Sejak Dinda pergi ke Jakarta oma begitu kesepian dan merasa bersalah atas pernikahan yang direncanakan untuk cucu-cucunya itu. Oma terpaksa melakukan itu semua hanya untuk kebahagiaan Dinda cucu kesayangannya dan Bima agar menjadi pria yang berkepribadian baik serta tidak galak lagi.
Apalagi Dinda sekarang yatim piatu dan oma ingin melihat cucunya itu hidup bahagia dengan orang yang tepat. Lagi pula Dinda menikah dengan anak laki-laki dari saudara ibunya sekaligus anak oma yang pertama.
Oma Warsih mempunyai dua anak yaitu Ajeng dan Maya. Ajeng adalah mama Bima yang menikah dengan Faris seorang pengusaha kaya raya sedangkan Maya adalah ibunya Dinda yang menikah dengan laki-laki sederhana pegawai swasta tetapi ketaatannya kepada sang pencipta yang menurun kepada anaknya yaitu Dinda yang kebanyakan orang bilang dia anak shalihah.
Dinda maafkan Oma sayang, Oma tidak memberitahukan tentang rencana pernikahanmu. Tolong jangan marah pada Oma. Ini semua Oma lakukan demi kebaikan dan kebahagianmu.
Oma menangis sambil mengusap dan mencium foto Dinda yang berada diantara almarhum ayah dan almarhumah ibunya saat Dinda berusia 10 tahun yang tersenyum cantik bersama kedua orang tuanya. Dan kebahagian seperti itu yang oma rindukan.
Maya anakmu sebentar lagi akan menikah dan dia akan bahagia bersama keluarga barunya, Dinda akan aman bersama Ajeng dan Faris. Dan Bima akan menjadi suaminya. Semoga kelak Dinda bisa membuat Bima menjadi suami yang baik
Lagi-lagi air mata oma pun jatuh mengingat nasib malang cucunya, Dinda. Oma pun berharap bahwa akan ada kebahagian yang meliputi Dinda. Nasib seseorang tidak ada yang tahu.
*****
Pagi sekali Dinda sudah berada di dapur untuk membuat sarapan. Dia tidak mau berdiam diri di kamar walaupun keadaannya sekarang jauh lebih baik di keluarga tantenya.
Bagi Dinda ini adalah tradisi kesehariannya yang berada di dapur setelah sholat subuh. Dengan seperti itu semoga dapat memperoleh kebaikan atau pahala yang berlimpah. Oleh karena itu, waktu tersebut harus diisi dengan kegiatan yang positif.
Dinda yang sedang asik memotong bawang putih, tiba-tiba bik Minah datang membawa air minum dari arah kamarnya. Bik Minah pun bingung dibuatnya.
"Non Dinda sedang apa pagi-pagi sekali berada di dapur?" Bik Minah merasa tidak enak yang sudah didahului Dinda.
"Mau buat nasi goreng Bik, Dinda bingung mau ngapain di jam segini, mendingan masak aja," jelas dinda bersemangat dan lihainya memotong bawang putih.
"Ini kan pekerjaan Bibik, nanti nyonya marah kalau Non Dinda yang mengerjakan ini. Sini biar Bibik aja, Non," protes bik Minah yang langsung mengambil alih pisau yang ada di tangan Dinda.
"Nggak apa-apa Bik, kali ini biarin Dinda yang masak. Bibik cukup bantu Dinda aja siapin piring sama buat minum, nanti," ujar Dinda lembut dan memohon.
"Baiklah Non, tapi kalau butuh sesuatu yang lain tolong bilang ke Bibik, ya?"
"Pasti Bik," jawab Dinda yang pandangannya ke arah potongan bawang.
30 menit kemudian masakan telah selesai, saatnya bik Minah membuat minum dan menata hidangan di meja makan. Adinda pun bergegas membersihkan peralatan masak yang dia gunakan tadi.
Semua anggota keluarga Wiryawan pun berdatangan ke meja makan tanpa terkecuali. Kemudian duduk manis dan siap menyantap sarapannya begitu pun dengan Dinda.
Suap demi suap mereka masukan makanannya ke mulut. Tetapi ada yang tidak biasanya dirasakan oleh mama Ajeng. Kira-kira apa ya?
"Bik, tumben nasi gorengnya pakai kornet biasanya juga nggak pernah?" selidik mama Ajeng di sela-sela menguyah makanannya.
"Itu bukan saya yang masak Nyonya, tapi Non Dinda," jujur bik Minah sambil menaruh kopi di depan papa Faris.
"Oh kamu Dinda? Pantes udah nggak asing lagi nih masakan, persis seperti buatan ibu kamu, Maya. Tante jadi ingat dulu Maya suka sama nasi goreng yang seperti ini. Pasti kamu belajar dari ibu kamu, kan?"
"Iya Tante, bukan itu saja, ibu juga banyak mengajari Dinda masakan yang lainnya."
"Oh ya? Emm ... kalau tumis oncom terus dikasih ikan asin teri tuh, si Maya paling jago. Kamu juga bisa, Dinda?" Rasa ingin tahu tante Ajeng penasaran.
"Bisa Tante, kalau itu sih Dinda sering buatin oma di Surabaya."
"Kamu hebat Dinda, udah cantik, pinter masak lagi ...!" Puji mama Ajeng.
"Biasa aja Tante, namanya juga perempuan harus bisa masak," malu Dinda saat dipuji di depan om Faris dan Bima.
"Jadi kamu itu pantes kalo nikah sama Bima. Dijamin Bima pasti betah di rumah dan tidak akan makan di luar rumah terus," singgung papa Faris pada Bima.
"Uhuk ... uhuk ...!"
Tiba- tiba Bima tersedak saat papa Faris menggodanya tapi hal itu paling tidak disukai oleh Bima yang membuatnya terpojok.
"Makan pelan-pelan, Bim. Nih minum dulu," Mama Ajeng menyodorkan gelas berisi air putih pada Bima.
"Oh ya Bim, soal pernikahan kamu ...." Belum sempat mama Faris berkata namun ucapannya dipotong oleh Bima.
"Stop Ma, pernikahan ... pernikahan terus yang dibahas. Capek dengerinnya. Bima belum mau nikah, titik ...!" Kemarahan Bima yang membuat semua orang di ruang makan pun terkejut.
Bima pun langsung beranjak pergi tanpa berpamitan pada kedua orang tuannya. Kemudian dia pun berjalan ke arah mobil dan melajukan mobilnya dengan kesal.
"Ahhh ... sial ... sial ...! Kenapa harus aku yang jadi korban. Aku tidak mau nikah ...! Ahhh ...." Teriak Bima sambil memukul setir mobil dan melaju dengan kecepatan yang tidak biasa dia lakukan sehari-hari ke kantor.
Dinda yang sedang duduk di kamarnya termenung mengingat kejadian di ruang makan pagi tadi dan merasa tidak enak hati. Tapi mau bagaimana lagi saat semua orang sudah menyetujui keputusan yang sudah direncanakan keluarganya itu.
Ya Allah, aku harus bagaimana? Tolong beri petunjuk untuk semua yang terbaik ke depannya agar tidak ada hati yang tersakiti
"Oh ya, oma ... aku harus bicara dengan oma," Muncul ide untuk menelepon oma. "Semoga oma bisa beri jalan keluar yang baik untuk masalah ini," Dinda mulai mencari nama oma di ponselnya lalu menghubunginya.
Lama tidak ada jawaban. Dinda pun mencoba kembali sampai yang ketiga kalinya, namun hasilnya sama.
"Tidak biasanya oma susah dihubungi seperti ini. Apa oma sedang sibuk? Huh ...." Dinda menarik nafas dan menghembuskan perlahan.
Dinda tidak merasa aneh sama sekali pada oma yang tidak menjawab panggilannya. Padahal tidak disadari oleh Dinda bahwa oma nyatanya sengaja menghindari panggilan telepon dari Dinda. Karena oma tidak ingin kalau Dinda membahas pernikahannya dengan Bima.
Dari lubuk hati yang terdalam, oma sangat merindukan Dinda dan ingin sekali mendengar suara cucu kesayangannya itu. Sebenarnya oma juga was-was jikalau Dinda menjadi istri dari Bima yang galak yang bicara hanya seperlunya saja.
Tapi apa boleh buat. Mau tidak mau pernikahan itu harus terjadi. Agar keluarga mereka tidak bercerai-berai. Mau kaya atau miskin, oma tidak peduli. Oma tidak mau membedakan anak-anaknya serta cucu-cucunya. Karena semua ini hanya untuk kebaikan mereka ke depannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments
Melati🌼
dah jlni aja dulu sapa tahu loe suka ma dinda😆😆
2021-10-19
2
peri kecil
oma melarikan diri ya. hahahah
2021-10-07
1
lovely_ako
sngaja oma nggk mau angkt kerna takut. bima udah mrah kacau
2021-08-12
0