Renzi masih membeku di tempatnya. Ia memandang si malaikat yang tengah mengamati bayi dalam inkubator. Dari sana, Renzi menyimpulkan sesuatu.
Jangan-jangan..., bayi itu...
Wah, beruntung sekali dia. Bahkan dunia tidak membiarkannya terkena dosa maupun siksaan dari kejamnya hati manusia. Pantas saja wajah malaikat begitu berseri menyambut si bayi. Bayi itu masih murni dan begitu suci. Berbeda dengannya yang sudah berlumur dosa.
"Renzi. Kemarin aku mengunjungi alam dimana ibumu tinggal."
Renzi menoleh lagi demi mendengar ibunya disebut-sebut. Dia ingin segera bertemu dengan ibunya. Itulah tujuannya mati dengan tenang. Jika bisa berkumpul bersama ibu dan adiknya lagi, ia akan menjadi manusia--ralat--arwah paling bahagia.
"Tenang saja, ibumu orang baik yang selalu berperilaku berdasarkan hati nurani selama hidupnya. Ia berada di tempat yang baik dan menjalani penantian kiamat dengan damai. Dia hanya memendam cemas padamu." ujar Malaikat membuat Renzi lega mendengarnya.
Tapi kalimat selanjutnya membuatnya tercekat. "Sayangnya, kamu belum layak untuk datang ke tempat yang lebih baik itu." ujar Malaikat memandangnya.
Renzi masih membatu.
"Selama hidupmu, kamu tidak menyayangi dirimu sendiri. Kamu terluntang-lantung tanpa sadar apa yang kamu jalani selama hidupmu. Kamu bahkan menantikan sang maut, bukan?"
Hal-hal yang di sampaikan Malaikat membuat Renzi merenung.
"Tapi, Renzi. Ada satu hal yang membuatmu berbeda dengan jiwa berdosa lainnya." Malaikat menjeda. Lalu melanjutkan, "Kamu sama sekali tidak memiliki dendam pada setiap orang yang menyakitimu. Kamu hanya membalas apa yang menjadi kebaikan orang lain padamu dengan kebaikan saja. Sisanya, yang jahat padamu, kamu eliminasi dari pembalasan. Kamu membiarkan mereka bertemu karmanya sendiri, mungkin suatu hari nanti. Seperti yang terjadi hari ini. Kamu mengampuni begitu saja sosok yang merencanakan kecelakaan itu. Kamu malah bersyukur bukan karena hal itu?"
Renzi mengangguk. Mengakui bahwa sebenarnya ia bahagia menyambut kematiannya.
"Dan karena itulah, aku memberimu kesempatan untuk menjalani hidup sekali lagi. Kamu akan hidup sekali lagi sebagai manusia. Tentu saja dengan ingatan dari masa lalu dan percakapan kita sekarang akan tetap kamu ingat."
"Malaikat, apa setelah aku dilahirkan kembali, di kematianku yang selanjutnya, aku akan bisa bertemu dengan Mama?" tanya Renzi harap-harap cemas.
"Ya, kamu bisa. Asalkan di hidupmu yang selanjutnya ini, kamu tidak mengharapkan kematianmu seperti yang sebelumnya. Berusahalah untuk tetap hidup. Kamu akan memiliki orang tua baru. Bahagiakanlah dia dan sayangi dia seperti kamu menyayangi keluargamu sendiri. Dan juga ada satu hal yang akan menyertaimu dalam kehidupan ini." Malaikat menjeda sejenak. Renzi menunggu cemas.
"Kamu akan mendapatkan gelar tak tertulis sebagai pembawa keberuntungan kemana pun kamu melangkah pergi. Kamu akan diberi penglihatan berbeda dari manusia lainnya, yaitu melihat masa lalu orang lain. Dan kamu memiliki tugas di dunia ini. Berbahagialah dengan keluargamu yang baru. Lindungi mereka sekuat tenagamu. Jangan mengabaikan orang lain lagi. Sekarang waktuku habis untuk negosiasi."
Malaikat mengambil nyawa si bayi yang tersenyum itu. Lalu, Renzi dalam bentuk arwah, tanpa bisa menolak tersedot ke dalam tubuh si bayi.
Gelap untuk sementara. Telinganya mendengar samar suara berisik kemudian semakin jelas. Ia dapat merasakan detak jantungnya lagi. Ia juga dapat melihat langit-langit putih dengan beberapa kepala dokter di atasnya dengan jelas.
"Aku benar-benar kembali hidup!" batinnya terkejut.
"...sebagai bayiii?!!!" teriaknya kemudian. Namun, yang terdengar hanya tangisan dan rengekan yang keluar dari bibirnya.
"Detak jantung kembali. Pasien selamat." ujar salah seorang dokter yang tepat berada di dekatnya.
Renzi terdiam kemudian. Kepalanya bergerak-gerak mengamati wajah-wajah di sekitarnya. Tubuhnya yang telanjang dan hanya berpopok menjadi pikirannya selanjutnya. Bagaimana bisa mereka memperhatikannya yang telanjang seperti tontonan?
Renzi merasa sangat malu. Tangan mungilnya bergerak-gerak susah dikendalikan. Beberapa saat kemudian ia baru sadar bahwa ia sekarang hanyalah seorang bayi yang kurang wajar jika merasa malu pada orang-orang dewasa ini.
Tapi, tetap saja. Jiwanya adalah jiwa orang dewasa berusia 25 tahun. Wajahnya memerah, ditambah ada dokter laki-laki diantara pekerja medis itu.
Hal ini disalahpahami oleh tim medis atas reaksi si bayi.
"Apakah dia demam atau mengalami gejala lain? Wajahnya sangat merah. Yah, meskipun dia masih bayi merah. Tapi terlalu merah di bagian wajah." ujar salah satu dokter perempuan yang ada di sampingnya.
Demi mendengar hal itu, Renzi a.k.a si bayi, mencoba menormalkan wajahnya. Ia mencoba tidak peduli dengan rasa malu yang tersisa. Ia bahkan mulai menganggap para pekerja medis itu buah-buahan. Hal ini menimbulkan tawanya pecah karena benar-benar membayangkan mereka sebagai buah-buahan.
Tawanya mengejutkan sekaligus menggembirakan bagi para dokter dan perawat yang melihatnya. Tiba-tiba saja, Renzi si bayi menjadi idola dan primadona bangsal pediatri karena tawa pertamanya begitu menyenangkan didengar. Bahkan efek gelar tak tertulisnya sudah mulai berlaku saat itu juga.
***
Diza baru saja selesai mengurus prosesi dan laporan tentang pasien yang meninggal. Karena pasien sebatang kara dan anak dari pasien dititipkan padanya, Diza yang mengurus administrasi persalinannya.
Ia merenung sejenak. Ia berpikir tentang haruskah ia menitipkan bayi itu di panti asuhan? Kemudian ia menggeleng. Bayi itu dititipkan padanya untuk ia rawat. Pasien juga meninggalkan wasiat dan warisan untuk anak itu.
Setelah berpikir panjang, Diza memutuskan untuk merawat bayi itu. Ia kemudian mengunjungi bangsal pediatri khusus dimana bayi yang diinkubator ditempatkan. Beberapa tim medis baru saja keluar dan berpapasan dengannya.
"Apa ada sesuatu terjadi?" tanya Diza melihat wajah berseri para dokter dan perawat itu.
Salah seorang dengan name tag Susan memberitahu Diza. Menceritakan dengan seru bagaimana bahagianya mereka melihat tawa pertama si bayi. Meskipun di awal mereka panik karena si bayi sempat kehilangan detak jantungnya, tapi kemudian masih bisa diselamatkan.
Diza yang penasaran pun akhirnya masuk ke ruangan steril dengan menggunakan masker dan pakaian steril. Ia menuju inkubator dengan label nama "Putri Ny. Hannah". Yups, itulah nama ibu kandung si bayi.
Melihat ke dalam inkubator, Diza tertegun ketika pandangan si bayi bertemu dengannya. Dalam batin Diza bertanya-tanya, bisakah penglihatan bayi yang baru lahir sejelas itu? Apalagi dia prematur dan dilahirkan saat usia kandungan ibunya belum mencapai sembilan bulan. Tapi, bukan hanya itu saja yang membuat Diza kemudian menjadi terpaku. Pasalnya saat ini, mata indah itu menatapnya dengan binar cerah, bibir mungilnya terbuka dan tawa lolos dari sana. Membuat Diza lupa berpijak. Sibuk terpesona.
Lalu di dalam batinnya tumbuh perasaan sayang. Ada keinginan untuk melindungi dan merawat bayi mungil nan rapuh itu sebagai putrinya. Diza tidak tahu mengapa, tapi air matanya jatuh karena terlalu bahagia.
"Terima kasih sudah bertahan hidup. Mulai sekarang aku adalah Bundamu, anak manis." ujar Diza setelah keputusan dalam benaknya mencapai kesepakatan.
Si bayi tertawa lagi melihat ke arah Diza. Hal ini membuat Diza sangat bahagia dan ikut tertawa. Senyuman dan tawa yang jarang terlihat itu pada akhirnya ia umbarkan semua kepada si bayi. Mungkin jika rekan-rekannya melihat, mereka tidak bisa mempercayai penglihatan mereka. Pasalnya, Diza yang asli adalah kulkas empat pintu. Sangat dingin dan membekukan.
Namun, hari ini, berkat kehadiran si bayi, Diza tersenyum dengan tulus. Ia benar-benar merasa bahagia melihat bayi yang akan ia angkat menjadi putrinya itu.
Setelah berlama-lama di bangsal pediatri dan menunggu hingga si bayi tertidur, Diza segera keluar dan menghubungi orang tuanya. Mengatakan keputusannya bahwa ia akan merawat seorang anak dan mengangkatnya menjadi anaknya. Ia tidak merasa membutuhkan sebuah pernikahan atau suami, saat ini yang ia rasakan hanyalah nalurinya sebagai seorang ibu. Dia benar-benar ingin merawat bayi itu dengan setulus hatinya.
***
Chit Chat Rebirth:
Renzi : Kapan aku punya nama? Dari tadi disebutnya si bayi mulu perasaan.
Saya : Hmmm... Nanti Bunda Diza yang ngasih nama. Bukan saya.
Malaikat : Hilih. Lempar batu sembunyi tangan.
Saya : Permisi Tuan Malaikat. Anda hanyalah cameo di sini. Kontraknya sudah selesai ya... mohon segera meninggalkan lokasi cerita.
Malaikat : Dasar manusia penuh dosa! *pergi dengan kaki menghentak-hentak*
Renzi : Kapan Bunda Diza ngasih nama?
Diza : Siapa Renzi ini?
Saya : *tertawa sambil guling-guling*
...
Sekian, terima kasih. Jangan lupa like dan subscribe ya teman-teman.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 126 Episodes
Comments
Zulvianti
wah kontrak nya cuman 1/100 eps nih
2022-03-15
1
Black Shadhow Queen 💎💎💎💎
seru thor ini novel nya👍👍👍semangat trs thor👍👍👍😘
2021-11-18
2
sarahhh🔥
bagus buanget ini nopel, 😘lopiuhh
2021-07-24
6