Mata Bima dan Adinda saling bertemu pandang. Jangan ditanya, kalau saat ini mereka terkejut dan bingung dengan apa yang telah diucapkan perempuan yang disebut mama oleh Bima itu. Sesuatu yang tidak Bima inginkan akhirnya terucap juga oleh orang tuanya.
Tentang pernikahan, Bima masih nyaman dengan kesendiriannya. Ibunya tahu jika sang anak adalah pria yang dingin dan galak, mana ada wanita yang menyukainya apalagi mendekat walaupun wajahnya tampan. Mama Ajeng berfikir mungkin dengan sosok Dinda yang lembut bisa merubah sifat keras sang anak menjadi baik.
"Lelucon apa ini, Ma. Hah? Menikah? Yang benar saja, cih!" Bima kaget dan kecewa atas apa yang diucapakan mama Ajeng.
"Benar, Bim kami memang ingin menikahkan kamu sama Dinda. Ini pun sudah dua minggu lalu direncanakan sama Papa, Mama dan juga oma," Kali ini papa Faris yang menjelaskan.
"Apa? Hah ...." Bima tersenyum sinis. "Papa tahu kan kalau Bima belum mau menikah, Bima masih muda. Berapa kali lagi harus Bima katakan dan kalian seharusnya tidak perlu merencanakan pernikahan konyol ini," protes Bima yang tidak terima dengan pernikahan sepihak.
"Umur kamu itu sudah sepantasnya untuk menikah, Bim. Dan Mama juga ingin kamu dapat istri yang baik seperti Dinda yang jelas asal usulnya, keluarganya dan akhlaknya. Pokoknya kalian harus menikah ...!" ujar mama Ajeng memaksa.
"Tante sepertinya ada yang salah di sini. Maksudnya apa sih Tante? Dinda tidak mengerti," tanya Dinda dengan suara paniknya.
"Apa kamu tidak dikasih tahu sama oma?" tanya mama Ajeng balik.
"Nggak ada Tante, oma bilang Tante dan Om Faris ingin aku jadi anak perempuan kalian. Itu aja, kok," jawab Dinda sambil berfikir atas perkatannya tadi kemudian menutup mulutnya dengan kedua tangannya.
Ya Allah, jangan-jangan yang dimaksud oma anak perempuan itu adalah aku yang akan jadi menantu di rumah ini? Oma ... mengapa tidak bilang dari awal sih. Begini kan jadi ribet.
"Nah itu! Anak perempuan itu ya maksudnya kamu akan jadi menantunya Tante sama Om, jadi anak perempuan kami seutuhnya, sayang," ucap mama Ajeng lembut sambil mengelus kepala Dinda.
"Tapi Tante ...." Belum sempat Dinda melanjutkan kata-katanya, Bima pun memotongnya.
"KETERLALUAN" Teriak Bima sambil menendang meja di depannya kemudian melangkah pergi ke lantai atas.
Semua orang di ruang keluarga pun terkejut oleh kelakuan Bima. Orangnya galak tapi kelakuannya seperti anak kecil kalau sedang kesal dan marah. Apa saja barang yang ada di di dekatnya besar kemungkinan sebagai pelampiasannya yang terkadang barang itu dipukul, dilempar atau ditendang. Ya ... seperti itu lah Bima.
"Bima, apa yang kamu lakukan? Dasar anak nakal," kesal papa Faris oleh kelakuan Bima yang memalukan.
"Maaf Tante ini semua salah Dinda. Dinda tidak tahu bakalan begini jadinya. Mas Bima marah sama Dinda. Dinda tidak enak sama mas Bima."
"Sudah, tidak apa-apa sayang, memang Bima gitu orangnya. Bentar juga baik lagi, kok," jawab mama Ajeng meyakinkan Dinda.
*****
Dinda pun akhirnya menuju kamarnya kemudian membuka pintu dan pada saat memasuki kamar, Dinda terkejut mendapati sosok laki-laki duduk di pinggir ranjangnya sambil memangku tangan di dagunya dan sesekali memijat alisnya yang tidak sakit.
Dinda bingung apakah dia salah masuk kamar atau memang Bima yang dari awal salah memasuki kamar Dinda? Akhirnya Dinda pun memastikan bahwa kamar yang ia masuki adalah benar. Saat ia hendak membuka pintu kamar tiba-tiba ada suara dingin memekik dengan keras.
"Mau kemana kamu?" Suara dingin itu memberhentikan langkah Dinda seketika.
"Hah ...? Hanya memastikan saja bahwa saya tidak salah kamar."
"Ya, memang Ini kamar kamu," Kata Bima dingin. "Apa saya tidak boleh kemari?" Tanya Bima ketus dan sedikit menyindir.
"Bukan begitu Mas, saya hanya bingung ngapain kamu di...si...ni?" tanya balik Dinda sedikit gugup.
Bima pun berdiri kemudian mendekat kearah Dinda dengan wajahnya seperti harimau yang ingin menerkam mangsanya.
"Hei ... dengarkan saya!! Pokoknya saya tidak mau tahu, kamu harus bilang ke mama sama papa bahwa kamu menolak menikah dengan saya!!" Paksa Bima yang begitu menakutkan.
"Dengan alasan apa saya menolak pernikahan ini, Mas?"
"Terserah!! Bilang saja kalau kamu tidak suka sama saya atau bilang kamu sudah punya pacar," bentak Bima membuat mata Dinda membulat.
"Tapi saya tidak punya pacar, Mas."
"Apa? Kamu begini tidak punya pacar? Hahaha."
"Kenapa? Aneh ya? Pacaran itu dosa, Mas. Mendekatkan kita pada zina. Apa salah kalau saya nggak pernah pacaran? Bagaimana sama kamu, Mas?" kesal Dinda yang tidak terima ditertawakan oleh Bima.
Hah ... dia tidak pernah pacaran? Masa sih? Bodoh amat, ah tidak peduli aku, toh aku juga tidak pernah pacaran. Ah ... sial.
"Jadi bener kamu tidak pernah pacaran?" selidik Bima penasan tidak percaya, menurut Bima Dinda hanya alasan supaya bisa menikah dengannya.
"Tidak pernah, Mas. Terus kalau kamu gimana?" tanya Dinda tidak mau kalah dengan wajah masamnya.
Pertanyaan Adinda membuat Bima sedikit murka karena dia paling tidak suka ada orang yang bertanya tentang pribadinya.
Kemudian Bima pun melangkah lebih dekat ke arah Dinda yang mundur perlahan. Dinda pun ketakutan hingga tubuhnya bersandar pada pintu kamarnya dan tidak ada celah sedikit pun untuk menghindar.
Ada apa ini? Kenapa dia mendekat seperti ini sih. Sungguh ini tidak nyaman. Apa yang akan dilakukannya. Apa aku salah bicara hingga membuatnya tersinggung? Ya Allah tolong aku ... aku takut
"Itu bukan urusan kamu, tidak usah banyak tanya, kalau kamu mau tinggal di sini jangan pernah menyeret saya ke pernikahan yang tidak berguna ini, mengerti?" bisik Bima di telingga Dinda dengan penuh penekanan sambil menyeringgai mematikan.
"A...apa maksud kamu, Mas," Gugup Dinda. "Saya tidak tahu apa-apa soal ...." Belum sempat Dinda bicara tiba-tiba ada panggilan dari tante Ajeng di luar pintu kamar.
Tok...tok...
"Dinda ...." Panggil tante Ajeng dari luar kamar.
Adinda dan Bima pun terkejut di dalam kamar berdua dan masih dengan posisi yang sama saling berdekatan.
"I...iya Tante," jawab Dinda ketakutan.
"Lagi apa kamu, Dinda? Ada yang mau Tante bicarakan sama kamu."
"Iya Tante, Dinda ke kamar mandi dulu. Nanti Dinda samperin Tante di bawah," Gugup dan bingung itu lah yang dirasakan Dinda.
"Baiklah, Tante tunggu di bawah, sayang."
Dinda menjauhkan dirinya pada Bima dan membalikan badannya menggapai gagang pintu untuk keluar. Kemudian suara dingin Bima pun keluar perlahan.
"Ingat, tolak pernikahan ini, mengerti?" Bima menarik tangan Dinda saat hendak keluar kamar.
"Jangan sentuh saya dan jangan pernah masuk ke kamar saya lagi secara diam-diam karena kita belum halal, mengerti?" Melepaskan tangan Bima kemudian keluar dari kamar.
"Hei kamu berani-beraninya."
Tiba-tiba pintu pun di buka kembali oleh Dinda yang mengatakan pada Bima.
"Keluar dari kamar saya sekarang juga, sebelum ada yang melihat," Menutup pintunya kembali kemudian melangkah pergi.
"Ahhh sial, perempuan itu sudah berani seperti tadi di rumahku sendiri," kesal Bima memuncak.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments
Melati🌼
galakkkk😍👍
2021-10-19
1
peri kecil
seru nih kyknya
2021-10-07
1
saya dijah
so sweet bgt😘😘
2021-06-11
1