Semenjak Renzi berpindah tubuh, perasaan muaknya pada dunia juga hilang. Seolah jiwanya disucikan lagi tanpa perasaan sakit ataupun kesedihan karena kehidupannya yang dulu. Raut wajahnya juga ikut ter-reset bukan lagi wajah datar apapun situasinya. Kini raut wajahnya, hanya bahagia dan beberapa perasaan remeh seperti malu, sebal, juga beberapa hal lain yang sudah lama tak pernah ia rasakan semenjak kematian ibunya di kehidupan pertamanya.
Sudah sebulan ia hidup sebagai bayi di kotak inkubator. Setiap hari, sosok wanita yang mengaku sebagai Bundanya selalu mengunjunginya. Memberinya makanan (baca: asi) dan meninabobokannya. Beberapa kali harus menahan malu karena ia tidak bisa mengendalikan tubuhnya sendiri sehingga kadang ia kencing tanpa bilang-bilang. Membuat popoknya harus diganti dan membiarkan Bundanya melakukan itu untuknya.
Ada pasangan tua juga yang beberapa kali mengunjunginya. Mengaku-ngaku sebagai kakek dan neneknya. Bayi Renzi tahu itu dan tidak keberatan. Orang-orang itu baik dan memiliki hati tulus. Ia merasa senang menjadi bayi, meski hanya beberapa kali saja.
Dalam masa-masa itu, bayi Renzi mengalami beberapa kali penyangkalan.
Dia sudah tahu bahwa dirinya dijadikan primadona bangsal pediatri karena kekonyolan di hari pertama memasuki tubuh bayi ini. Karena imajinasinya yang membayangkan para dokter dan perawat sebagai buah-buahan, ia kelepasan tertawa dan membuatnya menjadi bulan-bulanan jari-jari bersarung tangan karet para dokter. Setiap hari, ada saja yang mengunjunginya untuk sekedar bercanda ria dengannya. Membuatnya tertawa yang sama sekali tidak ada di dalam rencananya. Bahkan sejak tahu dirinya adalah artis bangsal, ia bertekad untuk tidak mudah memberikan senyumannya.
Sayangnya para dokter dan perawat itu terlalu lucu baginya. Dalam situasi pertama, dia kalah dan memilih membiarkan itu semua mengalir. Dan karena ia selalu saja mudah tertawa, para orang dewasa itu memanggilnya Baby Joy. Setidaknya bukan nama yang buruk untuk Renzi.
Situasi kedua, yang membuatnya jengkel adalah bahwa tubuhnya bahkan susah sekali dikendalikan. Setiap ingin bicara, yang keluar hanya rengekan dan suara-suara khas bayi. Membuat para orang dewasa di sekitarnya seenaknya sendiri menyimpulkan apa maunya. Salah paham bahwa yang dibutuhkannya hanyalah asi atau masalah buang air. Membuatnya sebal dan berakhir dengan tangisan. Bagaimana pun tubuhnya adalah tubuh bayi.
Dan soal asi, untung saja Bundanya merupakan single parent yang belum pernah melahirkan, jadi ia tidak harus minum asi dari sumbernya langsung.
Bayi Renzi sudah lama tahu masa lalu Bundanya berkat acara tatap-tatapan di hari pertama. Ia begitu sedih karena sosok wanita bernama Diza itu sungguh sangat tulus hatinya. Hanya takdirnya saja yang kurang bagus. Tapi, ia bersyukur karena Diza adalah orang tuanya. Meskipun bukan ibu kandung, bayi Renzi tahu bahwa Diza benar-benar menyayanginya, mencintainya sebagai putri yang berharga.
Baik, lanjutkan dengan kesusahan lainnya yang bayi Renzi alami.
Ada situasi menyebalkan yang sejujurnya bayi Renzi tidak sukai. Setelah minum asi atau di saat-saat tertentu ia merasakan kantuk terlalu sering. Akhirnya tiga per empat waktunya ia habiskan dengan tidur. Itu di luar kendalinya. Rasa kantuk yang datang itu tidak bisa disangkalnya begitu saja.
Dan sekarang dia sadar bahwa menjadi bayi artinya menjadi ratu yang pemalas dengan pelayan yang tidak pengertian. Setidaknya itulah yang bayi Renzi simpulkan karena selain merengek, menangis, dan bergerak-gerak tidak jelas, ia tidak bisa melakukan apapun hanya untuk mengeluarkan apa yang ada di kepalanya. Otak jeniusnya tidak bisa diam dan terus-menerus membuatnya menggerak-gerakan tubuh dengan kesal. Ujung-ujungnya ia akan menangis dan tertidur.
Sudah lama ia menghadapi tubuh malas ini dengan emosi campur aduk. Di kehidupannya yang dulu, Renzi adalah sosok yang selalu aktif bergerak, suka berpikir, dan belajar tentang sesuatu untuk membuatnya lupa akan rasa sakit. Kebiasaan itu terbawa hingga merasuk dalam jiwanya. Tapi, sayang seribu sayang, dia sekarang hanyalah bayi berusia sebulan. Apa yang bisa dilakukan bayi di umur segitu?
Tidak ada. Bayi Renzi pun semakin sering bergerak-gerak. Tangan dan kaki pendeknya seakan menggapai-gapai sesuatu yang tidak bisa dia gapai.
"Wah, Baby Joy mulai aktif ya, Bun," ledek seorang dokter wanita yang berkunjung ke bangsal bayi Renzi bersama Diza.
"Dia kuat seperti itu berjam-jam. Baby Joy benar-benar tumbuh dengan baik...," salah seorang perawat yang bolak-balik mengecek keadaan para bayi, menimpali. Ia tersenyum sambil melihat ke arah bayi Renzi yang begitu menggemaskan. Untuk ukuran bayi berusia sebulan apalagi prematur, tingkah bayi Renzi memang sedikit abnormal. Meski memiliki tubuh kecil yang rapuh, tapi setiap perilakunya sudah seperti bayi berusia tiga bulan. Apalagi kenyataan tentang penglihatannya yang sudah jernih di hari pertama ia lahir. Itu sangat aneh dan ajaib.
Bayi Renzi akhirnya berhenti bergerak. Ia menolehkan kepalanya dan melihat langsung ke mata Diza yang sedang tersenyum. Mendekatinya dengan lembut.
"Halo sayang, hari ini kita akan pulang ke rumah baru...," ujar Diza membuat bayi Renzi berkerut sejenak kemudian melepaskan tawanya. Tangan dan kakinya kembali bergerak-gerak. Lebih agresif dan bersemangat.
"Aaa... lucunya. Mbak Diza, anakmu ini lucu sekali loh. Dia setiap diajak ngobrol atau dibercandain dokter-dokter yang menjenguk itu selalu saja ketawa. Seolah-olah dia ngerti apa yang diomongin." ujar perawat itu diangguki oleh si dokter dan Diza sendiri.
Bayi Renzi yang mendengar hal itu membatin sendiri dalam hati, "tentu saja aku ngerti. Aku adalah jiwa orang dewasa yang terjebak di tubuh bayi. Aku bukan bayi biasa!" ocehnya dalam hati.
"Kamu jadi pindah, Diza?" tanya si dokter yang menemani Diza.
Diza mengangguk, menjelaskan alasannya.
"Aku nggak mungkin biarin dia tumbuh di lingkungan apartemen. Apalagi banyak tetanggaku yang julid. Dia harus dijauhkan dari pengaruh-pengaruh buruk." jawab Diza.
"Hmmm, itu bagus. Setidaknya Baby Joy bisa main sama orang tuamu waktu kamu kerja." ujar si dokter disambut anggukan Diza.
"Eh, tapi..., siapa yang bikin panggilan itu?" tanya Diza tiba-tiba. Penasaran mengapa semua orang memanggil anaknya Baby Joy.
"Itu Dokter Susan. Setiap kesini, dia selalu liat anakmu kalau nggak senyum, ya ketawa. Jarang nangisnya. Jadi dipanggil Baby Joy. Lagian kamu juga belum ngasih anakmu nama. Udah sebulan, loh Diza." ujar si dokter.
"Aku udah siapin nama. Sekalian acara penyambutan anakku di rumah baru." ujar Diza kemudian.
Percakapan mereka didengar oleh bayi Renzi. Mengetahui bahwa dirinya sudah disiapkan nama, ia tertawa lagi. Membuat tiga orang dewasa di sana menoleh dan ikut tersenyum. Lalu bermain-main dengannya.
Bayi Renzi mengikuti arus mereka. Bertingkah selayaknya bayi pada umumnya. Kelamaan ia mengantuk. Ia jadi sebal karena tubuh bayi ini begitu rapuh. Pada akhirnya ia menangis dan ditenangkan Diza, lalu dalam sekali sentuhan tangan bundanya, bayi Renzi tertidur pulas.
***
Chit-Chat Rebirth :
Renzi : Kenapa nggak langsung dikasih tau aja sih namaku. Siapa namaku siapaa? Itu lagi ada panggilan Baby Joy. Mana gara-gara nggak sengaja ngakak pula.
Si Dokter : Aku juga cuma dipanggil si dokter mulu daritadi. heran sama author, yang nggak ada di scene cerita malah disebutin namanya. Siapa tuh, si Susan ya?
Saya : ...
Renzi : Author Wai Si, kamu jahat.
Diza : Sekali lagi aku tanya, siapa Renzi ini?
Saya : *tertawa dengan keras*
Renzi : *ke pojok dan gambar-gambar di tanah*
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 126 Episodes
Comments
Zulvianti
anak yang terbuang
2022-03-15
0
AYU DANI
masih nyimak...
2021-10-28
3
✨✿[Oliv_¥]✿✨
Semangat Ya Up Nyaa Semangat
2021-08-16
3