"Nona, hari ini tidak ada jadwal lagi, Anda bisa pulang dan beristirahat," ujar seorang wanita kisaran 30-an yang menjadi asisten Renzi di perusahaan.
Renzi memandang jam di pergelangan tangannya. Ia berdehem singkat dan menutup beberapa dokumen yang sudah ia tanda tangani. Ia berlalu setelah menyuruh sekertarisnya pulang juga.
Wajahnya yang cantik begitu dingin dan kaku. Ia melewati lobi dan menuju parkiran tempat mobilnya berada. Dalam perjalanan, hanya senyap dan hampa yang ia rasakan. Meskipun terjebak kemacetan di lampu merah, ia hanya mampu menghela napas tipis.
Tiba-tiba saja ponselnya berdering. Ia melirik sekilas dan mendapati nama pria yang baru kemarin mencampakkannya. Renzi enggan menjawab. Hatinya mati hanya untuk memberi kesempatan. Tapi sayangnya telepon itu tidak berhenti. Hal ini membuatnya berdecak pelan sebelum mengangkat teleponnya.
"Renzi! Demi Tuhan akhirnya kamu angkat panggilanku..., kamu nggak papa, kan?" tanya sosok di seberang sana membuat Renzi heran.
"Ada apa?" sahutnya dingin dan datar. Ia tak ingin berlama-lama menelepon makhluk satu ini.
"Ah, maaf. Tapi, aku mau kasih informasi penting. Kamu lagi di jalan pulang? Kalo iya, aku mohon berhenti di pinggir jalan dulu. Dengerin aku baik-baik. Seseorang ngerencanain sesuatu dan bakal bikin kamu celaka. Aku nggak yakin apa yang bakal dilakuin orang itu, tapi itu pasti melibatkan kecelakaan yang bikin kamu terluka. Aku mohon kali ini dengerin aku, Renzi. Aku nggak mau kamu kenapa-napa."
Renzi hanya diam menanggapi kalimat sok perhatian dari pria di seberang telepon.
"Siapa yang rencanain?" tanya Renzi tanpa nada.
"Aku nggak terlalu yakin siapa dalang sebenarnya, tapi sekertaris CEO Jeco Group terlibat dalam rencana ini. Kamu harus hati-hati, Renzi."
"Hmmm."
Renzi segera menutup telepon dan mematikannya. Ia mendengarkan nada pria itu bersungguh-sungguh. Itu artinya, cepat atau lambat nyawanya akan berada dalam bahaya.
Entah mengapa Renzi dalam benaknya, sama sekali tidak merasakan takut. Renzi juga tidak berencana menghindar. Seperti biasa, ia akan menjalani takdir sesuai jalurnya. Jika ia selamat, ia akan menerima. Jika ia tidak selamat, ia juga akan pergi dengan tenang. Tidak ada emosi apapun yang tercampur di dalam sana.
Renzi mengambil tabletnya. Mengirim sebuah email pada seseorang yang paling ia percayai. Bisa dikatakan, itu adalah wasiat terakhir yang Renzi tinggalkan untuk orang yang setia padanya. Ia bukan manusia yang tak tahu balas budi. Dan ketika ia menerima sebuah kesetiaan dari seseorang, Renzi tidak akan berpaling atau membuangnya. Itu terlalu berharga untuk dibuang.
Setelah mengirimkan email. Ia langsung mematikan apapun alat komunikasi yang ada di mobilnya. Ia melihat jam di pergelangan tangannya menunjukkan waktu pukul lima sore.
Lampu hijau menyala. Renzi melajukan mobilnya sambil melihat sekitar. Beberapa meter di depan, ia akan melewati lalu lintas jembatan. Di saat yang sama, sebuah truk yang sangat cepat dan sedikit ugal-ugalan melaju ke arahnya yang mengemudi dengan santai.
Itu sangat jelas. Targetnya adalah ia yang saat ini mengambil jalur kiri jalan. Truk itu oleng ke arahnya. Menabrak dengan sangat keras bagian samping mobilnya hingga terpental keluar jembatan. Sempat menabrak pembatas dan meluncur ke jalanan di bawahnya.
Renzi di dalam mobil menikmati momen terakhirnya. Tubuhnya terluka parah seiring mobilnya yang ringsek dan terbalik. Rasa sakit yang ia rasakan sungguh ada di tahap tak tertahankan. Pandangannya sangat gelap karena ia menunduk akibat lehernya tak bisa digerakkan. Bau darah dan bensin yang bocor menjadi aroma terakhir yang dapat ia rengkuh.
Air matanya perlahan jatuh. Kilasan hidupnya berputar cepat. Mengatur memorinya pada masa-masa kehidupannya dulu. Di tengah tangisnya ia tersenyum.
Ia menutup matanya tepat di saat kesadarannya benar-benar terenggut. Bersamaan dengan itu mobilnya meledak. Menghancurkan raganya berkeping-keping hingga tak lagi dapat dikenali.
Hidup Renzi Galuh Permana, CEO Permana Group berakhir di saat itu juga.
***
Sisi lain kota, di sebuah rumah sakit besar, seseorang baru saja dilarikan ke UGD. Wanita hamil yang memiliki paras rupawan, hendak melahirkan. Ia terlibat dalam kecelakaan mobil yang jatuh dari jembatan dan terkena dampak ledakan dari mobil yang jatuh itu.
Wajahnya pucat, perut buncitnya berkontraksi dengan rasa sakit yang tiada tara. Ada noda darah yang mengalir dari balik pakaiannya.
"Segera bawa ke ruang operasi satu."
Saat ini, Diza bertindak menangani pasien bersalin itu. Raut wajahnya sedikit khawatir karena kondisi pasien yang sangat buruk.
"Apa Anda bisa mendengar saya?" tanyanya pada pasien yang masih setengah sadar, kesakitan.
Pasien itu mengangguk.
"Nama saya Diza, dokter kandungan yang akan menangani Anda. Anda akan memasuki ruang operasi. Bayi dalam kandungan harus segera dikeluarkan karena akan berbahaya jika tidak segera diambil tindakan. Kami akan melakukan sesuai prosedur persalinan sesar. Apakah Anda menerima prosedur ini?"
Lagi-lagi pasien mengangguk.
"Bagus." Diza terus mendorong ranjang pasien menuju ruang operasi. Ia membersihkan diri sebelum memasuki ruang operasi.
Tidak sampai satu jam, proses persalinan sesar berhasil. Seorang bayi perempuan prematur lahir. Tubuhnya lemah, seolah bisa pergi kapan saja. Bayi itu ditempatkan di inkubator.
Pasien yang merupakan ibu dari bayi tersebut semakin kritis. Ia sempat sadar sejenak. Menghentikan apapun yang sedang dilakukan tim dokter untuk menyelamatkannya. Ia menggenggam lengan Diza. Menyampaikan hal terakhir sebelum napasnya tercekat dan terhembus untuk yang terakhir kalinya.
"Tolong... rawat anakku. Aku hidup sebatang kara. Tolong berikan ini pada putriku. Itu adalah haknya dan harta warisanku untukknya. Waktuku tidak banyak," ujar pasien terbata sambil menyerahkan sebuah kotak beludru berwarna biru.
Lalu setelah Diza melihat status dan ketahanan pasien begitu lemah, ia mengangguk untuk berjaga-jaga. Ia harus berusaha menyelamatkan pasiennya. Namun, sayangnya pasien pergi selamanya setelah menerima persetujuan Diza. Di hembusan napas terakhirnya ada kelegaan yang mengiringi kepergiannya.
Di saat yang sama, bayi dalam inkubator mengalami kejang. Tim medis berusaha bekerja keras dan pada akhirnya berhasil menyelamatkan bayi itu meskipun bukan lagi jati diri si bayi yang menjadi jiwanya.
***
Steril Room, inkubator.
"Apa yang terjadi? Kenapa aku malah berada di sini?" ujar jiwa Renzi yang bingung karena ia malah sedang melayang-layang di sebuah ruangan yang berisikan tiga bayi dalam inkubator. Ia berdiri--maksudnya melayang-- di dekat salah satu kotak inkubator yang dikelilingi para dokter dan perawat. Ia menduga-duga bahwa bayi itu dalam keadaan yang kurang baik.
Masih kebingungan dengan sekitar, tiba-tiba Renzi di kejutkan dengan suara dari balik punggungnya.
"Halo, Renzi!"
Renzi berbalik dan melihat seorang pria tampan dengan pakaian asap. Maksudnya setengah tubuhnya ke bawah adalah asap, sedangkan bagian atasnya hanyalah selembar kain yang tersampir di pundak kanan pria itu. Dia tersenyum manis dan jika Renzi benar-benar bukan berhalusinasi, dia akan menganggap lingkaran putih yang melayang di atas kepala pria itu sebagai eksistensi mitos.
"Siapa kamu?" Renzi kebingungan dengan ini. Ia sadar dengan benar bahwa dirinya saat ini adalah arwah. Jadi, ia hanya bisa menduga-duga bahwa pria di depannya juga merupakan arwah atau paling mungkin malaikat penjemput arwah gentayangan.
"Panggil saja Malaikat. Aku bertugas mencabut nyawa," ujar si pria tanpa menghilangkan senyum. Tandanya, jiwa yang akan dibawanya pergi adalah jiwa yang baik.
"Oh, begitu. Jadi kamu akan membawaku pergi?" Tanya Renzi penuh harap.
Namun sayangnya bukan anggukan yang ia dapatkan, tapi sebuah gelengan kepala. Renzi dengan bingung dan terkaget-kaget menjadi bisu seketika. Dia berusaha mencerna penolakan itu dengan otak pintarnya. Raut wajahnya berubah-ubah seolah itu kembali menjadi normal sejak ia berpisah dari tubuhnya.
"Bukan kamu yang akan aku bawa," ujar Malaikat semakin menjelaskan kebingungan Renzi.
Jika bukan dia, lalu siapa?
***
Hai. Mau cerita dikit bahwa aku terinspirasi dari novel terjemahan yang mengangkat tema rebirth untuk balas dendam. Ceritanya bagus banget sampe aku pengin bikin penulisnya nyiptain spin off. Tapi sayangnya aku ngga kenal doi. Wkwkwkwk.
Jadilah, aku bikin ini untuk mengobati kerinduan sama tokoh utama.
Semoga kalian suka. Dan mohon kebijaksanaannya dalam menilai cerita.
Juga.... ini cerita semi-komedi. Kali ini beneran. Tapi nggak tau bakal berhasil atau nggak. wkwkwk
Ini murni karya spontanku. Kalo ada kesamaan dengan karya lain, tolong diberitahu. Terima kasih.
Mohon dukungannya.
Akan update lagi pada bulan Juni.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 126 Episodes
Comments
♏pi☀️
Mon maaf ya Thor,,, "malaikat" ajah gak pake "Izrail" kalo mau bawa2 Islam ini kurang tepat🙏
2021-11-23
2
hoomano1D
masih nyimak
2021-11-16
6
Qhakimvv
thor gue mau nyumpah elo dosa tau ikut" kan nama malaikat bagus sebut malaikat pencabut nyawa jak dari cakap malaikat izrail yang baca bukan hanya islam lagian tidak bagus mengunakan nama malaikat izral dan dalam islam tiada nama nya hidup 2 kalinya mohon direvisi ya
2021-11-12
5