Dimana lokasinya?"
"Di tempat karaoke, pake kaos bebas ya, jangan ganteng-ganteng amat. Nanti banyak yang terpesona"
"Ganteng udah dari lahiiiir. Okelah, segera merapat. Assalamualaikum"
"Hahaha, sombong amat! waalaikum salam"
Panggilan berakhir. Sigit segera bersiap. Lalu berpamitan dengan kakeknya. "Kek, Sigit jalan dulu. Jangan lupa kunci pintunya"
"Iya, kamu itu persis seperti mamahmu. Bawel. Kamu juga hati-hati" pesan kakek Umang. Sigit mengangguk dan segera melajukan motornya.
.
Pagi itu Bagas dan Anin bertolak ke Semarang. Ingin segera bertemu dengan putra mereka, kegalauan menyelimuti hati kedua orang tua itu. Bagaimana tidak, Sigit seorang anak yang tidak suka dengan namanya perjodohan. Dia akan memberontak jika terus dipaksa.
Mereka menggunakan pesawat agar lebih cepat. Mereka dijemput oleh supir kakek Umang. "Pah, mamah takut kalau Sigit memberontak" Anin mengutarakan kecemasannya.
"Jangan khawatir mah, kita bicarakan dulu. Kalau jalannya seperti ini, papah yakin, kalau mereka sebenarnya berjodoh"
"Haissshhhh, jodoh mbok ya yang baik gitu pah, ini Muti. Haduuuhhh. Gak ngebayangin mamah nantinya mereka seperti apa"
Bagas tersenyum "Doakan saja, semoga cinta tumbuh diantara mereka. Bonusnya kita dapat cucu. Memang kamu gak ingat Muti kalau sama kamu itu gimana? Dia sebenarnya anak baik kok mah. Dia menjadi begitu karena papahnya"
Anin membayangkan kembali kenangannya bersama Muti. Gadis itu selalu bermanja dengannya saat dirinya berkunjung ke Jakarta. Seperti rindu akan hadirnya sosok seorang ibu dalam hatinya. Penurut jika dengannya, tapi jika dengan Indra akan berubah tiga ratus enam puluh derajat.
"Hmm, semoga memang Muti bisa berubah pah"
"Aamiin" Tak lama mereka sudah sampai di rumah Anin. Mereka sudah disambut oleh senyuman lebar dari sang ayah sambung.
"Assalamualaikum yah" Bagas menyalami dan memeluk mertuanya itu.
"Waalaikum salam, kalian sehat kan?" melepas pelukannya dan berganti memeluk anak perempuannya.
"Sehat yah, ayah sehat kan?" kata Anin dengan suara bergetar.
"Sehat, kamu ini, setiap ketemu Ayah selalu menangis. Sudah mau punya cucu juga masih saja cengeng. Ayo masuk" Anin menghapus air matanya.
"Sigit masih dinas, nanti sore dia pulang" jelas kakek Umang. Mereka mengangguk.
.
Indra juga baru saja tiba di Semarang. Dia dijemput oleh rombongan pengawalan. Muti sengaja izin untuk menyambut ayahnya.
Muti menyalami ayahnya saat sudah ada dirumahnya. "Kamu sehat?" tanya Indra. Muti hanya mengangguk.
"Ada maksud apa dengan kedatangan Ayah kemari?" tanya Muti tak ingin berbasa-basi dengan ayahnya.
Indra tersenyum. Anaknya masih saja dingin terhadapnya. "Bisakah lebih dingin lagi terhadap Ayah? Apa kamu tidak kangen sama Ayah?"
Muti berdecak, "Muti akan seperti ini sampai Ayah merestui hubungan Muti dan Humam"
"Gak akan pernah!" jawab Indra tegas. Muti kesal, dia berlalu meninggalkan ayahnya dan masuk ke kamarnya. Indra memijat keningnya. Pusing menghadapi anaknya.
.
Sigit duduk bersama orang tuanya. Mereka menjelaskan maksud tujuan kedatangan mereka.
"Sigit gak mau!" tolaknya tegas sambil berdiri hendak meninggalkan mereka.
"Sigit, duduk!" perintah Bagas kepada anaknya.
"Pah, ini sama saja pemaksaan. Ingat yang namanya Muti aja gak kok, disuruh nikahin dia. Yang benar saja dong mah, pah!"
"Ini mandat Sigit!" bentak Bagas. "Pah" Anin mengingatkan Bagas untuk tak menggunakan emosi.
"Mandat? Mandat dari siapa pah? Sigit gak ada kaitannya dengan mandat ini. Itu atasan papah, bukan atasan Sigit. Papah yang terima mandat ini, jadi silahkan saja papah yang menikah dengan Muti Muti itu"
"Ngawur kalau kamu ngomong. Tapi kalau mamah mu mengijinkan ya boleh saja" Bagas mencoba bercanda
Anin menatap suaminya tajam. "Tuh mah, papah mau katanya"
"Papahmu gendeng kok. Sigit, dengerin mamah. Cobalah bertemu dulu dengan Muti. Lakukan pendekatan dengannya. Mamah yakin kamu akan menyukainya. Kamu ingat saat umurmu tiga tahun pernah menjenguk tante Sani?"
Sigit menerawang jauh ingatannya. Dia pernah diajak menjenguk Sani di rumahnya setelah Sani melahirkan. "Yang dokter itu mah?" Anin mengangguk.
"Kamu ingat? Tante Sani pernah berpesan apa sama kamu?" lanjut Anin.
Sigit memejamkan matanya. "Sigit, tolong jaga anak tante" ucapnya tanpa sadar. Sigit tergolong anak yang cukup pintar di usianya dulu 3 tahun. Dia bisa mengingat memori penting dan bisa mengingat wajah orang dengan cepat.
"Jadi, sebelum mandat itu turun dari ayahnya, kamu sudah diberi mandat oleh ibunya. Dan itu amanah Sigit. Mamah tidak memaksa kamu untuk langsung menikah dengannya. Tapi, apa kamu tega membiarkan Muti hidup bersama seorang buron? Apa kamu tega tak mengindahkan amanah yang dititipkan tante Sani sama kamu?" bujuk Anin. Ayah Umang heran dengan kata buron.
"Tunggu, buron? Anaknya Indra pacaran dengan seorang buron? Buron apa yang kalian maksud?"
Bagas menjelaskan dengan sedetil mungkin kepada ayah mertuanya. Ayah Umang mengangguk.
"Ternyata takdir masih mempertemukan kalian lagi di masa sekarang. Huftt. Sigit, kamu tak ada pilihan untuk menolak. Kalian seorang prajurit. Mandat harga mati untuk kalian. Lakukan mandat itu. Kakek akan coba bantu untuk mencari keberadaan orang tua dari lelaki itu. Jika memang yang kalian katakan benar, itu artinya Sigit harus menikah" ucap ayah Umang.
Sigit mengacak-acak rambutnya. Tak ada yang berada di pihaknya. Dia mendapat chat dari Luna. Yang mengatakan bahwa target sedang dalam pemantauan. Dia segera bergegas.
"Mau kemana kamu?" tanya Bagas. "Tugas memanggil pah"
"Malam ini kita akan bertamu ke rumah Muti. Pulang cepat" kata Anin. Sigit hanya mengangguk lalu menyalami mereka semua.
"Sigit pamit, assalamualaikum"
"Waalaikum salam"
.
Muti sengaja pulang terlambat membiarkan ayahnya di rumahnya.
Ayah : Pulang cepat, kita kedatangan tamu penting.
Dengan ada foto Anin dan Bagas. "Tante Anin? Om Bagas?" ucapnya sambil tersenyum. Segera dia melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi.
Lagi dan lagi, hampir saja dia bertabrakan dengan seorang pengendara motor. Siapa lagi jika bukan Sigit. Muti turun dari mobilnya begitu juga dengan Sigit yang turun dari motornya.
"Woy, bisa gak sih kalau pakai motor tuh sesuai aturan?" kata Muti. Sigit melepas helmnya dan membetulkan rambutnya.
Terpesonaaa aku terpesonaaa memandang memandang wajahmu yang manis
Mereka saling pandang. Sigit segera sadar dari lamunannya. "Mbak juga salah, pakai mobil ngebut! Mau saya tilang? Sudah lah, yang penting situ gak papa. Saya banyak urusan!"
Sigit memakai helmnya lagi dan melaju meninggalkan Muti yang masih mematung. "Cakep amaaaaat"
Sigit sudah sampai di alamat yang diberikan papahnya. Dia masuk dan menyalami semuanya.
"Ganteng, gagah, sopan" ucap Indra.
"Iya dong, kayak papahnya" Bangga Bagas. Semua tertawa. Tak lama Muti turun dari mobil. Dia melihat motor yang tak asing.
"Ini motor yang jum'at lalu hampir menabrakku, sama motor yang tadi bukan sih? siapa nih orangnya?" Muti masuk menahan rasa penasarannya.
Saat mengucapkan salam matanya tertuju pada lelaki itu lagi. Sigit membelalakkan matanya, mengucek-uceknya.
"Kamu??" teriak mereka berdua.
.
.
.
Like
Vote
Komen
Tip
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 25 Episodes
Comments
Neli Allen
awal pertemuan smg kalian berjodoh 😁
2023-01-04
0
Yayuk Bunda Idza
hay.... manisnya
2021-03-09
0
Ratu Tety Haryati
Hadehhh ...Bu Camer wae mumet ngarasakne kalakuan MUTI, lha iki aperep dijodohke karo anake
2021-03-05
0