Bayi Renzi dipindahkan ke ruangan lain yang lebih nyaman. Terdapat tikar empuk khas bayi sebagai alasnya, berjaga-jaga jika tiba-tiba bayi Renzi kencing. Hal itu cukup disadari bayi Renzi tapi, ia tidak mempermasalahkannya. Toh, ia mulai menerima bahwa dirinya memang masih bayi saat ini.
Bundanya masuk dan melilit tubuhnya dengan kain tebal yang hangat. Bayi Renzi seketika merasa nyaman dan mulai mengantuk. Ia memandang Diza yang sedang tersenyum padanya.
Bayi Renzi menyukai semua tentang Diza, ia juga mulai menyayangi wanita itu sebagai ibunya. Wajahnya yang cantik juga menenangkan bayi Renzi. Di dalam hatinya, ia menerima semua syarat Malaikat Izrail yang sebulan lalu menugaskannya kembali dan membuat wanita yang jadi Bundanya ini bahagia. Bayi Renzi kini sudah bertekad.
Dulu, ia benci untuk hidup karena lingkungannya yang sangat menjijikkan. Setiap orang punya rencana licik di otak mereka. Penuh skema dan tidak ada manusia tulus yang ingin bersamanya karena ikatan batin. Semuanya mengejar materi, termasuk pria yang terakhir kali bersamanya.
Tapi sekarang berbeda. Meski harus menunda pertemuannya dengan ibunya di kehidupan pertama, ia tidak masalah. Orang-orang di sekelilingnya adalah orang tulus yang murah hati.
"Aku akan menjaga Bunda dengan baik dan hidup bahagia bersamamu." ujar bayi Renzi.
"Ooeekk..." yang didengar Diza hanyalah gumaman kecil itu keluar dari bibir mungil bayi Renzi.
"Waktunya pulang, sayang..." ujar Diza setelah menggendongnya dan membereskan peralatan bayi.
Bayi Renzi ganti menguap, dia merasa sangat nyaman di gendongan Diza. Beberapa saat kemudian dia tertidur pulas.
***
"Baby Joy benar-benar akan pulang? Yah...," Dokter Susan tiba-tiba saja sudah muncul di depan Diza. Diantara para dokter dan perawat lain, Susan adalah yang paling dekat dengan bayi Renzi. Mungkin efek karena Diza juga bersahabat akrab dengan Susan, membuat bayi Renzi juga nyaman-nyaman saja berdekatan dengannya.
"Nanti ada acara penyambutan kecil-kecilan di rumah baru. Kamu bisa datang sama yang lain." jawab Diza kemudian berlalu. Masih diikuti Susan di sampingnya.
"Sering-seringlah bawa Baby Joy ke sini, Diza. Kamu tahu, para dokter dan perawat punya keberuntungan yang bagus sejak bertemu Baby Joy. Anakmu itu anak emas." Susan bercerita dengan menggebu. Mungkin ia sudah menjadi fans bayi Renzi sekarang.
"Oh ya?" sahut Diza kemudian tersenyum ke arah bayi Renzi yang tertidur di gendongannya. Ia mencerna kalimat Susan dengan baik. Mulai menyadari bahwa itu memang benar.
Belakangan, ia jarang mendapatkan pasien rawat jalan yang rewel. Dia juga beberapa kali membantu persalinan dengan ibu dan bayi yang selamat, separah apapun keadaan mereka. Ia sangat bahagia dengan itu, meskipun yang ditampilkan di luar hanyalah wajah dingin saja. Wajah dingin yang hanya akan hilang jika dia bersama bayi Renzi.
"Itu benar. Kamu tahu, sejak Baby Joy ada diantara kita, tawanya itu bagaikan berkah. Jadi, sering-seringlah bawa dia bermain ke sini ya..., aku akan menjaganya dan mengajaknya berjalan-jalan di taman atau ruang bermain khusus anak-anak." Susan memohon dengan nada memelas. Dia benar-benar sangat menyukai bayi Renzi sejak pertama kali bertemu.
Diza menggeleng pelan, "Nggak bisa, Susan. Railene masih rapuh dan aku nggak akan membawanya ke sini sebelum berusia dua atau tiga tahun." Ujar Diza final. Tidak bisa dibantah.
"Railene?" Susan bertanya dengan memiringkan kepala.
"Anakku, Railene Aristokelly. Nanti datang ke acara penyambutannya ya. Untuk saat ini cuma kamu yang tahu nama anakku." Jawab Diza kemudian.
"Huh, baiklah. Pukul berapa acaranya?"
"Nanti malam, pukul tujuh."
Mereka sudah sampai di depan rumah sakit. Terdapat mobil sedan hitam yang terparkir di depan pintu rumah sakit. Seorang sopir membukakan pintu untuk Diza.
"Sampai jumpa, Susan." Diza melambaikan tangan singkat dan berlalu setelah memasuki mobil. Susan hanya melambai lemah karena bayi Renzi meninggalkan rumah sakit. Oh, bahkan dia sudah rindu dengan gadis kecil pembawa keberuntungan itu.
Diza merenung sambil memandangi wajah putrinya. Ia merasa bersyukur sudah mengambil keputusan untuk merawat bayi dalam gendongannya.
Railene Aristokelly. Nama yang megah dan memiliki makna yang dalam. Railene yang berarti putri dan Aristokelly artinya pejuang terbaik. Diza berharap bahwa putrinya mampu untuk menjadi sosok yang mengagumkan dan juga bisa bertahan dengan baik membersamainya berjuang melawan dunia yang keras.
Setelah 30 menit, mereka sampai di sebuah perumahan besar dengan unit-unit rumah yang berjarak renggang. Menjunjung tinggi privasi dan kenyamanan. Cocok ditinggali sebuah keluarga karena udaranya sejuk, bebas polusi, dan memiliki sistem keamanan yang canggih. Diza sendiri membeli rumah di bagian terdalam. Sisi yang paling dekat dengan cagar buatan, kebun rumah kaca miliknya, dan sebuah taman untuk umum.
Meski jauh dari rumah sakit tempatnya bekerja dan memiliki pajak tanah tinggi, Diza tidak segan membelinya demi pertumbuhan putrinya. Dia benar-benar memberikan yang terbaik bahkan mendesain ulang rumahnya selama sebulan lalu hingga kini siap ditinggali.
Saat masuk, ia disambut oleh kedua orang tuanya yang berencana tinggal menetap di sana untuk bergantian menjaga Railene (mari seterusnya menggunakan nama ini untuk mengganti panggilan bayi Renzi). Diza tersenyum cerah. Ia segera menuju kamar yang didesain khusus untuk Railene di lantai satu. Ini hanya kamar sementara. Ada kamar untuk Railene di lantai dua dan itu hanya jika Railene sudah bisa lancar berjalan.
Ia menidurkan Railene di ranjang bayi yang didominasi warna baby blue yang lembut. Memandangi wajahnya lama sambil tersenyum.
"Hai, Railene. Kita sudah sampai di rumah baru. Bunda harap kamu bisa nyaman dan tumbuh dengan baik," ujar Diza lembut. Ia mengusap-usap pelan dahi Railene, menambah nyenyak tidur Railene yang telah hanyut dalam mimpi.
***
Railene sedang berjalan di tengah padang rumput luas tak berujung. Langit cerah dengan awan putih sirus terlihat sejauh mata memandang. Angin lembut menerpa wajahnya yang berwujud Renzi.
"Apa aku pindah dunia lagi?" gumamnya bingung ketika mendapati dirinya hanya sendirian di sana. Tapi anehnya dia merasa nyaman, pula tidak ada unsur kehampaan karena seorang diri.
"Ini mimpimu, Renzi."
Sebuah suara lembut yang begitu dikenalnya berkata. Railene menoleh demi mendapati sosok cantik dengan gaun putih mengembang. Pandangannya langsung mengabur. Ada rasa rindu yang membucah dalam dadanya.
"Mama...,"ujarnya lirih.
Kakinya yang tadi membatu, kini melangkah perlahan ke arah wanita yang ia sebut sebagai mamanya.
Wanita itu tersenyum dan memeluk Railene saat jarak mereka hampir tidak menyisakan jengkal. Pada akhirnya Railene menangis karena rasa rindunya terobati akibat kehadiran Mamanya. Dia tersedu-sedu sambil menggumamkan kata "Mama" berulang kali.
"Kamu sudah besar tapi masih saja cengeng." wanita itu berujar melihat sikap Railene yang begitu manja dan mudah dibuat menangis itu.
"Mama, aku jadi bayi lagi di kehidupan kedua." kalimat Railene membuat sang mama tertawa renyah.
Tak berapa lama kemudian, mereka saling melepaskan pelukan dan duduk di atas rerumputan. Railene tiduran dengan kepalanya dipangku sang mama. Ia terus-menerus memandang wajah mamanya yang masih awet muda setelah bertahun-tahun mereka tidak bertemu.
"Bagaimana kabarmu, Renzi? Apa kamu bahagia dengan kehidupan keduamu?" tanya sang mama.
Railene mengangguk kecil. "Seseorang yang menjadi Bunda untukku, begitu tulus menyayangiku yang bahkan bukan anak kandungnya. Bukankah hatinya sangat baik, Ma?" Railene mulai bercerita.
Ia menceritakan segalanya. Tentang keresahannya saat pertama kali menjadi bayi, semua kebiasaannya yang tidak bisa ia kendalikan dengan baik, hal-hal remeh yang tidak bisa ia lakukan sendiri karena tubuh mungil si bayi, dan masih banyak lagi tentang orang-orang di rumah sakit dan kakek-nenek barunya.
"Kamu tahu..., Mama sangat berharap kali ini kamu menjalani hidupmu dengan baik, Renzi. Mama sangat sedih jika kamu menjalani hidupmu seperti dulu. Hati Mama sakit karena tidak bisa ada di sampingmu dan membantu. Kamu adalah putri Mama yang paling berharga. Jadi, Mama mohon padamu, kali ini..., hiduplah dengan bahagia bersama orang-orang yang menyayangimu dengan tulus itu. Kamu bisa, kan?" pinta sang Mama yang sedang mengelus-elus rambut panjang Railene.
Mendengar pemintaan mamanya dan semua yang terjadi ketika ia tidak hidup dengan baik, membuat Railene tercekat. Ia tidak memikirkan sejauh itu bahwa ketika dirinya benar-benar mengharapkan kematian, orang-orang yang berbeda alam akan menangis sedih. Seperti mamanya yang sakit hati karena ia hidup dengan cara seperti zombie.
"Maafkan aku, Ma. Aku akan hidup dengan baik di kehidupan kedua ini dan kembali bertemu Mama setelah aku benar-benar bahagia dan berhasil membahagiakan orang-orang yang menyayangiku di dunia..." ujar Railene dengan mata berkaca-kaca. Sikap asli Railene yang dulu tak pernah ia perlihatkan pada dunia. Hatinya sangat lembut, dan sangat peka.
"Mama mempercayaimu. Love you, dear..."
Perlahan tubuh keduanya menghilang. Railene bangun dari mimpinya dan menangis dengan keras. Membuat Diza segara menemuinya dan menggendongnya dengan kasih sayang.
Railene langsung tenang ketika mendapati wajah Bundanya. Ia banyak mengeluarkan suara rengekan yang aslinya adalah ucapan-ucapan sumpahnya untuk menjaga Bundanya yang sangat ia sayangi.
***
Klik like dan jangan lupa komentar serta dukungannya.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 126 Episodes
Comments
Aini Nahrowi
keren
2022-10-24
0