Di kantor Bima sibuk dengan pekerjaannya, sejenak mengingat tentang pernikahan yang direncanakan oleh orang tuanya. Bima bingung dengan cara apa dia harus menolak pernikahan itu. Karena ucapan mamanya itu tidak main-main. Di satu sisi dia juga tidak mau menikah dengan wanita yang salah. Sedangkan pilihan orang tuanya mungkin begitu sempurna untuk dijadikan istri. Sungguh pilihan yang begitu sulit untuk dirinya saat ini.
Pikirannya kacau dan entah harus bagaimana lagi ia menghadapinya. Di sela-sela kesibukannya Bima ingin menyegarkan pikirannya saat sepulang kantor. Dia raih ponsel di saku celana untuk menghubungi sahabatnya, Dika.
"Hallo, Dika loe ada waktu tidak nanti sore sekitar jam 4 gitu?"
"(.......)"
"Ok, ketemu di Cafe Centro ya."
"(.......)"
"See you ...!"
Bima melanjutkan aktivitasnya kembali menyelesaikan pekerjaan yang masih terbengkalai oleh pikirannya yang belum menemukan solusi dari masalah yang dihadapinya.
Setelah pekerjaannya selesai Bima pun pulang tetapi terlebih dahulu menemui sahabatnya, Dika. Bima melajukan mobilnya menuju Cafe yang sudah dijanjikan. Kemudian memarkirkan mobilnya lalu masuk ke dalam Cafe dan memesan dua minuman untuknya dan Dika.
Sembari menunggu sahabatnya, Bima termenung tentang masalah yang akan dibahas pada Dika. Ini benar-benar membuatnya frustasi, sedikit saja bila salah mengambil keputusan akan berakibat fatal untuk kedepannya. Dan Bima tidak mau itu terjadi di kehidupannya.
Tiba-tiba yang ditunggu pun datang. Tetapi Bima masih dengan pikirannya yang entah ke mana. Panggilan Dika pun tidak menyadarinya hingga Dika menjentikan tangannya di depan Bima.
Dika adalah sahabat Bima saat mereka duduk di bangku SMP. Mereka sangat dekat dan saling berbagi cerita suka dan duka. Dika orangnya baik dan tidak suka mengurusi urusan orang lain apalagi masalah pribadi sahabatnya. Bisa dibilang sifat mereka itu hampir sama. Makanya Bima paling suka bersahabat dengan Dika.
"Woi, dari tadi gue nyapa berkali-kali nggak nyadar loe ya?" Tanya Dika yang langsung duduk depan Bima.
"Eh ... maaf gue nggak lihat."
"Ya iya lah nggak liat, loe melamun aja. Kenapa sih? Ada masalah? Gue tuh kenal loe, kalau udah kayak gini nih pasti ada maunya, ada apanya dan ada ...." Perkataan Dika langsung dipotong oleh Bima
"Brisik loe. Gue lagi pusing gini. Huh ...." kesal Bima sambil membuang nafasnya kasar.
"Sabar Bim, cerita ke gue, hem ...?" Dika yang menenangkan Bima sambil menepuk bahunya dua kali.
Bima pun menceritakan sesuatu masalah yang terjadi pada dirinya. Di sela-sela pembicaan mereka, pelayan Cafe pun datang menaruh pesanan minuman mereka berdua. Tapi mereka masih setia dengan pembicaan mereka dengan serius. Dan sesekali mereka meminum jus pesanan mereka.
"Oh jadi perempuan yang mau dinikahin sama loe itu sepupuh loe sendiri? Ya bagus dong, masih satu keluarga. By the way ... cantik nggak? Seksi nggak? Hehe ...!" kata Dika dengan senyuman nakalnya.
"Ih parah loe ya, masih sempat ngomong gitu depan gue, loe kan tahu tipe gue seperti apa," kesal Bima pada Dika dengan pikiran dangkalnya.
"Iya sorry ... sorry ... loe nggak suka sama cewek seksi, genit plus manja. Tapi nggak ada salahnya juga kali, Bim. Wanita seksi itu luar biasa, haha ...!" ucap Dika menggoda Bima.
"Adinda bukan wanita seperti yang loe pikirin. Dia itu berhijab jauh dari kata seksi," penjelasan Bima yang membuat mata Dika membulat.
"Bagus dong kalau dia jadi istri loe. Siapa tahu nih, bisa merubah sifat seorang Bima Wiryawan menjadi laki-laki yang lembut," ejek Dika diakhir kalimat.
"Emang gue cewek, lembut," protes Bima kesal.
*****
Bima tiba di rumahnya, dia berjalan melewati tangga menuju kamarnya. Saat melewati tangga tiba-tiba dari arah berlawanan, Dinda juga sedang melewati tangga tersebut menuju dapur, karena kamar mereka sama-sama berada di atas.
Saat mereka berpapasan, Bima berhenti sejenak kemudian dengan ragunya menyapa Dinda.
"Dinda ...!"
"Iya, Mas."
Lama tidak ada jawaban dari Bima, Dinda pun bertanya balik.
"Ada apa, Mas?"
"Tidak ... tidak jadi," Bima pun melanjutkan langkahnya ke kamar tanpa peduli pada Dinda yang tadi disapanya.
Aneh ... kok malah pergi gitu aja sih, tidak sopan banget mas Bima
Dinda pun berjalan menuju dapur dengan perasaan bingung atas perlakuan Bima tadi. Tapi Dinda tidak mempedulikannya sebab mungkin Bima hanya menyapa saja.
Sehabis sholat magrib keluarga Wiryawan berkumpul di meja makan kecuali Bima. Mama Ajeng tahu bahwa Bima sengaja menghindar. Kemudian mama Ajeng mencoba untuk menghampiri Bima di kamarnya. Tanpa basa-basi mama Ajeng langsung masuk kamar anaknya, Bima.
Bima yang sedang duduk di sofa kamar sambil mengetik di laptopnya baru menyadari mama Ajeng yang telah duduk disampingnya. Bima hanya melirik sekilas mamanya.
"Bim, ayo kita makan dulu."
"Bima masih kenyang," ketus Bima yang tidak beralih dari laptopnya.
"Bim, Mama minta maaf," Mengelus bahu Bima lembut. "Sekali ini saja tolong dengarkan Mama. Mama ingin kamu bahagia itu pun demi kebaikan kamu. Mama percaya sama kamu. Mama nggak mau kamu seperti anak temannya Mama di luar sana. Mereka bercerai padahal baru menikah 5 bulan. Mama takut kamu seperti itu, sayang. Dinda itu gadis yang baik, Mama tahu ibunya, ayahnya orang baik bukan karena mereka saudara Mama tapi itu kenyataan, Bim. Jadi tolong menikahlah dengan Dinda, please," Tanggisan mama Ajeng membuat Bima kali ini bersuara.
Bima merasa bersalah saat mamanya meneteskan air mata. Bima tidak tega melihat mamanya bersedih.
"Ma ... Bima tahu keinginan Mama ini baik untuk Bima, tapi ini terlalu mendadak, Ma. Bima belum siap dan Bima takut akan menyakiti Dinda nantinya," jelas Bima dengan lembut meyakinkan mamanya.
"Lebih cepat lebih baik. Kasihan Dinda, dia tidak punya siapa-siapa lagi selain kita. Dan oma juga nitipin Dinda sama kamu. Berarti oma percaya sama kamu untuk jadi suaminya. Tolong kabulin permintaan Mama ya? Sekali ini saja," Mama Ajeng memohon sambil menggenggam tangan kanan Bima dengan erat.
Bima hanya terdiam tidak menjawab sepatah kata pun pertanyaan dari mama Ajeng. Bima hanya menyandarkan kepalanya di sofa.
"Sekarang kamu turun ya, tidak enak sama Dinda, dia merasa bersalah sama kamu. Ayo turun. Nanti kelamaan jadi tambah tidak enak, sayang. Mama janji tidak akan menyinggung tentang pernikahan. Tapi pernikahan harus tetap dilaksanakan, Bim. Ayo turun ...!" Bima terpaksa menerima permintaan mamanya yang menarik paksa Bima ke ruang makan.
Suasana makan malam pun hening. Tetapi Bima sesekali melirik Dinda yang ada di depannya tepat di samping mama Ajeng. Nyatanya Dinda juga melirik Bima. Mata mereka pun saling beradu pandang.
Apa aku harus menikahi Dinda? Nyatanya dia gadis yang baik. Dan aku juga tidak bisa menolak permintaan mama
"Kamu kenapa Dinda? Tidak selera makan ya, sayang?" Dinda terkejut tantenya mendapati Dinda hanya membolak-balikan makanan.
"Oh, tidak apa-apa kok, Tante," gugup Dinda.
Kenapa mas Bima menatapku seperti itu dari tadi? Sungguh tatapannya buat aku tidak nyaman. Apa ada sesuatu yang mau dia bicarakan sama aku? Jujur ... Aku malas berurusan dengannya
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments
pink lee
dah sikat aja
2021-11-30
0
Melati🌼
smngat dong bima💪💪
2021-10-19
0
peri kecil
serem mas bima😡😆
2021-10-07
2